Sebuah pandangan, ketika masih bersifat umum atau global jangan keburu diambil sebagai patokan. Dalam kondisi seperti ini, hendaknya diperhatikan pemikiran dan sepak terjang orang yang mengusungnya. Karena pada hakekatnya sebuah pandangan tak dapat dilepaskan dari konstruksi pemikiran dan sikap seseorang secara utuh terhadap sebuah perkara. Dari sinilah sebuah pandangan dapat dinilai, setidaknya dinilai kemana arah tujuannya.
Boleh jadi sebuah pandangan terkesan benar dan bagus, namun jika ternyata penggagas dan pengusungnya adalah orang-orang yang memiliki paham sesat, maka pandangan tersebut layak diwaspadai, boleh jadi di dalamnya mengandung kebatilan yang dibungkus dengan nilai-nilai kebaikan. Hal mana dinyatakan oleh Ali bin Abi Thalib dengan ungkapan;
كَلِمَةُ حَقٍّ أُرِيدَ بِهِ الْبَاطِلُ
“Kalimat yang hak, namun yang dinginkan adalah kebatilan.”
Dalam hal ini, kredo yang sering dinyatakan; ‘Lihatlah perkataannya, jangan lihat siapa yang berkata’, tidak selamanya benar. Yang lebih menjamin adalah; ‘Lihatlah perkataannya, lihat pula siapa yang berkata’.
Beberapa kasus dapat dijadikan contoh. Misalnya, ajaran ‘Cinta Ahlul Bait’ tentu saja baik, tapi akan lain ceritanya jika ajaran ini digembargemborkan oleh kalangan syiah. Bagi orang yang paham, tentu akan dapat menangkap, apa maksud ‘cinta ahlul bait’ versi mereka dan kemana arahnya.
Atau misalnya ajaran ‘anti takfir (mudah mengkafirkan) dan tindakan esktrim radikal’. Sebenarnya ajaran Islam sudah peringatkan umatnya dari prilaku tercela ini dengan argumen yang jelas baik dalam Al-Quran maupun hadits lengkap dengan batasan dan ruang lingkupnya. Namun hal ini akan berbeda cita rasanya jika yang menyampaikannya adalah kalangan liberal dan sekuler. Ditangan mereka, pandangan ‘anti takfir dan anti radikalisme’ dapat dilacak, kemana arah yang mereka inginkan. Yang jelas muaranya akan sangat berbeda dari apa yang telah diajarkan para ulama. Meskipun dalam kacamata awam, terkadang hal ini sulit dilacak.
Draft RUU P-KS (Pelarangan Kekerasan Seksual) yang mengusung anti kekerasan seksual, khususnya terhadap kaum wanita, sepintas tampak bagus karena memberi kesan perlindungan kepada kaum lemah dalam masalah seksual. Tidak mudah bagi setiap orang untuk menelitinya lebih dalam. Namun setidaknya hal ini dapat dinilai dari sisi siapa yang paling bersemangat mengusung dan mendukung RUU ini agar disahkan; Disana ada kalangan feminis, liberalis, dan kaum LGBT yang tentu saja secara umum sikap dan pandangannya sering kontradiksi dengan nilai-nilai Islam. Hal ini setidaknya sudah cukup dijadikan sebagai salah satu indikasi kemana arah draft RUU ini hendak diarahkan.
Wallahu a’lam.
Sumber gambar: jurnalsumatera.com
(Manhajuna/IAN)