Oleh: Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim, MA.
Manhajuna.com – Tersebut dalam hadits shahih muttafaqun ‘alaih (Bukhari [2333, 5974] dan Muslim [2743]), dari Ibnu Umar- radhiyallahu ‘anhuma – bahwa di zaman dahulu kala ada tiga orang yang terpaksa menginap di dalam goa karena kehujanan. Kemudian, tiba-tiba sebuah batu besar terguling, dan ternyata batu besar itu berhenti persis di mulut goa. Batu itu ternyata sangat besar, sehingga, tiga kekuatan fisik dan daya upaya mereka tidak mampu menggeser batu itu sedikitpun.
Singkat cerita, akhirnya mereka pun menggunakan kekuatan do’a untuk menyingkirkan batu besar itu. Walhasil bukan sembarang do’a. Namun, do’a dengan tawassul amal shalih dari masing-masing mereka yang mereka yakini sebagai amal shalih yang paling ikhlas.
Cerita yang ada dalam hadits ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi – rahimahullah – dalam kitab Riyadhush Shalihin, hadits no. 12 dalam bab Ikhlas.
Cerita ini mengajarkan banyak ibrah dan pelajaran penting, utamanya adalah bahwa sebuah “target” dan atau keinginan, dan atau cita-cita, yaitu dengan tersingkirnya batu besar yang menutupi mulut goa, tidak cukup hanya dengan kekuatan fisik mereka. Bahkan, penggunaan kekuatan fisik itu – saat itu – telah dianggap sia-sia dan tidak berguna.
Yang diyakini akan sangat berguna adalah Do’a. Namun, juga tidak sembarang dan asal do’a. Akan tetapi, do’a yang dilambari atau diroketi oleh suatu amal shalih. Istilahnya, do’a dengan tawassul amal shalih. Dan juga tidak sembarang amal shalih. Namun, amal shalih yang paling maksimal, paling hebat dan terlebih lagi…paling ikhlash karena Allah SWT. Tidak hanya itu saja, akan tetapi, amal shalih yang sangat luar biasa, yang sangat ikhlas dari tiga orang sekaligus, bukan hanya satu, atau dua orang saja.
Gabungan dari beberapa faktor dan sebab inilah yang menjadikan do’a mereka “mampu” merealisasikan “target” dan atau keinginan, dan atau cita-cita mereka, yaitu, dengan tersingkirnya batu besar yang menutupi mulut goa, jalan mereka hendak keluar dan pulang ke rumah masing-masing.
Ikhwati fillah…
Kita, secara kolektif dan bersama-sama (berjama’ah) mempunyai “target” yang tidak ringan dan tidak kecil. Keinginan dan cita-cita kita pun tidak lah sederhana. Untuk menggapai dan mencapai cita-cita itu, tidak cukup hanya dengan satu tenaga, dua dan bahkan tiga orang. Namun, diperlukan banyak sekali tenaga. Diperlukan adanya tenaga kolosal dan massal.
Juga diperlukan ketulusan dan keikhlasan dari semua tenaga yang dikerahkan. Harus ada pengerahan tenaga secara kolektif, kolosal dan massif, sebagaimana juga diperlukan adanya ketulusan dan keikhlasan yang bersifat kolektif, kolosal dan massif. Bukan hanya itu saja, diperlukan juga do’a dan permohonan kepada Allah SWT yang bersifat kolektif, kolosal dan massif pula.
“Batu target” yang menutupi “jalan keluar” “goa” kita tidak akan bergeser, kecuali dengan semua itu. Kita tidak akan menikmati “udara segar” “luar goa” setelah sempit dan sesaknya dalaman goa itu, kecuali jika masing-masing kita mempunyai “andalan” atau “gacoan” yang berupa amal shalih yang sangat tulus ikhlash.
Lalu, amal shalih nan tulus dan ikhlash itu, secara kolektif, bersama-sama, massal dan kolosal kita jadikan sebagai tawassul untuk mengantarkan permohonan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu, jangan sampai ada yang tidak terlibat, karena satu dan lain hal. Jangan sampai ada yang tidak berdo’a, karena satu dan lain hal. Dan jangan sampai ada yang tidak ikhlas, termasuk ketidak ikhlasan atas keterlibatan sebagian kita dalam kerja massif, kolosal dan bersama-sama itu.
Ya itu semua, karena “batu” itu terlalu besar, terlalu berat, dan terlalu kokoh untuk disingkirkan hanya oleh kekuatan fisik dan atau non fisik dari satu, dua atau tiga orang dari kita. Namun, semua dari kita harus bersatu padu.
Semoga Allah SWT berkenan menyingkirkan “batu besar” yang menghalangi jalan keluar kita itu, Aamiin.
(Manhajuna/GAA)