Oleh: Ustadz Satria Hadi Lubis
Manhajuna.com – “JELASKAN kepada kami apakah kesabaran itu ada batasnya?” kata seorang murid kepada Abu Qubaisy dengan penuh minat.
Ketika membuka majelis taklimnya pagi itu, guru besar yang dihormati dan disegani para muridnya tersebut memang berbicara panjang lebar tentang kesabaran. Tapi ketika mendengar muridnya bertanya beliau tidak langsung menjawab. Beliau malah bercerita.
“Dikisahkan bahwa pada suatu saat Rasulullah SAW berjalan-jalan bersama Umar Ibn Khatthab. Di tengah jalan Sayyidina Umar diejek oleh sekelompok orang kafir Quraisy. Mendengar ejekan, celaan, dan cercaan yang tidak benar dan tidak pada tempatnya itu Umar hanya tertawa.
Rasulullah SAW yang berjalan di samping beliau pun tersenyum. Tetapi ketika ejekan itu kian menjadi-jadi, Umar Ibn Khatthab marah dan membalas ejekan dengan tantangan. Melihat hal tersebut Rasulullah bukan saja tidak lagi tersenyum melainkan juga meninggalkan Umar seorang diri. Umar pun bertanya-tanya tapi Rasulullah SAW telah jauh.
Beberapa waktu kemudian, ketika berjumpa lagi dengan Rasulullah SAW Umar bertanya tentang kepergian beliau. Kata Rasulullah, ketika diejek dan Umar tertawa, beliau melihat malaikat sibuk memindahkan ganjaran amal buruk Umar ke timbangan amal orang-orang yang mengejeknya. Sebaliknya, malaikat itu mengambil pahala dari neraca amal kebaikan orang-orang Quraisy tersebut dan menuangkannya ke neraca amal Umar. Tetapi ketika Umar membalas ejekan orang-orang kafir Quraisy tersebut, malaikat pun menghentikan aktivitas mereka. Karena merasa sedih, maka Rasulullah pun pergi menjauh,” kata guru besar itu menuturkan kisah dengan memikat sekali.
“Tapi apa hubungannya kisah itu dengan batas kesabaran yang saya tanyakan tadi Tuan?” tanya murid itu lagi di antara teman-temannya yang mengangguk kagum.
“Itu berarti kesabaran tidak ada batasnya. Karena ketika kesabaran Sayyidina Umar habis, malaikat pun menghentikan aktivitasnya menuang kebaikan ke neraca amal beliau. Sehingga Rasul pun tidak sampai hati melihatnya,” jelas seorang murid yang dibenarkan oleh Abu Qubaisy yang sekaligus menutup majelis taklimnya.
(Manhajuna/GAA)