Oleh : Abu Kautsar
Sebagian ulama mengatakan bahwa Al-Quran terdiri dari tiga kandungan yaitu tauhid, kabar dan hukum-hukum. Dari tiga kandungan tersebut apabila diteliti semuanya bermuara ke masalah Tauhid. Kabar dalam Al-Quran tentang asma dan sifat Allah ini termasuk dalam tauhid. Sementara kabar yang menceritakan umat-umat terdahulu dengan para nabinya mengabarkan pertarungan seputar tauhid uluhiyah atau konsep ketuhanan. Kabar seputar hari kiamat, surga dan neraka termasuk dalam bagian tauhid. Sementara hukum-hukum masuk sebagai penyempurna tauhid.
Konsep ketuhanan atau dalam istilah Islam disebut Tauhid memiliki keistimewaan tersendiri, berbeda dari agama-agama sebelumnya. Dalam Islam, sebelum umatnya memahami cabang ilmu lainnya, terlebih dahulu haruslah memahami keesaan Allah SWT (rubbubiyah dan uluhiyahnya). Sebagaimana metode dakwah semua para Nabi dan Rasul ke setiap ummat dalam rangka mengesakan Allah SWT .
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan tidaklah kami utus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasannya tidak ada Tuhan yang berhak di sembah selain Aku maka sembahlah aku olehmu sekalian.” (QS. Al-Anbiya: 25)
Selama fase dakwah Makkah tiga belas tahun, Rasulullah saw fokus mengajak, mengajarkan dan menanamkan Tauhid kepada para sahabat Radiyallahu anhum. Belajar tauhid begitu panjang karena tauhid bukan hanya menuntut pada kemurnian dan ketaatan dalam beribadah, tetapi tauhid juga mempengaruhi sikap, karakter dan perilaku manusia secara keseluruhan. Fungsi tauhid juga terwujud dengan dengan hadirnya rasa takut, harap, cinta, merasa diawasi serta penyerahan diri kepada Allah.
Pemahaman dan realisasi Tauhid yang benar membuat sahabat agung Abdullah bin Hudzafah tetap konsisten pada pendirianya , ia tidak murtad sekalipun di tawari menikah dengan anak gadis dan ditawari sebagian kerajaan milik kaisar Romawi. Ia tidak goyah keyakinanya sekalipun ancaman akan di masukan kedalam minyak panas dan bergolak.
Apa yang membuat Nabi Ibrahim Alaihissalam sampai dibakar oleh raja Namrud? Karena Namrud merasa terancam dengan dakwahnya yang mengajak ke jalan Tauhid.
Kenapa api tidak mampu membakar jasadnya? Karena rasa tawwakalnya yang begitu tinggi kepada Allah sehingga Allah memerintahkan api yang membakarnya menjadi dingin dan padam.
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ 69
“Kami berfirman “wahai Api menjadi dinginlah dan menjadi ke selamatan bagi Ibrahim.” (QS. Al-Anbiya: 69)
Kisah pertentangan Nabi Musa Alaihissalam dengan Fira’un juga tidak lepas dari pertarungan ideologi dan konsep ketuhanan. Fir’aun melakukan penetrasi kepada nabi Musa agar mengakui dirinya sebagai Tuhan yang paling tinggi.
Sebab turunya surat Al-Kafirun menurut Ibnu Ishaq menyebutkan dari Ibnu Abbas setelah Alwalid bin Almughirah, Al’Ash bin wail, Alaswad bin Abdulmuthalib dan Ummayah bin Khalaf mendatangi Rasulullah SAW. Mereka menawarkan join dalam beribadah. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, “Mereka menawarkan kepada Rasulullah SAW secara bersama-sama dan bergantian dalam beribadah, setahun menyembah sesembahan mereka setahun kemudian menyembah Allah. Itupun kalau datang kebaikan untuk mereka”. Kemudian Allah SWT menurunkan surat ini dan setelah diturunkannya surat tersebut Rasulullah SAW sering membaca surat Al-Kafirun sebagai perlindungan agar terbebas dari kesyirikan sebagaiamna sabdanya:
اقرأ ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ﴾، ثم نَمْ على خاتمتها؛ فإنها براءة من الشرك
صحيح الترغيب والترهيب.
“Bacalah surat Alkafirun kemudian tidur setelah selesai membacanya sesungguhnya berlepas diri dari kesyirikan.” (Sahih At-Targib watarhib)
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW pernah ditawari kedudukan dan harta oleh kafir Quraisy dengan syarat berhenti mendakwahkan Tauhid. Namun, beliau tidak bergeming. Demikian pula dakwah pasca Hijrah, secara khusus kepada Ahli Taurat dan Injil terus dilakukan sebagaimana yang Allah perintahkan dalam kitabNya
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونً
“Katakanlah wahai ahli kitab Marilah kita berpegang teguh pada satu kalimat yang tidak ada perbedaan antara Kami dan kamu dan tidak kita sembah selain Allah serta tidak menyekutukannya dengan apapun, dan janganlah sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai Tuhan jika mereka berpaling maka katakan pada mereka saksikanlah bahwa kami termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran: 64)
Pertarungan dan penetrasi idelogi dan konsep ketuhanan era kenabian paling berat dibandingkan Nabi-Nabi sebelumnya karena fase Mekah berhadapan dengan kafir Quraisy, di Madinah dengan Yahudi dan di Jazirah Arab menghadapi kesesatan konsep ketuhanan kaum Nasrani.
Kisah tiga pemuda kahfi yang tertidur dalam gua selama ratusan tahun adalah karena mereka dikejar-kejar oleh penguasa yang kejam dan thagut yang mengajak menuhankan dirinya.
Kisah ashabulukhdud dalam surat Al-Buruj mengisahkan seorang pemuda yang konsisten dalam dakwah dan ibadahnya yang pada akhirnya sang penguasa ingin mengajaknya murtad, tapi ia tidak bergeming dengan ajakannya dan intimidasi kepada ketauhidan dan konsep ketuhanannya.
Munculnya para sahabat menjadi pemimpin di lembaga-lembaga pemerintahan membawa pribadi yang berkarakter penuh integritas dan konsisten dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa. Mereka tidak muncul tiba-tiba, melainkan melalui proses pendidikan dan pembentukan, panjang. Dan pelajaran pertama yang diterimanya dari Rasulullah SAW adalah tauhid karena diantara maksud dan tujuan Tauhid adalah agar seseorang memiliki rasa takut (Alkhouf), merasa di awasi (Almuraqabah) dan rasa cinta (almahabbah) kepada Allah SWT.
Korelasinya adalah Islam mengajarkan konsep ketuhanan tidak melalui perantara seperti agama-agama lain yang dalam beribadahnya melalui perantara benda seperti salib dan patung. Dan pertarungan ideologi dalam terminologi Al-Qur’an terkadang disebutkan antara haq dan bathil, antara hizbullah dan hizbusyaithan.
Akhir-akhir ini, banyak para pejabat publik dan politisi yang katanya agamis dan berintegritas serta berpendidikan tinggi, tiba-tiba tertangkap tangan kasus korups. Padahal secara materi berkecukupan. Ternyata kalau kita cermati mereka bermasalah dalam memahami dan meralisasikan tauhid, tidak punya rasa takut, tidak merasa diawasi oleh Àllah, tidak tertanam dalam hatinya rasa cinta yang mendalam kepada Tuhannya. Sementara manusia dan produk hukumnya masih mudah dikelabui dan diakali.
Maksud dan tujuan dari pemahaman Tauhid yang benar adalah agar seseorang bukan hanya memurnikan ibadah semata, tetapi juga berpengaruh akan sikap dan perilakunya dalam muamalah, sosial politik, ekonomi dan kepemimpinan. Siapapun ketika memegang amanah tidak punya pemahaman Tauhid dengan baik, maka akan mudah merumuskan kebijakan-kebijakan yang kurang berpihak kepada maslahat orang banyak, bahkan bisa sampai merumuskan kebijakan merugikan karena tidak adanya rasa takut, cinta dan diawasi oleh Allah Swt. Padahal sekian banyak fungsi Tauhid adalah sebagai pengontrol sikap dan perilaku seseorang dalam keadaan ramai atau sepi, dalam keadaan senang atau susah, sehingga doktrin keimanan dalam Islam adalah wajib mengimani enam rukun iman yang semuanya bersifat ghaib.
Wallah ‘alam bishowab
(Manhajuna/IAN)