Oleh Ust. Fir’adi Nasrudin, Lc.
Saudaraku,
Jika kita mau mendengar dengan jujur suara kata hati kita, maka kita akan dapati banyak persoalan hidup dan problematika sentralnya berasal dari hati kita. Ya, hati kita.
Sering kita rasakan dunia kita sempit. Luka jiwa semakin menganga. Penderitaan hidup semakin menggelayut berat di pundak kita. Keperihan bathin terasa menyayat. Kesulitan hidup yang tak kunjung usai dan berakhir. Dan yang seirama dengan itu.
Itu semua berawal dari hati kita yang sempit dan jauh dari kata ‘lapang’. Ketika hati kita lapang, maka sunnah kehidupan dapat kita jalani dengan tenang dan damai. Tidak terengah-engah dan diguyur keringat lelah dan letih.
Jika kita melihat dunia kita sempit, maka sadarlah bahwa sejatinya hati kitalah yang sempit. Jika mata kita sulit meraba dan menangkap kucuran karunia-Nya kepada kita, ketahuilah bahwa dada kita sedang bermasalah.
Saudaraku,
Suatu saat Abdullah bin Mas’ud melihat ada seseorang di pasar yang kehilangan harta yang ia siapkan untuk transaksi jual beli. Ia pun berdo’a,
“Ya Allah, patahkanlah kedua tangan pencuri itu, yang telah mengambil harta milikku tanpa hak. Dan laknatilah pelakunya.”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “(Saudaraku), berdo’alah,’Ya Allah jika orang yang mengambil harta milikku untuk memenuhi keperluannya yang mendesak, maka berkahilah hidupnya. Dan jika ia melakukannya karena terbiasa dengan perbuatan dosa besar, maka jadikanlah dosa (mencuri) ini sebagai penutup dari dosa-dosanya yang pernah ia ukir dalam hidup ini.”
(Shalih al Shami, al muhadzab min ihya ulumudin).
Saudaraku,
Sebagai bukti kita mempunyai jiwa lapang dada, adalah kita teramat mudah mendo’akan kebaikan dan keberkahan bagi orang yang pernah menggelapkan hidup kita. Melukai perasaan kita. Menghitamkan wajah kita. Menzalimi kita. Menghina kita. Air mata menetes. Mengalirkan keperihan luka di hati kita dan seterusnya.
Terima kasih kita haturkan buat guru kita, Abdullah bin Mas’ud. Yang telah mengajari kita arti hidup. Pelangi kehidupan. Jika kita mampu membingkai hidup kita dengan lapang dada. Semoga kita bisa belajar dari orang-orang shalih, yang telah sukses menjalani hidup yang berat ini. Amien.
(AFS/Manhajuna)