Oleh Ust. Fir’adi Nasrudin, Lc.
Saudaraku,
Obrolan tadi pagi dengan tetangga rupanya cukup membekas di hati ini. Sehingga keinginan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, yang sebelumnya sempat redup seiring dengan semakin merambatnya usia, kini hadir kembali dengan suburnya.
Terlebih, tuntutan zaman dan harapan masyarakat serta kebutuhan dakwah memang fakta agar kita meningkatkan kwalitas akademisi.
Saat daku melamun jauh, pikiran meneropong jauh membelah zaman. Ketika itu sayup-sayup aku mendengar suara motor abang tetangga semakin mendekat.
Karena terpicu ingin mengetahui kabar kampus pagi ini, maka aku sengaja membuka pintu dan keluar rumah. Ingin rasanya obrolan tadi pagi dengan sang abang tetangga berlanjut.
Namun, belum juga aku menyapa sang abang. Ku lihat wajahnya sedikit mendung. Padahal suasana siang ini cukup panas.
Sambil menghela nafas, ia mulai bercerita..
“Dek, ternyata jalan ilmu pengetahuan penuh onak dan duri.” Katanya membuka obrolan.
Sambil mengerlingkan dahi ini, aku berseloroh, “Emang ada apa bang, kok onak dan duri dibawa-bawa ke obrolan siang ini?.”
Setelah menarik nafas sang abang berkata, “Saat aku berangkat ke kampus ada dua peristiwa penting dalam hidup ini. Yang tak mungkin terlupakan. Bahkan akan menjadi memori indah di jalan S2.”
“Maksud abang?, tanyaku.’
“Tadi baru keluar dari rumahku, ku dapati ban kendaraanku kempes. Dan setelah ku tembel di sebuah bengkel, lalu kendaraan kesayanganku itu meluncur dengan deras. Dan ternyata, pada saat melintas di persimpangan jalan, remnya tak berfungsi. Untungnya nggak ada kendaraan lain yang melintas. Untuk menghindari benteng gapura yang akan tertabrak, aku banting motorku ke kanan.
Bisa dibayangkan. Motor lumayan rusak. Sepatu robek. Betis memar. Berjalanpun pincang. Rasa nyeri tak terlukiskan dengan kata-kata.”
Mendengar cerita itu, aku berkata, “Qadarallahu wa ma sya’a fa’al,”
Sang abang melanjutkan, “Kalau tubuh ini terluka sebenarnya biasa. Tapi kalau motor yang rusak?.”
“Bukan sebaliknya?.” Sergahku.
Kata sang abang, “Sebab aku punya rencana jangka panjang terkait motorku.”
“Wah abang, luar biasa sampai motor aja ada rencana jangka panjang segala.” Kataku.
Sang abang tersenyum lalu berkata, “Maksudku, kalau di kemudian hari aku mengalami kesulitan biaya kuliah, motor itulah yang kuproyeksikan untuk menutupi biaya itu.”
Sekarang aku yang tertawa lebar, “Ah bisa aja abang ini, dalam musibah pun masih bisa bercanda.”
Saudaraku,
Demikianlah, rencana manusia hanya sebatas pandangan. Pada akhirnya, garis ketetapan-Nya itulah yang berlaku bagi manusia.
Maka jangan lupa, dalam setiap rencana dan aktifitas kita, kita selalu menghadirkan kebersamaan Allah dan pertolongan-Nya.