Oleh: Syaikh Abdul Aziz Ath-Tharifi -hafizhahullah-
Alih bahasa: Muthahhir Arif
• Ramadhan adalah bulan yang termulia, dan agar semangat tidak menurun sampai pada penghujung Ramadhan, maka Allah menjadikan akhirnya lebih utama daripada awalnya. Orang yang terhalangi untuk mendapatkan kebaikan akan menyia-nyiakannya, sedang orang yang dirahmati senantiasa mengoptimalkannya.
• Allah menjadikan akhir Ramadhan itu lebih utama daripada awalnya, karena jiwa seseorang itu cenderung kuat di permulaan namun lemah di penghujungnya. Maka orang beriman itu senantiasa bertahan, dan orang munafik itu berguguran. Kadar iman menentukan keteguhan seseorang.
• Orang yang lalai di awal Ramadhan tapi bersungguh-sungguh di akhir-akhir Ramadhan lebih baik daripada bersungguh-sungguh di awal lalu lalai di akhirnya, sebagaimana hadits berbunyi: “Sesungguhnya amalan-amalan seorang hamba itu tergantung pada amalan-amalan penutupnya.”
• Sepuluh terakhir Ramadhan lebih sutama daripada dua puluh hari sebelumnya secara keseluruhan, dan itu lebih baik daripada selainnya. Semua amal shaleh itu dimuliakan maka pada sepuluh terakhir lebih besar lagi kemuliannya. Amal kecil padanya dihitung sebagai amal yang besar dalam timbangan kebaikan.
• Amal yang paling utama pada Lailatul Qadar dan malam-malam sepuluh terakhir adalah shalat, tilawah Qur’an, dan doa. Maka cara yang terbaik adalah menggabungkan ketiganya, yaitu memanjangkan shalat malam dengan bacaan Al-Qur’an, dan berlama-lama sujud dengan doa.
• Menghidupkan seluruh malam di sepuluh terakhir dengan shalat adalah tuntunan Nabi SAW.
Aisyah RA berkata:_ “Nabi SAW itu menggabungkan antara shalat dan tidur pada dua puluh malam pertama Ramadhan, dan jika memasuki sepuluh malam terakhir beliau lebih bersungguh-sungguh dan mengencangkan ikat pinggangnya”.
• Nabi SAW fokus beribadah pada sepuluh terakhir dengan cara beri’tikaf, padahal beliau adalah pemimpin negara, yang bimbingannya senantiasa dibutuhkan oleh ummat, hal itu menunjukkan bahwa menunda kemaslahatan umum lebih beliau utamakan demi meraih keutamaan sepuluh terakhir Ramadhan.
• Barangsiapa yang tidak sanggup untuk beri’tikaf di sepuluh terakhir, maka hendaklah ia beri’tikaf pada malam-malam ganjilnya saja, dan jikapun tidak sanggup, maka hendaknya ia beri’tikaf pada malam ke dua puluh tujuh saja, dan jika tidak sanggup juga maka beri’tikaflah walaupun hanya 1 jam.
Seorang sahabat Nabi, Ya’la bin Umaiyyah RA pernah beritikaf hanya dalam satu jam.
(Manhajuna/IAN)