Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Haji dan Perubahan
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Haji dan Perubahan

Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Watak dasar kehidupan adalah adanya perubahan. Tidak ada perubahan, berarti tidak ada kehidupan. Namun, karena kehidupan yang kita harapkan bukan sekedar hidup, tetapi kehidupan yang bermakna, yang memberi nilai positif bagi diri kita dan orang lain, maka perubahan yang kita inginkan pun bukan sekedar perubahan, akan tetapi perubahan  yang juga memberikan nilai positif.

Di antara momentum yang paling berpengaruh bagi adanya perubahan ke arah yang lebih positif dalam kacamata Islam adalah ibadah haji.  Ini bukan semata banyaknya bukti empiris yang menunjukkan adanya orang-orang yang berubah setelah menunaikan ibadah haji, baik dengan bertobat atau semakin dekat dengan ajaran Islam, tetapi karena ibadah ini sendiri telah disetting sedemikian rupa agar menjadi sarana yang tepat untuk itu.

Mari kita perhatikan!

Dari segi kandungannya, ibadah ini mengandung semua unsur pokok yang terdapat dalam berbagai bentuk ibadah yang Allah ajarkan kepada kita. Disana sangat dituntut keikhlasan, gerak anggota badan, baik ucapan maupun perbuatan, keterkaitan dengan waktu dan tempat tertentu serta kemampuan fisik dan harta.

Maka, wajar kalau kemudian ibadah ini ditempatkan di urutan ‘pamungkas’ rukun Islam yang kita yakini tersebut. Seakan ini merupakan isyarat, bahwa semua faktor perubahan telah anda penuhi, maka tunggu apa lagi? Segeralah menunjukkan perubahan yang berarti, dengan semakin tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala.

Di sisi lain, dari segi semangat dan orientasi ibadah, haji –jika dilakukan dengan penuh penghayatan- memberikan inspirasi yang kuat bagi setiap muslim untuk menyadari bahwa ketergantungan dan ketundukannya kepada Allah adalah perkara mutlak yang tidak dapat ditawar, sekaligus itu merupakan fitrah kemanusiaannya. Kalau tidak, mengapa seorang muslim dapat dengan sukarela mengeluarkan uang berjuta-juta untuk sebuah ibadah yang penuh resiko dan tingkat keletihan yang sangat berat. Bahkan pada zaman sekarang, walaupun semua syarat harus dipenuhi dia harus sabar menunggu kalau belum masuk daftar sesuai kuota suatu daerah.

Ini juga memberi pesan bahwa jika hal-hal yang selama ini menghalangi seseorang untuk berubah menjadi lebih baik, banyak dipengaruhi oleh tuntutan duniawinya, Ibadah haji akan menyadarkannya bahwa tuntutan duniawinya tidak ada ‘apa-apanya’ dibanding tuntutan Allah Ta’ala. Maka dengan begitu, langkah-langkahnya menuju perubahan akan lebih ringan dan pasti.

Ada satu hal yang menarik dari para salafushshaleh, bagaimana mereka melihat ibadah haji dari sisi semangat yang terkandung di dalamnya, tidak semata sebagai ritual tahunan saja, tetapi sebagai momentum perubahan yang sangat agung.

Ketika di zaman Khalifah Umar bin Khattab hendak digagas penanggalan hijriah, sang Khalifah mengajak kalangan cerdik pandainya untuk bermusyawarah. Ketika hendak menentukan bulan apa yang akan dijadikan sebagai bulan pertama penanggalan hijriah, terjadi silang pendapat di antara mereka. Namun, akhirnya diambil kesepakatan untuk menjadikan bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriah.

Apa alasannya? Alasannya karena bulan sebelumnya adalah bulan Dzulhijjah, saat dimana kaum muslimin melaksanakan ibadah haji, sehingga pesannya adalah bahwa rangkaian ibadah pada tahun sebelumnya telah diselesaikan dengan ibadah haji sebagai puncaknya. Maka pada bulan berikutnya kaum muslimin seakan memulai lembaran baru, semangat baru dan energi baru untuk mengemban tugas-tugas penghambaan dari Allah Ta’ala. Tentu dengan semangat perubahan ke arah yang lebih baik.

Maka, seorang jamaah haji, hendaknya mampu menangkap semangat perubahan yang terkandung dalam ibadah haji. Aqidahnya berubah semakin mantap dan jauh dari nilai-nilai syirik, ibadahnya berubah semakin tertib dan berkualitas, akhlaknya berubah semakin terjaga dan terarah. Begitupula dengan semua aspek kehidupan yang  lain. Sekaligus hal tersebut sebagai indikasi paling nyata atas mabrur-nya haji seseorang.

Allahummaj’al hajjanaa hajjan mabruuran, wa sa’yan masykuuran, wa tijaaratan lan tabuur….

Wallahua’lam.

(Manhajuna/IAN)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.
(Visited 723 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Natal Dan Toleransi

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Membaur, akrab, tolong menolong dalam bermasyarakat walau beda agama, tapi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *