Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Karena Iblis Masih Hidup dan Terjaga
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Karena Iblis Masih Hidup dan Terjaga

Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc.

» اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ وَحُبَّ الْمَسَاكِيْنِ «

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar diberikan kemudahan untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan berbagai kemungkaran) dan mencintai orang-orang miskin.” (HR. Tirmidzi, no. 3233, dari Ibnu ‘Abbas).

Saudaraku,
Siapa di antara kita yang tidak mengenal sosok sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi s.a.w?. Dan dia dikenal sebagai orang yang paling konsisten menjaga shalat malam dan witir. Bahkan ia membagi malam-malamnya menjadi tiga waktu, agar sepanjang malam, rumahnya disinari dengan munajat kepada Allah s.w.t.

Di awal malam, ia yang melaksanakan shalat malam. Pertengahan malam adalah jadwal istrinya berdua-duaan dengan Sang Maha Kuasa. Dan di akhir malam, tugas anak-anak dan budaknya yang menutup malam dengan shalat tahajjud. Itulah kebiasaan yang sangat sulit kita wujudkan di alam realita kehidupan kita dan keluarga.

Dialah Abu Hurairah r.a. Mungkin ada satu tradisi sahabat Nabi ini yang juga belum kita ketahui. Yaitu, apabila ia sujud dalam shalatnya, ia sering memohon perlindungan kepada Allah dari perbuatan zina, mencuri, terpuruk dalam kekufuran dan dosa-dosa besar lainnya.

Harus kita akui dengan sadar, bahwa hal ini pun belum mampu kita lakukan. Padahal sebagian kita bisa jadi pernah melakukan dosa besar. Dan mungkin sebagian kita pernah mendekati atau hampir melakukan dosa besar, wal’iyadzu billah. Namun kita tidak banyak memohon perlindungan kepada Allah, agar Dia melindungi kita dari dosa-dosa besar, seperti yang dilakukan Abu Hurairah.

Saudaraku,
Apa rahasia di balik itu semua?. Ada sahabat yang bertanya, “Mengapa engkau (wahai Abu Hurairah) teramat takut dari melakukan dosa-dosa besar?.” Sebuah pertanyaan yang sarat makna, yang muncul karena keingintahuan yang begitu besar dari sahabat lainnya.

Ia menjawab, “Siapa yang dapat menjamin bahwa aku terhindar dari dosa-dosa besar sementara Iblis masih hidup, sedangkan Zat Pemilik hati bisa membolak-balikan hati ini seperti yang dikehendaki-Nya?.”
(Mawa’izh ash-shahabah, Shalih Ahmad al-Syami).

Saudaraku,
Dari pengalaman hidup dan jawaban Abu Hurairah ini dapat kita gali beberapa pelajaran berharga dalam hidup kita dan bisa kita jadikan kompas, yang menunjukan arah perjalanan hidup kita ke depan. Di antaranya:

  • Jika tingkat keshalihan pribadi kita semakin tinggi, maka rasa khauf kita kepada Zat yang memiliki siksa yang pedih juga semakin meningkat. Sebaliknya, tiada rasa takut akan siksa-Nya, bagi kita yang mengalami penurunan spiritual, ringkih semangat kita meraih surga, lemah keimanan kita dan telah sirna nilai penghambaan diri kepada-Nya.
  • Keimanan yang hidup seperti yang dimiliki Abu Hurairah r.a dan sahabat-sahabat Nabi s.a.w lainnya, telah mengalirkan rasa khauf yang teramat besar di dalam kalbunya. Lalu dari sinaran hati memantulkan rasa takut itu kepada lisannya, yang menjelma dalam lantunan do’a tulus kepada-Nya. Rasa khauf yang terekspresikan lewat tetesan air mata iman, terucap melalui do’a yang paling dekat untuk dikabulkan. Yakni di saat sujud.
  • Dosa-dosa besar, akan menyeret kita masuk ke dalam neraka Jahannam. Tiada terhapus dosa-dosa tersebut, melainkan dengan taubat dan istighfar. Abu Hurairah r.a, biasa beristighfar dalam sehari sebanyak 1000 kali. Di antara bentuk dosa besar yang disebutkan Abu Hurairah dalam do’anya adalah; zina, mencuri, mengingkari karunia Allah dan seterusnya.
  • Alasan Abu Hurairah merasa takut terpuruk ke dalam dosa-dosa besar adalah karena nenek moyang setan yaitu Iblis masih hidup dan akan terus hidup sampai tibanya hari kiamat. Semakin shalih seorang hamba, maka setan yang ditugasi Iblis untuk menggodanya juga semakin lihai dan beragam perangkapnya.
  • Memperbanyak do’a sewaktu sujud. Sebab sujud merupakan satu keadaan di mana seorang hamba paling rendah dan tunduk di hadapan-Nya. Itulah satu kondisi di mana do’a-do’a kita sangat dekat untuk dikabulkan.
  • Merasa aman dari makar (azab) Allah, merupakan bagian dari makar (tipu daya) setan terhadap kita, yang semestinya kita selalu mewaspadainya.
  • Diantara tanda-tanda kita merasa aman dari makar Allah adalah tidur kita tetap nyenyak dan bahkan mendengkur. Senyum sumringah tetap menghiasi wajah. Dada tetap lapang. Langkah tetap ringan diayunkan, padahal kita telah melakukan dosa-dosa besar, mengukir kekhilafan dan terus-menerus dalam keterpurukan.
  • Agar keshalihan kita terjaga dan kewaspadaan kita terhadap tipu muslihat setan terpelihara di sanubari kita, salah satu cara yang kita lakukan adalah bercermin kepada orang-orang shalih. Cermin yang bening itu, di antaranya adalah Abu Hurairah r.a. Dengan banyak bercermin kepada orang-orang shalih, insyaallah keshalihan kita akan semakin berwarna dalam hidup kita.

Saudaraku,
Mari kita selalu menyenandungkan do’a, agar Allah Rabb kita, menganugerahkan kepada kita rasa takut di hati kita terhadap azab-Nya yang pedih. Menjauhkan kita dari dosa-dosa besar dan kecil yang bisa menghambat kita masuk ke dalam surga-Nya. Amien. Wallahu a’lam bishawab.

(Manhajuna/GAA)

(Visited 711 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Manhajuna – Bulan rajab baru saja datang, dan berlalu tanpa terasa. Setelahnya adalah sya’ban, kemudian bulan …

2 Komentar

  1. abdurrahman isyam

    Assalamualaikum,
    Saya tertarik kpd kata kata penutup artikel ini yaitu:

    “Saudaraku,
    Mari kita selalu menyenandungkan do’a, agar Allah Rabb kita, menganugerahkan …..dst”

    Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimanakah cara yang benar dalam menyenandungkan do’a?
    Apakah ada contoh dari Rasulillah saw atau dari salafussholih kita?
    Apakah seperti yang disenandungkan di masjid masjid melalui pengeras suara menjelang azan maghrib dan shubuh?
    Orang orang di gereja pun bersenandung dalam doa mereka (bahkan lebih merdu dgn diiringi musik musik syahdu pula?) bolehkah kita tiru darinya kalau kita anggap baik?
    Apa hukumnya ber-karaoke dengan lagu lagu nasyid yang berlirik do’a do’a?

    Barakallahu fikum

    • Waalaikumsalam Wr. Wb. Maksud penulis dengan “menyenandungkan doa” di dalam artikel bukanlah lagu atau nasyid, di dalamnya tersirat makna yang sangat dalam. Penulis artikel ini adalah seorang ulama dan seorang sastrawan juga. Maka dari itu tulisan-tulisan beliau banyak menggunakan seni sastra. Terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *