Oleh: Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim, MA.
Selama ini, definisi ibadah yang masih sangat saya hafal adalah:
.الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
Ibadah itu sebuah terminologi yang mencakup apa saja yang dicinta dan diridhai Allah SWT, baik berupa ucapan ataupun perbuatan, yang lahiriah maupun yang batiniyah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Taimiyyah – rahimahullah – dalam salah satu kitabnya: Al-‘Ubudiyyah, hal. 44.
Bisa juga dilihat dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah (10/149), atau dalam Al-Fatawa al-Kubro (5/155).
Sedikit Intermezzo..
Saya ada pengalaman lucu. Sewaktu masih berstatus mahasiswa dahulu, salah seorang teman salah menyalin. Mungkin karena ia terbiasa belajar Nahwu dan Sharaf, dia menyalinnya demikian:
الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِدٌ
Ibadah adalah isim jamid dalam arti bukan isim mu’rob, isim yang harakat akhirnya bisa berubah karena posisi i’rab dari isim itu.
Kontak saja ruangan kelas menjadi hening sejenak, karena merasa ada yang aneh, lalu, spontan saja, meledaklah kelas itu dengan tawa…
Catatan:
Pembaca yang tidak ikut tertawa, ya nggak apa-apa,
Kalo teman yang saya maksud membaca tulisan ini, boleh tertawa ulang, he he he
——————
Kembali ke urusan definisi Ibadah…
Selagi saya membaca-baca kitab tafsir, karena untuk kepentingan mengajar, saya “kepethuk” atau “ketanggor” dengan “definisi baru” tentang ibadah (meskipun sebenarnya hanya berbeda ungkapannya saja dengan yang selama ini saya fahami)
Dikatakan dalam kitab ini sebagai berikut:
وَإِذَا نَظَرْنَا إِلَى تَعْرِيْفِ الْعِبَادَةِ: بِأَنَّهَا اَلطَّاعَةُ بِذُلٍّ، عَلِمْنَا أَنَّ الْعِبَادَةَ تَتَجَلَّى فِي الدُّعَاءِ فِيْ أَجْلَى صُوَرِهَا
Jika kita perhatikan tentang definisi Ibadah, yaitu ketaatan yang disertai dengan menghinakan diri, maka kita mengetahui bahwa ibadah dalam arti seperti ini tampak dalam bentuk dan rupa yang sangat jelas dalam berdo’a…
فَالطَّاعَةُ بِذُلٍّ أَوْ مِنْ غَيْرِ مُرَاجَعَةِ الْأَمْرِ وَلَا التَّفْكِيْرِ فِيْ مُعَارَضَتِهِ أَوْ مَنْطِقِيَّةِ سُؤَالِهِ وَطَلَبِهِ فَهِيَ هَذَا الدُّعَاءُ
Jadi, taat dengan menghinakan diri, atau tanpa mereview sebuah perintah, dan tanpa berfikir untuk menentangnya, atau tanpa berfikir untuk mereview kelogisan pertanyaan dan permintaannya, itulah berdo’a dalam arti beribadah.
Keterangan ini dapat dibaca di kitab: At-Tafsir al-Maudhu’i li Suwaril Qur’an al-Karim (6/582), yaitu saat menafsirkan Q.S. Ghafir: 60.
Semoga bermanfaat dunia akhirat, Aamiin.
(Manhajuna/GAA)