Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kajian / Hadist / Larangan Bid’ah Dalam Agama
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Larangan Bid’ah Dalam Agama

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ؛ أُمِّ عَبْدِ اللهِ؛ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ الله ﷺ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

رواه البخاري ومسلم، وفي رواية لمسلم: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Kosa kata

أحدث   : Mengada-ada   ردٌّ   : Tertolak

Terjemah hadits

Dari Ummul Mukminin; Ummu Abdillah; Aisyah radhial-lahuanha dia berkata, “Rasulullah salallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengada-ada dalam perkara (agama dan syariat) kami ini yang tidak bersumber darinya, maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim) [1]

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

“Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalannya tertolak.”

Kedudukan Hadits

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam Islam, karena secara jelas menolak semua bentuk bid’ah….. Hadits ini layak dipelihara dan digunakan untuk memerangi kemungkaran serta hendaknya sering dijadikan sebagai rujukan.” [2]

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan pokok Islam yang sangat agung, karena jika hadits ‘Innamal A’maalu binniyyaat (amal perbuatan tergantung niatnya)’ merupakan standar amal dalam aspek batin, maka hadits ini merupakan standar amal dalam aspek zahir.” [3]

Pemahaman Hadits

Kata رد dalam hadits ini sama artinya dengan kata مردود (tertolak), maksudnya perbuatan tersebut batil dan tidak dianggap.

Riwayat kedua hadits ini من عمل… (Siapa yang melakukan…) dapat berfungsi menutup seluruh celah perbuatan bid’ah. Sebab jika berdasarkan hadits pertama… من أحدث, (Siapa yang mengada-ada…) akan ada yang beralasan bahwa saya tidak mengada-ada, saya hanya ikut perbuatan yang telah dilakukan orang sebelum saya, maka riwayat kedua dapat dijadikan sebagai jawabannya, “Siapa yang melakukan suatu perbuatan…”

Maksudnya, bahwa perbuatan bid’ah, baik pelakunya yang menciptakannya atau orang lain yang lebih dahulu melakukannya, tetap tidak boleh dilakukan.” [4]

Pelajaran yang Terkandung dalam Hadits

  • Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil syar’i tidak akan diterima, meskipun dilakukan dengan ikhlas ataupun hati merasa cocok melakukannya.
  • Larangan berbuat bid’ah adalah bersumber dari syari’at.
  • Hadits ini merupakan dalil bahwa ibadah harus memenuhi syarat ittiba’ (sesuai dengan petunjuk syariat) selain ikhlas yang ditunjukkan oleh hadits pertama dalam kitab ini.
  • Isyarat untuk tidak bersikap ghuluw (berlebih-lebihan dalam agama) dan Ibtida’ (mengada-adakan sesuatu tanpa dalil).
  • Agama Islam adalah agama yang sempurna tidak ada kurangnya. Melakukan bid’ah secara tidak langsung menuduh bahwa ajaran Islam masih memiliki kekurangan sehingga perlu ditambah.
  • Hadits ini secara tersirat mendorong setiap muslim untuk selalu berupaya memahami ajaran agamanya, agar dia mengetahui landasan syariat atas setiap ibadah yang dia lakukan dan dapat membedakan antara ibadah dan bid’ah.

Tema Hadits dan Ayat Al-Quran yang Terkait

– Kesempurnaan Islam : Al-Ma’idah (5): 3, Al-Baqarah (2): 208
– Larangan bid’ah : Al-Hadid (57): 27, Al-Isra’ (17): 36
– Mempelajari Agama : An-Nahl (16): 43, ‘Abasa (80): 1-10

Catatan Kaki:

  1. Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shulhu, no. 2697, Shahih Muslim, kitab Al-Uqdhiyah, no. 1718
  2. Syarh Muslim, 12/16
  3. Jami al-Ulum wal Hikam, hal. 107
  4. Syarah Muslim, 12/16

Sumber: Kajian Hadits Arba’in Nawawiyah, Imam An-Nawawi, Penyusun Abdullah Haidir, di Muraja’ah DR. Muinudinillah Basri, MA Fir’adi Nashruddin, Lc. Penerbit Kantor Dakwah Sulay Riyadh

(Manhajuna/IAN)

(Visited 1.759 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Natal Dan Toleransi

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Membaur, akrab, tolong menolong dalam bermasyarakat walau beda agama, tapi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *