Oleh: Ustadz Mudzoffar Jufri, MA
Manhajuna – Dalam fikih interaksi dan hubungan sosial, sikap saling memahami antar sesama adalah sebuah keniscayaan. Disamping wajib memahami orang lain, tentu saja setiap kita juga ingin dan suka bila dipahami oleh orang lain. Nah, jika ingin dipahami, maka masing-masing kita berkewajiban untuk membantu orang lain agar mudah memahaminya. Dan itu tak lain dengan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang memang mudah untuk dipahami dengan baik oleh siapapun.
Sungguh merupakan sebuah egoisme terburuk dan kenaifan paling tak logis, saat seseorang hanya asyik dengan alam pikiran dan pola pikirnya sendiri saja, serta abai dan tak peduli terhadap alam pikiran atau pola pikir orang lain. Karena dengan demikian, berarti ia telah menjadikan dirinya sesosok pribadi yang paling sulit untuk dipahami. Dan tentu itu sangat kontradiktif dengan keinginannya untuk selalu dipahami.
Maka cara terbaik agar mudah dipahami, adalah justru dengan membiasakan diri memahami orang lain dan berpikir sesuai dengan pola pikir mereka. Ketika kita telah terbiasa dengan pola pikir logis seperti itu, maka akan tiba saatnya dimana orang lain tidak hanya mudah memahami alur pikiran kita dan menerima setiap buahnya, melainkan mereka justru selalu menunggu-nunggunya dengan penuh antusias, dan berterima kasih karena telah dibantu berpikir, serta menganggap setiap pemikiran kita itu sebenarnya adalah pemikiran mereka pula!
(Manhajuna/GAA)