Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam mentarbiyah para sahabatnya menjadi pribadi-pribadi yang luar biasa dengan izin Allah. Salah satu diantaranya yang paling dekat dengan beliau adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu.
Sungguh banyak kisah bagaimana Abu Bakar senantiasa menjadi yang terdepan dalam mendukung dakwah Nabi salalllahu ‘alayhi wa sallam.
Dan Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam pun sering kali menjadikan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai orang yang paling beliau andalkan.
Masih teringat tentunya dalam peristiwa Hijrah ke Madinah, Nabi salallahu ‘alayhi wa sallam memilih Abu Bakar radhiallahu ‘anhu sebagai orang yang beliau percaya untuk menemaninya di perjalanan.
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” QS. Al-Anfal (8): 30
Setelah Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam lolos dari rumahnya yang dikepung oleh kaum musyrikin Makkah yang ingin melakukan pembunuhan terhadap beliau, Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam berangkat menuju rumah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, dan keduanya lantas berangkat melalui pintu belakang bersama-sama meninggalkan Makkah secepatnya sebelum fajar menyingsing.
Nabi salallahu ‘alayhi wa sallam telah mengetahui bahwa orang-orang Quraisy akan berupaya keras untuk mengerjarnya dan jalan yang pertama kali akan disisir oleh mereka adalah jalan utama kota Madinah yang menuju ke arah utara. Oleh karena itu, beliau memilih jalan yang berlawan arah, yaitu jalan yang terletak di selatan Makkah, yang menuju ke arah Yaman. Beliau menempuh jalan ini sepanjang 5 mil, hingga akhirnya sampai ke sebuah bukit yang dikenal dengan banyak bebatuan. Kondisi ini membuat kaki Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam lecet (karena tanpa alas).
Ada riwayat yang menyebutkan, bahkan ketika berjalan di jalur tersebut, beliau bertumpu pada ujung-ujung kakinya agar jejak langkahnya tidak tampak, karenanya kedua kaki beliau menjadi lecet. Apa pun yang sebenarnya terjadi, yang jelas, beliau kemudian harus digendong oleh Abu Bakar ketika mencapai bukit. Dan Abu Bakar mulai memeganginya dengan kencang hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit yang dikemudian hari dikenal oleh sejarah dengan nama Gua Tsur.
Begitu tiba di gua, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, engkau jangan masuk dulu sebelum aku masuk; jika ada sesuatu di dalamnya, maka biarlah hanya aku yang mengalaminya. Kemudian dia masuk untuk menyapunya. Dan didapatinya di sisi gua tersebut ada beberapa lubang, maka dia pun menyobek kainnya dan menyumbatnya tetapi masih tinggal dua lubang lagi, lantas ditutupnya dengan kedua kakinya. Kemudian dia berkata kepada Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam, “Masuklah.” Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam pun masuk dan merebahkan kepalanya di pangkuannya lalu tertidur. Sementara kaki Abu Bakar yang dipergunakan untuk menyumbat lubang disengat (binatang berbisa) namun dia tidak bergeming sedikit pun karena khawatir membangunkan Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam. Kondisi ini membuat air matanya menetes hingga membasahi wajah Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam. Lalu beliau berkata kepadanya, “Ada apa denganmu, wahai Abu Bakar?”
“Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Aku telah disengat,” jawabnya.
Lantas Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam meludah kecil ke arah bekas sengatan tersebut sehingga apa yang dirasakannya hilang sama sekali.
“Kalau kamu tidak menolongnya, sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu) tatkala orang-orang kafir mengusirnya, sedang dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu dia berkata kepada sahabatnya, ‘Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya dan dikuatkan-Nya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah, sedangkan kalimah Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Perkasa dan Bijaksana.” QS. At-Tawbah (9): 40
Sumber: Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad salallahu ‘alayhi wa sallam dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir. Penulis: Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri. Penerjemah: Hanif Yahya, Lc. Penerbit: Darussalam.
(Manhajuna/IAN)