Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Menyapa Allah di Waktu Lapang
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Menyapa Allah di Waktu Lapang

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc

» إِذَا كَانَ الرَّجُلُ دَعَّاءً فِي السَّرَّاءِ ثُمَّ نَزَلَتْ بِهِ ضَرَّاءُ فَدَعَا ، قَالَتِ الْمَلائِكَةُ : صَوْتٌ مَعْرُوفٌ اسْتَغْفِرُوا لَهُ ، وَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ لَيْسَ بِدَعَّاءٍ فِي السَّرَّاءِ فَنَزَلَتْ بِهِ ضَرَّاءُ فَدَعَا قَالَتِ الْمَلائِكَةُ: ” صَوْتٌ لَيْسَ بِمَعْرُوفٍ وَلا يَشْفَعُونَ لَهُ «

“Jika ada seorang hamba shalih yang senantiasa menginngat Allah setiap saat memohon kepada Allah, para malaikat akan berkata, “Hadza shautun ma’ruf” (suara ini kita kenal), lalu para malaikat akan membantu memohonkan kepada Allah agar doanya dikabulkan. Tapi jika ada hamba yang jarang berdo’a dan hanya berdo’a ketika susah saja, para malaikat akan berkata, “hadza shautun ghairu ma’ruf”dan mereka pun enggan memberi syafaat.” (HR. Ahmad).

Saudaraku,
Bagaimana tanggapan kita bila ada sahabat yang hanya merapat dan ingat pada kita saat ia disapa kesusahan dan kepahitan hidup? Sementara jika kesenangan diraih, kemanisan hidup tergapai, kesulitan hidup mengingkir, kita pun dilupakan dan diabaikannya. Tentu kita tidak akan respek terhadapnya.

Karenanya, mengingat Allah di saat lapang, beristighfar di saat bahagia, bertaqarrub di kala sehat dan beribadah di kala muda, akan membuat seorang hamba menjadi istimewa di hadapan Allah SWT.

Sedang berdo’a dengan khusyu’ di kala sakit atau memohon pertolongan-Nya di kala terkena musibah, bukanlah hal istimewa, sangat wajar, lumrah dan naluriah.

Kebanyakan manusia memang hanya ingat kepada Allah di saat susah, dan lupa saat kondisi membaik seperti semula. Karenanya, ingat dan berdo’a kepada Allah di saat lapang, Allah akan mengingat dan memperhatikan kita di saat sempit.

Saudaraku,
Abu Darda r.a pernah menasihati kita,

» اُدْعُ اللَّهَ يَوْمَ سَرَائِكَ لَعَلَّهُ يَسْتَجِيْبُ لَكَ يَوْمَ ضَرَائِكَ «

“Berdo’alah kepada Allah di hari-hari senangmu, mudah-mudahan Dia memperkenankan do’amu di hari-hari sulitmu.” (Mawa’izh as shahabah, Shalih Ahmad al Syami).

Saudaraku,
Diakui atau tidak. Sadar atau tidak. Dievaluasi atau tidak. Fakta berbicara, bahwa dalam hidup kita selalu merapat, berdo’a dan memohon kepada Allah SWT di kala sulit, sempit, miskin, berduka, merana, lemah, membutuhkan pertolongan-Nya, sakit, tak berdaya dan yang seirama dengan itu.

Sementara di waktu lapang, ada kemudahan, ada keluasan, kaya, bahagia, kuat, sehat dan ada kekuatan dan kemampuan, kita pun menjauh dari-Nya. Jarang memohon dan berdo’a kepada-Nya. Terlebih lagi, kita pun sering melupakan-Nya.

Saat kegagalan menghantui hidup kita. Saat persoalan hidup mendera kita. Saat problematika hidup mencengkeram kita. Saat itu kita merasakan diri kita lemah tak berdaya. Saat kita bermasalah dengan atasan kita di tempat kerja. Saat kita merasa sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan dari Zat yang Maha Kuat. Kita berdoa’ memohon kepada-Nya di waktu pagi, siang, petang dan malam hari. Bahkan di sepertiga malam terakhir pun kita sanggup bangun malam untuk melaksanakan shalat tahajjud yang diringi dengan do’a panjang berlinang air mata.

Namun, di saat kesuksesan menyelimuti hidup kita. Kejayaan akrab dengan diri kita. Hajat kehidupan terpenuhi. Kelapangan kita rasakan. Keluasan rezki kita dapatkan. Jabatan dan martabat tinggi tergapai. Kitapun lupa, bahwa semua kelapangan dan kesuksesan itu murni anugerah dari yang Maha Kaya. Kitapun lupa dan lalai dengan karunia-Nya. Do’a dan permohonan pun menyingkir dari hari-hari kita.

Saudaraku,
Yakinlah, bahwa saat kita menjauh dan melupakan-Nya di saat kita lapang, bahagia dan sukses. Maka Dia pasti akan membiarkan dan melupakan kita di kala kesempitan, kegagalan dan kesusasahan menyapa kita.

Pesan Abu Darda r.a di atas sebenarnya hanya sebagai penegasan dari petunjuk Nabi s.a.w, di mana beliau pernah berpesan, “Kenalilah Allah di waktu senang, pasti Allah mengenalimu (menolongmu) di waktu susah.” (Hadits Arba’in no: 19).

Saudaraku,
Ibnu Rajab di dalam kitab Jami’ al ‘ulum wa al-Hikam menjelaskan, pengenalan (ma’rifat)-nya seorang hamba kepada Allah bentuknya ada dua;

Pertama, ma’rifat ‘ammah (umum), yaitu kenal dalam arti meyakini dan mengimani Allah sebagaimana keimanan orang mukmin pada umumnya.
Kedua, ma’rifat khassah (khusus), yaitu mengenal Allah secara mendalam hingga memunculkan rasa cinta kepada Allah yang membuahkan rasa nyaman, tenang saat mengingat-Nya, segan dan malu terhadap-Nya.

Inilah ma’rifat atau pengenalan hamba terhadap Allah yang denganya, Allah akan mengenali hamba dan memposisikannya sebagai hamba yang khas (istimewa) pula. Dan tidak ada yang bisa menumbuhkan rasa cinta, tenang dan malu kepada Allah selain ibadah yang dilakukan dengan benar dan ikhlas.

Saudaraku,
Demikian halnya dengan Sang Maha Pencipta, ma’rifah Allah kepada hamba-Nya yang juga terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama, ma’rifat ‘ammah (umum) yaitu bahwa Allah mengetahui semua hamba-Nya sejak dilahirkan sampai akhir hidupnya serta mengetahui apa yang dilakukannya baik yang terlihat maupun yang disembunyikan.

“Mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu.” (QS. An-Najm: 32).

Sedang ma’rifat khassah adalah kedekatan antara Dia dengan hamba, curahan cinta dari-Nya, pengabulan doa dan pertolongan di kala si hamba dalam kondisi terjepit. Seorang hamba yang memiliki ma’rifat khassah kepada Allah, Allah juga akan mengkaruniakan ma’rifat khassah-Nya pada si hamba. Rasulullah bersabda,

“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa-apa yang Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku itu tetap mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Bila Aku mencintainya, Aku akan menjadi pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk menggenggam, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta pasti Aku beri, jika ia meminta perlindungan, niscaya Aku lindungi.” (HR. Bukhari).

Adapun ar rakha’ (saat lapang adalah ketika kita berada pada kondisi jauh dari musibah; sehat, diberi kemudahan rezeki, waktu luang, kuat dan waktu luang yang hakiki adalah “hidup”. Sedang asy-syiddah (saat sempit) adalah kondisi yang 180 derajat merupakan kebalikan dari ar rakha’; sakit, lilitan hutang dan kebutuhan, sibuk, tertimpa musibah, lemah dan renta dan saat sekarat, di alam kubur dan pada hari kiamat.

Saudaraku,
Jika kita mampu menghadirkan wajah-Nya di kala senang, bahagia, sukses, sehat, kaya dan Berjaya. Sudah barang tentu di kala susah, merana, gagal, sakit, miskin dan terpuruk, kita akan selalu bersimpuh dan bermunajat serta memasrahkan diri dalam pelukan-Nya.

Sudahkah kita mengingat-Nya, menyebut-Nya dan menengadahkan kedua tangan kita kepada-Nya hari ini?. Wallahu a’lam bishawab.

(Manhajuna/GAA)

(Visited 1.840 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *