Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.
Iman adalah karunia terbesar yang Allah berikan kepada seorang hamba. Dialah kunci utama kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka, merawat keimanan yang telah Allah tancapkan di dada kita, mestinya merupakan bagian terpenting dalam agenda kehidupan. Jika seseorang merasa penting untuk merawat sesuatu yang dia anggap berharga dalam hidupnya, maka terhadap keimanan mestinya lebih dari itu. Karena, baik atau tidaknya kualitas iman kita, berbanding lurus dengan baik atau tidaknya kualitas hidup kita.
Apalagi jika kita memahami, bahwa iman bukanlah sesuatu yang bersifat statis, mati dan tidak berubah-ubah. Tapi iman adalah sesuatu yang sangat dinamis, berubah-ubah, naik turun, dapat bersih bak pualam atau gelap seperti bayang di tengah malam. Itu semua sangat terkait dengan seberapa besar perhatian kita terhadap keimanan yang kita miliki.
Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ فَاسْأَلُوا الله أَنْ يُجَدِّدَ الإِيمَانَ فِي قُلُوبِكُمْ (رواه الحاكم)
“Sesungguhnya keimanan akan lapuk dalam diri kalian, sebagaimana lapuknya baju. Mohonlah kepada Allah agar Dia selalu memperbaharui keimanan dalam hati kalian.” (HR. Hakim)
Berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ ini, maka hal yang sangat urgen (penting) kita lakukan adalah selalu merenovasi atau memperbarui keimanan (tajdidul iman) agar tampak fresh, segar, dan memberikan energi positif dalam menapaki kehidupan.
Hal pertama yang dapat kita lakukan sebagaimana pesan Rasulullah ﷺ di atas adalah banyak berdoa dengan khusyu dan sungguh-sungguh, memohon kepada Allah Ta’ala agar selalu meneguhkan keimanan kita. Karenanya, di antara doa yang banyak dibaca Rasulullah ﷺ adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ (رواه الترمذي)
“Wahai yang membolak balikkan hati, tetapkan hatiku dalam agamamu.” (HR. Tirmizi)
Selanjutnya hendaknya kita rajin menyiram hati yang menjadi wadah keimanan dengan siraman zikir, termasuk di dalamnya tilawatil quran. Sebab dia merupakan penenang hati dan pelipur lara yang paling ampuh. Jika hati telah tenang, maka keimanan akan nyaman dan sehat.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (سورة الرعد: ٢٨)
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat (zikir) kepada Allah.” (QS. Ar-Ra’d: 28)
Hal lain lagi yang penting dilakukan untuk memperbarui keimanan adalah menghadiri majelis ilmu. Dengan menghadiri majelis ilmu, banyak yang dapat kita raih untuk memperbarui keimanan kita.
Di antaranya kita akan selalu mendapatkan nasehat. Walaupun kadang dengan tema yang sama, seperti nasehat tentang shalat, namun nasehat yang terus menerus kita terima pada akhirnya akan mampu memperbarui keimanan kita.
Lalu dengan ilmu yang kita dapatkan, maka kita akan dapat menangkal setiap syubhat atau fitnah yang dapat melemahkan keimanan. Betapa banyak orang yang keimanannya lemah karena syubhat-syubhat atau teori-teori sesat yang dia terima karena tidak memiliki ilmu yang cukup.
Begitupun dengan hadir di majelis ilmu, kita akan bertemu dengan saudara-saudara kita seiman yang sama-sama ingin memperbaiki keimanannya. Kebersamaan ini memberikan pengaruh yang tidak sedikit untuk memperbarui keimanan. Karena itu dikatakan,
الْمُؤْمِنُ ضَعِيفٌ بِنَفْسِهِ قَوِيٌّ بِغَيْرِهِ
“Seorang mukmin lemah jika hanya bersama dirinya, tapi akan kuat jika bersama selainnya.”
Karena pentingnya majelis, maka Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan kita untuk aktif di dalamnya dengan berbagai penyemangat yang beliau sampaikan. Makanya, hal ini menjadi bagian dari ‘tradisi’ para shahabat untuk berkumpul satu sama lain demi menyegarkan keimanannya. Terkenal ungkapan di tengah para shahabat,
إِجْلِسُوا بِنَا نَزْدَدُ إِيْمَاناً
“Mari kita duduk bersama untuk menambah keimanan.”
Perkara lain yang dapat memperbarui keimanan adalah merawat ibadah, baik yang fardhu dan sunah dan pada saat yang bersamaan menjauhi perbuatan munkar dan maksiat. Sebab ibadah pada hakikatnya bukan hanya menjanjikan pahala dari Allah Ta’ala. Tapi dia dapat berfungsi menjadi semacam energi kehidupan yang membuatnya akan selalu segar dan fit. Meninggalkan atau mengabaikan ibadah, sama artinya kita mengabaikan keimanan yang telah Allah berikan. Ibarat tanaman yang tidak pernah disiram. Sebaliknya dengan maksiat, dia bukan hanya mendapatkan ancaman dosa, akan tetapi berdampak buruk bagi kesehatan jiwa. Dirinya akan semakin malas dan berat dalam menyambut seruan Allah dan akhirnya membuat hidupnya tak tentu arah. Akibat yang paling berbahaya adalah keimanannya yang akan terancam.
Semoga kita selalu mendapat taufiq dari Allah Ta’ala untuk selalu menyadari betapa pentingnya bagi kita merawat keimanan kita, setiap hari, setiap saat, setiap desah nafas kita…
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا اْلإِيْمَانَ وَ زَيِّنْهُ فِي قُلُوبِنَا وَ كَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَ الْفُسُوقَ وَ الْعِصْيَانَ وَ اجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِينَ
“Ya Allah, berilah kami kecintaan terhadap iman dan hiasilah hati kami dengannya. Jadikanlah kami benci dengan kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk.”
Wallahu ta’ala a’lam.
Sumber: Buku Pesan-pesan di Jalan Kehidupan, Abdullah Haidir, Murajaah Thariq Abdulaziz At-Tamimi, MA, Penerbit Kantor Dakwah Sulay, Riyadh, KSA
(Manhajuna/IAN)