Oleh: Ustadz Syauqi Al-Qadhi
Diterjemahkan oleh: Dr. Muzakkir M. Arif
Saya merasa bahwa saya -Alhamdulillah- orang yang selalu berbakti kepada Ayahku; dan saya tidak mengingat bahwa saya pernah mendurhakai beliau, dengan sengaja atau terpaksa.
Tapi hari ini, saya sangat menyesal, karena dulu, saat itu saya menawarkan bantuan kepada Ayah, beliau menolak dengan ucapan yang lembut: “Terima kasih Nak”.
Dulu, saya percaya ucapan itu dari Ayah, saya menerima penolakan Ayah itu, karena saya yakin bahwa kalau Ayah membutuhkan bantuanku, pasti ia ngomong padaku; dan atau menerima penawaranku kepada beliau.
Hari ini, setelah saya dewasa, setelah menjadi Ayah juga terhadap enam orang anak, akhirnya saya tahu “ketidak-jujuran” Ayah dan Ibu ketika mengatakan: “Terima kasih Nak”, saat mereka menolak tawaran bantuan dari anak anak mereka.
Hari ini, saya mengetahui “kebodohan” anak anak yang percaya begitu saja kepada Ayah dan Ibu mereka yang mengatakan: “Terima kasih Nak”, saat menolak penawaran bantuan mereka; dan memahami bahwa mereka benar benar tidak butuh bantuan putera puteri mereka.
Wahai para putera dan puteri.
Jangan percaya kepada para orang tua yang menolak tawaran bantuan kita dengan ucapan mereka: “Terima kasih”.
Mereka bilang begitu karena “mensucikan diri”, atau karena “menghargai” kondisi kita, atau “merasa berat” untuk membebani kita, atau “gengsi”, atau sebab yang lain. Karena itu, gembirakanlah mereka dengan bantuan kita, bakti kita, tanpa idzin dari mereka atau tanpa terlebih dulu menawarkan bantuan itu.
Dalam pepatah Yaman disebutkan: “Orang yang berbasa basi menawarkan bantuan, itu orang bakhil”. Kalau menawarkan bantuan kepada orang lain disebut sebagai orang bakhil, terlebih lagi kalau menawarkan bantuan kepada kedua orang tua! Itu adalah kebakhilan, kebodohan, bahkan bisa saja kehilangan banyak kebaikan karena tidak berbakti kepada kedua orang tua.
Sungguh, saya bersumpah dengan Nama Allah yang Agung, bahwa kedua orang tua kita sangat sangat sangat berbahagia sekali kalau kita membantu keduanya, atau memberikan hadiah kepada keduanya tanpa minta idzin, tanpa menawarkan itu sebelumnya.
(Kecuali kalau bantuan kita kepada keduanya akan merepotkan keduanya, atau berkaitan dengan hak saudara saudari kita yang lain, atau sesuatu yang mesti dimusyawarahkan terlebih dulu, maka seorang anak diwajibkan untuk meminta idzin dan bermusyawarah dengan saudara saudarinya sebelum membantu orang tua).
Keduanya akan sangat sangat sangat berbahagia sekali kalau kita mendahulukan keduanya, atau memuji keduanya, atau memuliakan keduanya, atau melibatkan keduanya dalam kesibukan kita, urusan urusan kita, aktifitas kita, walaupun hanya dengan bercerita tentang semua itu kepada keduanya, atau dengan meminta pendapat keduanya, mereka pasti sangat bahagia sekali, bahkan walaupun sekiranya keduanya dalam keadaan sedang sakit.
Semua ini adalah motivasi untuk memberikan bakti yang terbaik, tersuci, terlengkap, dari semua bentuk bakti dan kasih sayang kepada Ibu dan kepada Ayah.
Alangkah besar dosa anak yang durhaka kepada keduanya dengan kedurhakaan dalam bentuk apapun, dengan cara apapun. Mungkin ia agak telat mengerjakan apa yang diperintahkan oleh keduanya, atau mungkin ia telah mengambil sebagian dari hak hak keduanya, atau mungkin ia tidak peduli dengan ridha keduanya atau kemarahan keduanya, dengan alasan apapun. Atau mungkin ia jarang mengunjungi keduanya, tanpa udzur yang benar. Sungguh, semua ini adalah kedurhakaan yang sangat besar!!.
Karena itu,
Ayah, Maafkan Nanda!..
Ibu, Maafkan Nanda!..
Saat Ayah dan Ibu masih hidup, nanda menyesal, bertaubat, memohon maaf!!..
(ربّ ارحمهما كما ربياني صغيراً)
“Wahai Tuhanku, Rahmatilah keduanya karena keduanya telah menyayangiku sejak aku kecil”. Amin.
(Manhajuna/IAN)