Oleh: Thalal Al-Hassan
Alih Bahasa: Dr. Muzakkir M. Arif
Salah satu pemberian Allah yang paling besar kepada para hambaNya yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, ialah menjadi ahli do’a, menjadi orang yang paling banyak berdo’a, sangat rajin bermunajat kepada Allah, selalu merasa butuh untuk meminta kepada Allah.
Kesempurnaan nikmat Allah kepada hambaNya ialah bahwa ia termasuk orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Allah, tentang pemberianNya, tentang apa yang tidak diberikanNya.
Untuk memahami maksud dari pemahaman ini, mari kita simak apa yang disampaikan oleh seorang yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang Allah, berikut ini:
“Boleh jadi, Allah memberimu dengan cara tidak memberimu”.
“Boleh jadi, Allah tidak memberimu dengan cara memberimu”.
“Ketika Allah memberikan kepadamu pemahaman yang benar tentang apa yang diberikan oleh Allah dan apa yang ditahan oleh Allah, maka engkau akan memahami bahwa apa yang ditahan oleh Allah, itulah pemberian hakiki”.
Maksud dari semua ini ialah bahwa boleh jadi Allah memberikan kepada kita apa yang kita minta, berupa kebutuhan kebutuhan duniawi, tapi dalam waktu yang sama, Allah menahan kita untuk sampai kepada amal ibadah, yang jauh lebih baik, lebih mulia, lebih kekal, dari pada semua kenikmatan duniawi.
Sebaiknya, boleh jadi Allah menahan dari kita terwujudnya keinginan dan kebutuhan kita yang bersifat duniawi, tapi dalam waktu yang sama, boleh jadi Allah memberikan kepada kita banyak hal yang jauh lebih baik dari dunia, yaitu amal ibadah dan kebaikan. Itu lebih baik bagi kita di dunia dan di akhirat.
Sebagai orang yang beriman, kita sangat yakin bahwa:
– Setiap kali kita berdo’a, berarti kita meminta kepada Allah yang maha pemurah, sehingga tak ada satu pun kekuatan di bumi dan di langit, yang dapat mengalahkanNya, tapi seringkali Dia tidak memberikan apa yang kita minta kepadaNya, karena hikmah yang Dia kehendaki.
– Sesungguhnya Allah menunda untuk mengabulkan do’a kita, itu karena kasih sayang dan kelembutanNya pada banyak aspek lain yang lebih penting, yang seringkali tidak cepat kita memahaminya.
– Allah menunda untuk mengabulkan do’a kita atau tidak mengabulkannya di dunia ini, itu mendorong kepada banyak ibadah yang sangat penting, yang sangat dicintai oleh Allah. Ibadah ini jauh lebih baik dari pada dikabulkannya do’a kita.
Contoh:
– Menyambung do’a dengan do’a sambil merengek, merintih dalam berdo’a.
– Semakin khusyu’ dalam berdo’a, semakin merendah kepada Allah; dan membiasakan menangis dalam memohon kepadaNya.
– Semakin menghayati rasa takut kepada Allah dan rasa hina di hadapanNya.
– Semakin merasakan rasa butuh kepada Allah; rasa tergantung pada bantuanNya setiap saat.
– Menambah amal amal sunnah seperti shalat sunnah, shaum sunnah, sedekah, zikir, dst.
– Semakin menguatkan jiwa untuk bersabar dan menambah kesabaran dalam menerima semua ketentuan Allah dengan selalu bersangka baik kepada Allah.
Banyak lagi amal ibadah utama lainnya yang mungkin tidak kita optimalkan kalau Allah segera mengabulkan do’a do’a kita.
Banyak orang yang belum memahami hikmah ini. Belum merasakan kelembutan Allah pada do’a mereka yang belum dikabulkan. Mereka sangat bersedih, lalu mereka dibisik oleh syetan untuk berhenti berdo’a, meninggalkan amal ibadah, bersangka buruk kepada Allah, meragukan kasih sayang Allah, bahkan sampai marah kepada Allah. Inilah yang diinginkan oleh syetan.
Agar kita semakin paham tentang Allah dalam hal do’a, kita mesti memahami bahwa bentuk dikabulkannya do’a kita, itu tidak hanya sebatas pada terwujudnya apa yang kita minta kepada Allah secara khusus.
Penting untuk kita sadari bahwa satu kekeliruan besar kalau kita memahami bahwa ijabah do’a itu hanya sebatas ijabah apa yang kita minta dalam arti yang sempit.
Contoh: Ada yang meminta kepada Allah pekerjaan tertentu, atau jabatan tertentu, lalu itu tidak diberikan oleh Allah, tapi Allah memberikan yang lebih baik dari yang diminta itu.
Mungkin kita meminta kepada Allah harta benda tertentu seperti: Rumah, kendaraan, modal usaha, dsb, lalu itu belum dikabulkan oleh Allah, tapi Allah mengaruniakan kebahagiaan tanpa semua yang kita minta itu.
Kita tidak boleh menjadi hamba yang buruk, yaitu hamba yang mengukur kedekatannya dengan Allah sesuai dengan dikabulkannya do’a do’anya yang bersifat duniawi semata, lalu ia lupa pada pemberian Allah yang sangat besar sekali pada aspek iman dan amal ibadah. Itu bukan sifat hamba yang shaleh.
Kesimpulannya, kalau kita sudah sampai pada tingkat Ridha dengan Allah pada semua yang diberikan dan semua yang belum atau tidak diberikan oleh Allah, lalu kita semakin tawakkal kepada Allah, sungguh itu berarti bahwa Allah telah membuka untuk kita pintu ibadah yang amat sangat luas sekali; dan kita akan merasakan kelembutan kelembutan Allah yang tidak pernah terlintas di benak kita!!. Allahu Akbar!!.
Semoga Allah menuntun kita semua untuk sampai pada tingkatan iman yang semakin tinggi ini. Amin.
(Manhajuna/IAN)