Oleh: Dr. Hindun Al Qahthani
Alih bahasa: Muthahhir Arif
Sebuah pertanyaan penting yang harus kita jawab: Apa yang menjadikan kita umat Islam bereaksi terhadap wabah corona sementara di sisi lain kita melupakan secara menyeluruh pandangan kita terhadap Akhirat?
Kita melakukan solusi yang ditawarkan oleh manusia, namun kita mengabaikan solusi syariat dari langit dan sunnatullah dalam kehidupan ini!
Siapakah yang telah memalingkan kita untuk lebih memprioritaskan alat dan prasarana supaya sekedar dapat bertahan hidup bagaimanapun bentuknya?
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling serakah kepada kehidupan (di dunia). ” (QS. Al-Baqarah: 96)
Demikianlah dalam kalimat nakirah (umum), yang berarti bagaimanapun bentuk kehidupan itu, yang penting bisa kekal!
Mengapa pemahaman kita dan motivasi kita untuk melakukan tindakan preventif demi terjaganya kesehatan kita sedemikian rupa, sementara kita meremehkan tindakan preventif demi keselamatan agama kita?
Yang manakah dari keduanya yang lebih penting?
Dunia kita, atau Akhirat kita?
Atau kita bisa menjaga keduanya dengan cara yang diridhai oleh Allah SWT?
Alangkah tragisnya ketika -misalnya- kita tertular virus corona (laa qaddarallah?) yang berarti kehidupan kita rusak dan bisa berakhir dengan kematian.
Apakah kita memperhatikan poin terakhir dari kalimat tersebut di atas: “kematian”?
Apakah kita memperhatikan betapa sederhananya sesuatu yang kita takutkan itu? yaitu kematian!
Dan seperti apa perbandingan antara kematian itu dibanding kehidupan abadi di Akhirat? Dengan berbagai siksaan untuk orang kafir di neraka! atau kenikmatan Surga bagi orang beriman?!
Pada hari kiamat, kematian itu akan berwujud seperti seekor domba yang disembelih di atas dinding pembatas, lalu dikatakan tidak ada lagi kematian sesudah kekekalan ini!
Demi Allah, silakan jawab..
Dosa apa gerangan yang pantas mendapatkan siksa satu malam di neraka?
Bagaimana lagi kalau itu berhari-hari dan berbulan-bulan? Bagaimana kalau berabad-abad bahkan tak ada ujungnya?
Saat ini kita begitu panik dan sangat takut pada virus tersembunyi ini. Kita berusaha untuk menata ulang kehidupan kita demi melindungi diri dari virus itu, dan melakukan berbagai upaya antisipasi. Itu tentu bagus bahkan seharusnya.
Tapi mengapa akal kita tidak bisa melihat bagaimana kehidupan di akhirat nanti?
Mengapa kita tidak menata ulang hidup kita sebagai persiapan menuju tempat kembali yang hakiki, pembalasan yang hakiki, dan penutup kehidupan yang sesungguhnya?!
Seluruh dunia panik! Bandara-bandara membatalkan semua penerbangan, semua negara melakukan lockdown, lantaran takut menghadapi virus yang tak dapat dilihat dengan kasat mata ini!
Bagaimana dengan kita -yang lemah- akan berhadapan kelak dengan Tuhan sang pencipta kita?! pada pertemuan yang tidak akan dihadiri siapapun kecuali kita, sedang Allah Ta’ala ada di depan kita, seluruh saksi berada di belakang kita, dan para malaikat membawa catatan amal kita yang sangat terperinci, kita tidak akan menzalimi dan tidak akan dizalimi.
Ketaatan dan amal shaleh apa yang telah kita siapkan?
Berapa umur kita sekarang?
Dan kira-kira menurut kita, balasan apa yang pantas kita dapatkan atas dosa-dosa kita, kelalaian kita terhadap shalat, serta keberanian kita melakukan berbagai kemunkaran?
Tidakkah seharusnya kita melakukan introspeksi diri pada saat-saat seperti ini…mengingat kembali lembaran-lembaran amal kita yang baik dan yang buruk…selagi masih ada kesempatan!
Maka kemungkinan kita mati karena virus corona itu hanya 1 %
Tapi kemungkinan kita mati kapan saja, meski di tempat tidur dan tidak sakit, itu 100%..!!
Bersiaplah selalu ..
(Manhajuna/IAN)