Assalamu‘alaikum wr. wb. Saya ingin bertanya, apakah yang disebut dengan “BARJANJI”? Apakah ada contoh dari Rasulullah? Kalau ada penyimpangan, dimana letak penyimpangannya? Apakah hukum melaksanakan kegiatan tersebut? Atas jawab ustadz saya ucapkan terima kasih, Jazakallah.
Wassalam
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Al-Barzanji asalnya adalah nama orang yang mengarang kitab prosa dan puisi tentang Nabi Muhammad SAW. Kitab itu sesungguhnya lebih merupakan karya sastra ketimbang karya sejarah, karena lebih menonjolkan aspek keindahan bahasa (sastra). Kitab ini ada dua macam, yang satu disusun dalam bentuk prosa dan lainnya dalam bentuk puisi. Isinya sama-sama menceritakan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW terutama peristiwa kelahirannya.
Prosa dan puisi tentang riwayat Rasulullah SAW ini sering dibacakan dalam banyak munasabah (momentum) seperti maulid nabi bahkan dalam perayaan kelahiran bayi umumnya. Tentu saja kegiatan seperti ini tidak ada perintahnya dari Rasulullah SAW, bahkan juga tidak dari para sahabat dan generasi sesudahnya. Karena ketika beliau masih hidup, prosa dan puisi ini belum lagi disusun oleh Al-barzanji.
Sebagian dari umat Islam mengaku bahwa bila dibacakan prosa/puisi ini dalam sebuah munasabah, akan hadir ke tengah mereka ‘Nur’ Muhammad. Tentu saja ini tidak ada dasar keterangannya. Bila kita melakukan kritik sastra secara mendalam, memang ada beberapa ungkapan yang terkesan berlebihan dan keluar dari batas syariah bahkan aqidah. Namun demikianlah gaya bahasa dalam sastra, sering terlalu hiperbola dan melebih-lebihkan. Sehingga terkadang keluar dari kontrol yang bisa diterima secara syar‘i. Namun demikian, karena ini kritik sastra, tentu ada yang mendukung dan ada pula yang tidak. Termasuk hukum membacanya dalam peringatan maulid nabi dan seterusnya.
Barangkali dari segi prinsip dan tujuan sudah cukup baik, yaitu ingin memberi penghargaan kepada Rasulullah SAW dengan cara membacakan riwayat hidupnya. Namun ritualitas yang terlanjur menjadi rutinitas ini perlu lebih diperdalam maknanya. Agar tidak terkesan sekedar pembacaan yang kosong dari makna, tetapi harus dikaji dan dianalisa secara mendalam tentang sirah nabawiyah itu sendiri. Agar kita bisa mengambil pelajaran lebih dalam dari peri kehidupan beliau SAW. Karena kebanyakan anggota masyarakat melakukannya sebagai sesuatu yang mereka warisi dari orang-orang tua mereka tanpa pernah tahu mengapa mereka harus melakukan itu. Bahkan bukan tidak mustahil bahwa mereka pun kurang memahami lafaz-lafaz yang dibacanya karena lafaz itu berbahasa arab. Padahal kajian sirah nabawi itu sendiri kurang mendapat tempat. Hal seperti ini perlu diberi pencerahan lebih banyak. Wallahu a‘lam bishshowab.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Sumber: Pusat konsultasi Syariah