Oleh: Ustadz Fir’adi Nasruddin, Lc
» سَادَةُ النَّاسِ فِي الدُّنْيَا الْأَسْخِيَاءُ وَسَادَةُ النَّاسِ فِي الْآخِرَةِ الْأَتْقِيَاءُ «
“Kedermawanan merupakan kunci menguasai hati manusia di dunia, dan ketakwaan adalah syarat menjadi pemimpin manusia di akherat sana.” (perkataan Alin bin Abi Thalib r.a).
Saudaraku,
Syahwat manusia terbesar selain perut dan yang di bawah perut adalah syahwat mencapai kekuasaan dan menggapai reputasi puncak. Tak jarang berbagai cara ditempuh oleh manusia untuk meraih kedua harapan tersebut. Tidak masalah, apakah cara yang ditempuhnya sejalan dengan rambu-rambu syari’at atau tidak, merugikan orang lain atau tidak.
Menjelang Pilkada misalnya, ada calon yang merapat ke masyarakat. Shalat di masjid. Mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk mengadakan umrah bersama ke tanah suci. Membagikan sembako gratis. Mendanai renovasi masjid. Membantu fakir miskin. Menyumbang ke yayasan social, panti jompo dan lansia. Dan seterusnya. Padahal sebelumnya, ia tidak pernah terlihat shalat berjama’ah di masjid. Kehidupannya tertutup dari masyarakat. Dikenal pelit dan yang senada dengan itu.
Ada pula yang mencemarkan nama baik pasangan lain, karena dianggap menjadi penghambat dan penghalang bagi dirinya dan pasangannya memenangkan Pilkada yang diadakan serentak 9 Desember 2015.
Hal itu dia lakukan, demi meraih popularitas di masyarakat dan memuluskan jalan menuju kursi kekuasaan. Setelah berkuasa dan duduk di kursi empuk, ia kembali kepada kebiasaan lama. Terlebih jika gagal dalam pertarungan di Pilkada, ia akan menjadi lebih negative dari sebelumnya.
Saudaraku,
Pada saat Abdullah bin Mubarak wafat, lebih dari sepuluh ribu orang yang mengiringi jenazahnya ke pemakaman kaum muslimin. Melihat hal ini, khalifah Harun al-Rasyid berkata, “Ia (Ibnu Mubarak) adalah pemimpin sejati.” Karena ia merupakan tokoh agama yang selalu bersemayam di hati masyarakatnya.
Mumpuni di bidang hadits. Menjadi teladan di medan jihad. Menjadi pemimpin orang-orang zuhud. Menjadi cermin dalam ibadah. Dan terdepan dalam berinfaq, sedekah dan derma.
Dalam kitab “siyar a’lam an-Nubala”, imam Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnu al-Mubarak membantu kaum fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu Dirham.
Harga 1 ekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa dibayangkan kalau harga kambing itu 1 juta, maka ia telah bersedekah kepada fakir miskin sebanyak 20 milyar rupiah dalam setahun, suatu jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia berikan kepada yang lainnya. Bisa dibayangkan 20 milyar berderma dalam setahun.
Salah seorang ulama yang datang setelah Ibnu al-Mubarak bertanya kepada Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak, apakah yang menjadikan Ibnu al-Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia tidaklah lebih tua umurnya dari kalian?.”
Isa bin Yunus berkata, “Hal itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan membawa pakaian-pakaian yang layak, ia menyambung tali persaudaran dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka, sedangkan kami tidak mampu berbuat yang semisal itu.”
Imam Dzahabi juga mengisahkan bahwa apabila telah datang musim haji, maka sebagian kaum muslimin dari penduduk Marwa datang menemui Abdullah bin al-Mubarak seraya menyatakan bahwa mereka ingin berhaji bersamanya. Mendengar hal itu, Ibnu al-Mubarak berkata, “Kalau begitu, berikan uang yang kalian alokasikan untuk haji kepadaku.”
Kemudian ia mengambil uang tersebut. Lalu ia masukkan dalam sebuah kotak lantas menguncinya. Selanjutnya ia menyewa kendaraan yang bisa membawa mereka dari Marwa ke Baghdad. Sejak saat itu ia senantiasa memberikan makanan yang paling enak dan membawa mereka keluar dari kota Baghdad dengan penampilan yang sangat indah dan berwibawa.
Setibanya di kota Madinah, maka setiap orang yang turut dalam rombongan ditanya oleh Ibnu al-Mubarak, “Barang apa yang menjadi pesanan keluargamu supaya engkau membelinya di kota Madinah?.”
Masing-masing dari mereka menyebutkan sesuai dengan pesanan keluarganya. Maka ia berbelanja memenuhi semua pesanan dan kebutuhan tersebut. Selanjutnya mereka bertolak ke kota Makkah dan setelah mereka menunaikan ibadah haji, lagi-lagi ia berkata, “Barang apa yang menjadi pesanan keluargamu supaya engkau membelinya di kota Makkah?.”
Masing-masing dari mereka menyebutkan sesuai dengan pesanan keluarganya. Maka ia berbelanja memenuhi semua pesanan dan kebutuhan tersebut. Kemudian mereka kembali ke Marwa dan di sepanjang perjalanan ia terus memenuhi kebutuhan kepada mereka. Bahkan setibanya di Marwa, ia merenovasi rumah-rumah mereka. Tidak cukup sampai di situ, bahkan tiga hari setelah pelaksanaan haji tersebut ia mengundang mereka untuk makan bersama dan memberi pakaian kepada mereka.
Setelah mereka selesai makan dan merasa senang, Ibnu al-Mubarak mengambil kotak tempat penyimpanan uang haji mereka lantas dikembalikan kepada pemiliknya. Setiap kantong telah tertulis nama pemiliknya.
Allahu akbar, sebuah keteladanan yang sangat indah bagi orang-orang yang berharta. Hendaknya mereka termotivasi untuk memberangkatkan dan membiayai para fakir miskin dalam berbagai amal kebajikan, baik untuk berhaji, menuntut ilmu, jihad, dan lain sebagainya.
Bahkan Sufyan Tsauri pernah bertutur, “Aku tidak pernah mampu menjadi sosok panutan seperti Abdullah bin Mubarak. Jangankan satu tahun, tiga hari pun aku merasa tak mampu melakukannya.”
Saudaraku,
Kita terkenang dengan ungkapan menantu Nabi s.a.w; Ali bin Abu Thalib ra:
“Orang yang dermawan adalah pemimpin manusia di dunia. Sedangkan di akherat, insan bertakwa adalah pemimpinnya.” (Mawa’izh ash-shahabah, Shalih Ahmad al-Syami).
Indah sekali jika kita tergolong orang yang dermawan. Karena setiap pagi kita akan didoa’kan oleh malaikat yang diutus Allah s.w.t setiap pagi untuk mendo’akan kebaikan bagi orang yang mengeluarkan sedekah. Juga dido’akan oleh orang-orang di sekeliling kita dan makhluk lain ciptaan-Nya.
Sebaliknya, kikir dan bakhil terhadap harta milik kita, akan menetaskan do’a keburukan dari malaikat, orang-orang miskin dan makhluk ciptaan-Nya di sekitar kita.
Kedermawanan akan memikat hati orang-orang di sekeliling kita. Ketika seseorang terpikat dengan sesuatu, maka ia ingin selalu berdekatan dengannya, merasa nyaman bersamanya dan bahkan berkorban untuknya.
Maka jangan pernah kita bermimpi menjadi orang yang dicintai orang lain. Dido’akan kebaikan, singgah di hatinya. Jika kita bakhil dan pelit terhadap harta milik kita.
Saudaraku,
Orang yang dermawan sejatinya adalah pemimpin bagi masyarakatnya. Yang akan diikuti ucapannya dengan tulus. Terlebih ketika kedermawanan itu dibingkai dengan ketakwaan. Itulah pemimpin sejati di dunia dan akherat. Yang membimbing masyarakat ke jalan yang Allah ridhai dan cintai.
Mari kita memulai hari ini dengan berinfaq, sedekah, derma dan kontribusi harta. Sebab jika kita tak memulai kedermawanan dari sekarang ini, mungkin selamanya kita tak akan pernah menjadi orang yang dermawan, sehingga keridha’an Allah menjauh dan kecintaan manusia terhadap kita menjadi sirna. Wallahu a’lam bishawab.
(Manhajuna/GAA)