Oleh Ust. Fir’adi Nasrudin, Lc.
Saudaraku,
Saat kita merasakan lelah dalam mengarungi kehidupan
Saat kita rasakan hambar di majlis ilmu
Saat semangat kita redup untuk menambah ilmu pengetahuan
Saat kita resah berada di sekitar ahli ilmu
Saat kita tak bergairah untuk menularkan ilmu kepada orang lain
Saat kita malas untuk mengulang-ulang hafalan yang telah ada
Saat Allah terasa jauh dari kehidupan kita
Saat debu-debu syirik menempel di rumah-rumah kita
Saat lidah terasa kelu untuk berzikir dan memuji-Nya
Saat sinar petunjuknya tak menyinari kalbu kita
Saat kita futur dan lemah dalam mendaki puncak ubudiyah
Saat kita selalu sibuk dengan urusan dunia, karir dan pekerjaan kita
Saat akherat menjauh dan bahkan kita lupakan
Saudaraku,
Mungkin sudah saatnya kita mengenang kembali nasihat Ibnul Qayyim, agar kita mengevaluasi bekal kita menuju Allah. Bekal ilmu pengetahuan.
Ibnul Qayyim berkata,
“Dengan ilmu kita mengenal Allah dan mengabdi kepada-Nya.
Dengannya kita mengingat dan mentauhidkan-Nya.
Dengannya kita senantiasa memuji dan mengagungkan-Nya.
Dengannya para pendaki puncak ubudiyah selalu dalam petunjuk-Nya.
Di atas jalan ilmu, orang yang kembali akan sampai kepada-Nya.
Dari pintu ilmu, hamba-hamba-Nya masuk ke surga-Nya.
Mengulang-ulang ilmu yang pernah dikecap merupakan tasbih
Mengadakan penelitian tentangnya adalah jihad
Mencarinya adalah taqarrub kepada Allah
Menularkannya adalah sedekah
Mengkaji dan mengajarkannya setara dengan shiyam dan shalat malam
Kebutuhan manusia terhadapnya melebihi kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman.
(Madarijul salikin, Ibnul Qayyim).
Saudaraku,
Mari kita instrospeksi diri. Sudahkah kita layak menjadi bagian dari ahli ilmu? Penuntut ilmu? Yang mengajarkan ilmu? Atau seperti apa diri kita sekarang ini? Jawablah dengan kejujuran hati nurani. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 25 Agustus 2013
(AFS/Manhajuna)