Manhajuna.com – Kita seringkali begitu enteng menilai sebuah kegagalan sebagai ‘kegagalan’, lengkap dengan komentar-komentar yang meremehkan. Padahal, umumnya kegagalan terjadi setelah terwujudnya sebuah amal. Atau bahkan, kegagalan terjadi setelah teraihnya sekian langkah keberhasilan.
Contoh sederhana, sebuah kesebelasan sepakbola yang dikatakan gagal masuk final, atau gagal menjuarai kejuaraan piala dunia, atau seorang atlit yang dianggap gagal meraih emas di arena olympiade, lalu orang-orang dengan mudah mencibirnya. Sesungguhnya mereka telah melewati keberhasilan yang sangat jarang mampu dilewati oleh tim atau orang selevel mereka, apalagi orang yang bukan level mereka. Maka, meskipun raut kesedihan itu terbayang diwajah mereka karena kegagalan saat itu, sebetulnya mereka telah melewati sekian banyak kebahagiaan dari sekian panjang perjalanan hingga berhasil masuk dalam even bergengsi tersebut.
Agenda dakwah, jika dipandang dari sisi target-target yang diharapkan, sering berujung pada penilaian ‘gagal’, atau paling tidak, dinilai ‘tidak memuaskan atau belum sesuai harapan’. Hanya saja, kita sering hanya melihat dari satu sisi saja, padahal, banyak poin yang dapat diambil dari sebuah usaha yang belum mencapai target yang diharapkan. Jika kita perhatikan, dibalik apa yang dikatakan kegagalan pada sejumlah masyru‘ (proyek) dakwah pada level tertentu, sesungguhnya kita telah melewati sekian banyak capaian dakwah yang sekian puluh tahun lalu masih merupakan khayalan dan impian. Jika obyektif, Anda bisa jadi sulit menghitung banyaknya capaian-capaian dakwah yang cukup membanggakan jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Memang, sisi buram selalu saja ada dalam perjalanan dakwah dan tidak boleh pula diingkari. Hanya saja, jika ada sebagian orang begitu fasih menyebutkan satu persatu keburukan dalam agenda dakwah sehingga berpengaruh melemahkan langkah perjalanan, seharusnya kita lebih fasih lagi menyebutkan capaian-capaian dakwah yang dapat menyemangati langkah dalam perjalanan dan menerbitkan optimisme lebih besar.
Layak kita ingat, titik tekan dalam dakwah adalah ‘amal’ bukan ‘hasil’ (At-Taubah: 105). Sebab kalau titik tekannya adalah hasil, maka Nabi Nuh dapat dianggap ‘gagal’, karena cuma segelintir saja yang bersedia ikut beriman bersamanya setelah 950 tahun berdakwah, bahkan termasuk anak isterinya tidak ikut beriman. Nabi Zakaria juga dapat dianggap ‘gagal’ karena justeru dibunuh oleh kaumnya yang dia dakwahi. Ashahbul Ukhdud adalah kelompok yang ‘gagal’, karena perjuangan mereka berujung di kobaran api membara. Namun nyatanya, Allah mengabadikan mereka dalam barisan pioner dakwah yang menjadi inspirasi para dai berikutnya.
Maka, ketika seorang dai selalu berada dalam arena ‘amal’ dan ‘kerja nyata’ sesungguhnya itulah kebehasilannya dalam dakwah. Perkara hasil, itu wewenang Allah yang menetapkan kapan dan dimana dia diberikan. Sering terjadi dalam arena dakwah, kemenangan, Allah tentukan pada tempat dan waktu yang tidak diperkirakan. Namun yang pasti, Allah telah janjikan kemenangan bagi mereka yang berusaha dan beramal.
Yang pasti, kemenangan tidak akan Allah berikan kepada mereka yang tidak beramal. Juga yang pasti, orang yang berhasil, adalah orang yang pernah gagal dan orang gagal yang sesungguhnya adalah orang yang tidak pernah berusaha!
Kegagalan yang membuat kita terus bekerja dengan sabar untuk mencari peluang dan berharap kemenangan, jauh lebih mulia ketimbang kemenangan yang membuat kita sombong dan menghentikan langkah. Bisa jadi, kegagalan merupakan cara Allah agar kita terus berada dalam kebaikan dan kemuliaan beramal seraya terus bersandar kepada-Nya.
Maka, langkah ini tidak boleh berhenti. Tak kan surut kaki melangkah, begitu kata sebait syair nasyid. Medan amal begitu beragam dan luas terbentang menanti aksi kita. Sebab, surut melangkah karena sebuah agenda yang dianggap gagal, justeru lebih buruk dari kegagalan itu sendiri. Lebih buruk lagi dari itu adalah, mereka yang senang dan tersenyum puas melihat usaha dan amal saudaranya yang dia anggap gagal…!
Sumber: Pesan-pesan di Jalan Kehidupan, Abdullah Haidir, Murajaah Thariq Abdulaziz At-Tamimi, MA, Penerbit Kantor Dakwah Sulay, Riyadh, KSA
(Manhajuna/IAN)