Manhajuna – Ada beberapa ibu yang bangga ketika anaknya di usia 6-7 bulan sudah bisa berdiri, bahkan berjalan. Si kecil bisa berjalan lebih dini tanpa melalui tahap merangkak? Jangan bangga dulu, karena menganggap itu sebagai tanda bahwa tumbuh kembang si kecil tergolong pesat. Sadari bahwa melewatkan tahap merangkak justru bisa berdampak buruk di kemudian hari! ”Dampak itu muncul saat anak memasuki usia bangku sekolah dasar. Seperti, anak jadi susah konsentrasi, kurang fokus, tulisan tangannya jelek, gampang jatuh, konvergensi mata kurang bagus, serta koordinasi mata dan tangannya kurang bagus,” ujar pakar stimulasi anak dari Pusat Stimulasi Anak Glenn Doman, Jakarta, Irene F Mongkar kepada Nyata.
Beberapa poin penting terkait perlunya bayi melewati fase merangkak adalah :
Melatih Keseimbangan Tubuh Anak
Saat bayi merangkak maka seluruh tubuh bayi ikut bergerak. Coba ibu perhatikan, ketika bayi mulai belajar merangkak, bayi harus menggunakan tangan dan kakinya untuk bergerak dan berpindah tempat. Merangkak juga memperkuat otot-otot bahu, lengan, kaki dan tangan karena bayi harus bisa menggerakkan tangan dan kaki secara bersamaan untuk berpindah tempat. Bayi pun harus mempertahankan posisi tubuhnya agar tidak terjatuh, kan? Nah di saat itulah, bayi melatih keseimbangan kaki dan tangannya dan tentu saja mengasah motorik halusnya.
Mengasah Kemampuan Visual Anak
Mungkin kamu nggak pernah menduga, kalau merangkak sangat diperlukan seorang anak untuk mendukung kemampuan membaca dan menulis. Kok bisa ya? Karena saat merangkak dari satu tempat ke tempat lain, bayi mengembangkan keterampilan visualnya dengan menggunakan kedua mata untuk melihat ke depan. Jarak penglihatan bayi saat merangkak akan merangsang bayi untuk berkonsentrasi dengan kedua matanya. Nah, penyesuain jarak penglihatan dengan proses bayi menggerakkan kaki dan tangan, akan melatih otot-otot mata dan meningkatkan kemampuan penglihatan binokular, yang mengharuskan kedua mata bayi digunakan bersamaan.
Meningkatkan Rasa Percaya Diri
Saat bayi merangkak, bayi juga belajar untuk mengalahkan rasa takut dari ketinggian. Merangkak juga membantu bayi untuk lebih percaya diri. Pengalaman yang dirasakan bayi saat merangkak, secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi kemampuannya emosionalnya, termasuk ketika bayi harus terjatuh saat merangkak, bayi akan menangis sebagai ekspresi dari perasaannya dan kemudian kembali berusaha untuk bisa merangkak kembali.
Melatih Kerjasama Kerja Otak
Ketika bayi merangkak, maka secara tidak langsung merangsang otak kiri dan otak kanan untuk bisa bekerjasama. Tindakan ini disebut integrasi lintas-lateral, dan membangun landasan untuk keterampilan yang memerlukan koordinasi motorik. Saat bayi merangkak, maka bayi akan dilatih untuk bisa mengkoordinasikan tangan dan kaki saat bergerak serta tetap konsentrasi untuk fokus ke depan saat berpindah tempat.
Secara fisik, manfaat merangkak adalah :
– Keseimbangan
Saat merangkak, bayi akan belajar koordinasi gerak tangan dan kaki. Merangkak akan berjalan dengan baik kalau tangan kanan dan kaki kiri maju. Bukan kaki kanan dan tangan kanan.
Belajar koordinasi itu akan melatih otak menjaga keseimbangan, yang nantinya akan berguna pada kemampuan jalan dan lari. Keseimbangan juga bermanfaat untuk kesadaran diri.
”Anak yang keseimbangannya baik, saat jatuh akan berada pada posisi benar, sehingga terhindari dari akibat fatal. Jadi, otaknya dilatih untuk sadar diri. Begitu ada sesuatu yang ’menghantamnya’, anak bisa refleks bergerak dengan cukup baik, karena kesimbangannya matang,” beber Irene.
– Kemampuan Konvergensi
Anak yang tidak melalui tahap merangkak, gerakan konvergensi (pemusatan pandangan)-nya akan terganggu, sehingga penglihatannya jadi buram, letih, atau nyeri kepala, sehingga tidak suka membaca. Sebab, hanya membaca beberapa waktu saja tulisan yang dibacanya akan tampak goyang, buram, dan akhirnya membuatnya pusing.
– Koordinasi Mata-Tangan
Anak-anak yang tidak merangkak akan kesulitan melakukan gerakan yang memerlukan koordinasi antara mata dengan tangan. Misalnya, mengancingkan baju. Sebab, anak akan melihat lubang kancing dan kancingnya dua, sehingga bingung mana akan masuk ke lubang mana. ”Itu karena konvergensi matanya kurang bagus,” ujar Irene.
– Melatih Tiga Dimensi
Dengan merangkak, bayi akan melatih kemampuan melihat segala sesuatunya secara tiga dimensi. Misalnya, saat berjalan dan ada lubang di depannya, tanpa perlu melihat dengan jelas dari dekat, anak akan langsung tahu dan berupaya menghindarinya.
– Melatih Lengan
Merangkak akan melatih lengan bayi, sehingga menjadi lebih kuat. Itu akan membantunya belajar menulis.”Dibutuhkan lengan yang kuat saat menulis, untuk menekan pensil di atas kertas. Bila tekanannya tidak kuat, tulisan akan mengambang, sehingga sulit dibaca,” ujar Irene.
– Melatih Otak
Merangkak akan meningkatkan kemampuan berpikir otak kiri dan kanan, untuk menyiapkan diri masuk ke tahap perkembangan selanjutnya.
STIMULASI
Bayi mulai masuk tahap merangkak pada usia 6-7 bulan. Tapi, itu juga bergantung pada stimulasi atau rangsangan yang diberikan orangtua. Merangkak dimulai dengan gerakan merayap, yaitu gerakan menggeserkan tubuh dengan bertumpu pada perut.
Untuk itu, Irene menyarankan agar bayi ditengkurapkan di permukaan yang tidak terlalu empuk atau cukup keras namun tidak membuat bayi sakit bisa terbentur, dan ruangan yang cukup hangat. ”Bila diberi sarana yang cukup baik untuk merayap, bayi akan merangkak lebih cepat,” ujarnya. Selain itu, lakukan stimulasi agar bayi bisa melalui tahapan merangkak dengan baik, seperti:
– Tempatkan di Ruang Cukup Luas
Biarkan bayi berada di ruangan yang cukup luas agar bebas merangkak. Masalahnya, seringkali kesempatan itu tidak ada, sehingga anak tidak leluasa merangkak. ”Ketika anak duduk dan baru merangkak dua-tiga langkah, sudah bertemu kaki meja atau kursi, sehingga ia langsung berpegangan untuk berdiri. Itulah yang membuat anak melewatkan tahap atau fase merangkak,” terang Irene.
– Beri Motivasi
Orangtua harus terlibat saat bayi belajar merangkak. Misalnya, dengan memotivasi dengan mengajak bayi bermain dan mengajari cara merangkak yang benar. ”Bila merayapnya sudah bagus, biasanya bayi akan lebih mudah merangkak,” kata Irene.
Tahap merangkak biasanya dimulai dengan ongkong-ongkong, kemudian mulailah merangkak. Yang harus diperhatikan, merangkak tidak hanya berarti bayi berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tapi, gerakan itu harus benar, yaitu saat tangan kanan bergerak ke depan harus diikuti kaki kiri yang bergerak maju. Begitu sebaliknya. ”Itu menunjukkan koordinasi otak yang baik,” tandasnya. Dan, yang perlu disadari, merangkak tidak hanya berarti bayi berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tapi gerakan itu harus terus meningkat. ”Jadi, saat merangkak, bayi perlu dilatih di berbagai permukaan, baik tinggi, rendah, atau miring, sehingga ia bisa merangkak di berbagai dasar,” ujar Irene. ”Selain itu, orangtua juga perlu melatih kesadaran atau awareness-nya. Misalnya, dengan menyenggol sedikit pantatnya. Kalau ia aware, saat kehilangan keseimbangan bayi akan segera balik lagi,” imbuhnya.
Bagaimana bila gerakan bayi merangkak tidak maju tetapi mundur? Menurut Irene, itu menunjukkan adanya masalah pada otak bayi. Karena itu, orangtua harus membantu agar bayi belajar merangkak maju. Misalnya, orangtua bisa berada pada posisi merangkak, kemudian anak diletakkan di bawah tubuhnya. Selanjutnya, orangtua merangkak maju, sehingga anak akan bergerak mengikuti. Atau, meletakkan mainan favorit di depan anak agar anak bergerak maju dalam posisi merangkak. ”Usahakan tidak terlalu jauh. Cukup posisikan mainannya di tempat yang mudah dijangkau oleh tangan bayi. Sebab, perjuangan untuk meraih mainan bisa membuat bayi frustrasi,” ujarnya mengingatkan. (Manhajuna/FM)
sumber: nyata.co.id, fimela.com