Oleh: Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
Manhajuna.com – Bulan Dzulhijjah yang segera tiba dalam beberapa hari lagi, merupakan salah satu bulan teristimewa bukan saja bagi para jamaah haji dan umrah di Tanah Suci. Melainkan juga bagi seluruh kaum muslimin dimanapun berada. Karena sepuluh hari pertama bulan haram (bulan mulia) yang satu ini dan yang sekaligus merupakan bulan pelaksanaan ibadah rukun Islam kelima, adalah merupakan sepuluh hari termulia sepanjang tahun. Dimana kemuliaan, keutamaan dan keistimewaannya bahkan bisa mengungguli kemuliaan, keutamaan dan keistimewaan hari-hari bulan suci Ramadhan yang baru saja meninggalkan kita. Ini tentu saja sebuah rahmat dan karunia spesial dari Allah yang tak terukur nilainya. Dan hanya orang-orang merugi yang terjauhkan dari rahmat Allah sajalah yang menyia-nyiakan dan melewatkan begitu saja momentum luar biasa seperti ini! Semoga kita tidak termasuk di dalamnya!
Maka kepada seluruh jamaah haji, kami ucapkan: Selamat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dan setotal-totalnya demi meraih haji mabrur yang berdasar hadits muttafaq ‘alaih pasti berbalas Surga. Dan kepada semua kaum muslimin non jamaah haji, juga tak lupa kami ucapkan: Selamat ber-fastabiqul khairat (berlomba amal kebaikan) khususnya dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Dimana jika seseorang mampu mengoptimalkan upaya amal saleh dengan beragam macamnya di dalamnya, maka sangat dimungkinkan iapun bisa menggapai kemuliaan derajat di sisi Allah dan kelipatan pahala dari-Nya, seperti yang didapat oleh jamaah yang sukses dengan hajinya, atau bahkan mengunggulinya.
Mungkin ada yang terheran-heran dan bertanya: Benarkah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah semulia itu sampai bahkan mungkin bisa mengungguli kemuliaan hari-hari bulan Ramadhan, atau minimal setara dengannya? Mengapa hal itu sepertinya tidak begitu dikenal di tengah-tengah mayoritas ummat Islam, sehingga karenanya sikap merekapun biasa-biasa dan datar-datar saja, tanpa ada yang tampak istimewa seperti yang umumnya ditunjukkan dalam menyambut bulan suci Ramadhan?
Nah untuk menjawab pertanyaan diatas, mari kita cermati bersama sabda Baginda Sayyidina Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam (yang artinya) berikut ini: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Tiada hari, dimana beramal shalih padanya lebih Allah cintai selain hari-hari ini”, yakni 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para shahabat bertanya: wahai Rasulullah, apakah termasuk jihad fi sabilillah juga tidak bisa (menandingi)?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Termasuk jihad fi sabilillah sekalipun tidak bisa (menandingi), kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan jiwa dan hartanya sendiri lalu tidak ada sesuatupun darinya yang kembali, yakni sampai gugur sebagai syuhada.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Mari perhatikan, demikian tingginya tingkat kemuliaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah tersebut, sampai-sampai jihadpun bisa kalah dalam derajat dan nilai pahala bila dibandingkan dengan amal saleh apapun, sekali lagi amal saleh apapun, yang dilakukan oleh seorang hamba muslim pada hari-hari tersebut. Padahal kita semua tahu, betapa tinggi nilai jihad fi sabilillah di dalam Islam dan derajat mujahid di sisi Allah Ta’ala. Tapi toh hanya ada satu kondisi mujahid saja yang derajat dan nilai pahala jihadnya bisa mengungguli amal saleh pada 10 hari pertama Dzulhijjah, yang memang merupakan puncak derajat seorang mujahid di jalan Allah. Yaitu seorang mujahid yang memenuhi 3 kriteria: pertama, ia berangkat sendiri ke medan jihad; kedua, seluruh perbekalan jihadnya dari harta miliknya sendiri; dan ketiga, ia berjihad sampai gugur sebagai syuhada. Sehingga jihad seorang mujahid yang sampai mati syahid tapi perbekalan jihadnya dari harta orang lain, atau mujahid yang berangkat jihad dengan diri dan hartanya sendiri namun tidak sampai gugur sebagai syuhada, atau bahkan yang berjihad dengan diri dan hartanya sendiri, serta mati syahid, akan tetapi masih ada dari perbekalan jihadnya, misalnya pedangnya atau baju besinya, atau kudanya dan lain-lain, yang masih bisa dibawa pulang kembali dari medan laga jihad. Ya semua kondisi mujahid yang pasti sangat luar biasa keistimewaannya itu, tetap saja tidak bisa menandingi dan mengungguli keistimewaan, keutamaan dan kemuliaan amal saleh pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah seperti yang akan kita lewati ini! ALLAHU AKBAR!
Mungkin karena begitu mulianya10 hari pertama bulan Dzulhijjah tersebut, maka Allah Ta’ala sampai bersumpah dengannya, dalam firman-Nya (yang artinya): “Dan demi malam-malam yang sepuluh” (QS. Al-Fajr 89: 2), yang menurut Imam Ibnu Katsir dan jumhur mufassir lain rahimahumullah, maksud tafsirnya yang benar adalah 10 malam pertama bulan Dzulhijjah.
Dan ada satu dalil kuat lagi yang bisa menjadi faktor penegas luar biasanya keistimewaan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Yakni bahwa, para ulama sampai berselisih pendapat tentang mana yang lebih mulia, lebih utama dan lebih istimewa antara 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan 10 malam terakhir bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat malam lailatul qadar. Dimana sebagian ulama berpendapat bahwa, 10 hari dan malam pertama Dzulhijjah yang lebih mulia, dan sebagian yang lain mentarjih bahwa, 10 malam dan hari terakhir Ramadhanlah yang lebih istimewa. Dan pendapat yang lebih rajih, kuat dan tepat insya-allah adalah yang memadukan antar dalil keduanya. Dimana untuk waktu malamnya, 10 malam akhir Ramadhan adalah yang paling utama sepanjang tahun bila dibandingkan dengan semua malam yang lain termasuk 10 malam pertama bulan Dzulhijjah. Sementara itu untuk waktu siangnya, 10 hari pertama Dzulhijjah adalah yang termulia dibanding seluruh hari yang lainnya termasuk hari-hari bulan Ramadhan seluruhnya. (Insyaallah berlanjut).
(Manhajuna/GAA)