Manhajuna.com – Satu Tahun telah berlalu betapa cepatnya, satu tahun ini berlalu dengan hari-hari dan bulan-bulannya!! Bagaimana ia berlalu begitu cepat? Baru saja kemarin kita menyambutnya, hari ini kita berpamitan dengannya, adakah keberkahan waktu telah hilang sementara kita tidak merasakannya?!
Telah berlalu satu tahun penuh dari umur kita, ia berlepas dengan membawa detik-detiknya, menit-menitnya, jam-jamnya dan hari-harinya. Ia berlalu seakan-akan hanya satu bulan (saja). Berlalu dengan manis dan pahitnya, gembira sedihnya, suka dukanya dan kelezatan serta penderitaannya. Banyak orang telah bermain-main di dalamnya, banyak pula orang-orang yang terlena oleh kelezatan berbagai syahwat yang ada di dalamnya. Sementara itu ada pula orang-orang shalih yang telah berbuat baik di dalamnya dan banyak pula para amilin yang ikhlas dalam amalnya. Masing-masing kelompok ini nantinya akan melihat miliknya sendiri pada hari kiamat, sebagaimana Firman Allah SWT: “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. Dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya yang paling sempurna.” (Q.S. An-Najm: 39 – 41).
Satu tahun telah berlalu dengan seluruh isyarat penyadaran dan peringatan yang terkandung di dalamnya;
Ada lembaran-lembaran evaluasi, di mana setiap hari kita merobek-robeknya
Ada isyarat penyadaran yang berupa detak-detak jam yang berkata kepada kita: “Sesungguhnya kehidupan itu adalah kumpulan menit dan detik”.
Ada isyarat penyadaran yang berupa bulan sabit di awal bulan, lalu tumbuh sempurna menjadi purnama, disusul mengecil dan mengerucut sampai akhirnya hilang.
Ada isyarat penyadaran yang berupa pergantian berbagai musim dengan seluruh keberagamannya. Di dalamnya terdapat banyak ibrah bagi yang mengambil pelajaran.
Semua isyarat penyadaran ini berkata kepada kita: “Amal shalih apa yang sudah kita perbuat dalam tahun kita yang kita simpan untuk kepentingan hari perjumpaan (kiamat) nanti?”
Kekasih kita; Muhammad SAW, mengingatkan kita untuk melakukan waqfah (perenungan) dihadapan Allah SWT: “Tidak bergeser dua telapak kaki manusia pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya dihabisnya dalam hal apa? Tentang masa mudanya dihabiskan dalam hal apa? Tentang hartanya dari mana didapatkan dan kemana dibelanjakan dan tentang ilmunya apa yang sudah ia perbuat dengannya”. (Hadits shahih diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, no. 2417)
Allah SWT akan bertanya kepada kita pada hari Mahsyar tentang umur kita. Apakah umur itu kita habiskan untuk berkhidmah kepada agama-Nya? Ataukah kita habiskan untuk santai-santai, lalai dan perdebatan tiada guna?
Allah SWT akan bertanya kepada kita tentang dakwah kita. Apakah kita termasuk para aktifis dan penyeru kepadanya? Ataukah kita termasuk musyakkikin (orang-orang yang menanamkan keraguan) kepada dakwah dan tha’inin (tukang mencela) para qiyadah-nya?
Allah SWT akan bertanya kepada kita tentang fisik kita. Apakah kita habiskan untuk taat, ibadah dan ber-harakah membawa agama-Nya? Ataukah kita habiskan dalam lahwun (hal-hal tiada guna) dan la’ib (permainan)?
Satu tahun penuh telah berlalu, berapa banyak perbuatan yang telah kita lupakan? Namun, di sisi Allah SWT semuanya tersimpan, pada lembaran-lembaran amal bagaikan aset tidak terlewatkan, dan besok, semuanya akan diserah terimakan kepada kita secara utuh. “Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizhalimi (dirugikan)”. (Q.S. Al-Baqarah: 281)
Renungan Bersama Diri Sendiri
Peristiwa alami penting terjadi saat matahari berpisah dengan kita di hari terakhir bulan Desember 2015 M. Ini berarti terbukanya gerbang tahun hijriyah baru 2016 M. Peristiwa ini menuntut kita melakukan perenungan, dimana seorang akh melakukan perenungan terhadap dirinya sendiri, perenungan yang jadd (serius) dan shidq (sejujurnya), sebab, shidq inilah yang keselamatan, dan hendaklah seorang akh memulai muhasabatun nafs (audit diri sendiri), sebab muhasabatun nafs ini lebih berbelas kasihan daripada hari hisab, dan hendaklah masing-masing kita bertanya kepada diri sendiri. Mengingat bahwa hisab itu mengaudit hal seberat dzarrah, setiap kosa kata dan apa saja yang tergerak di dalam hati, maka kenapa saya tidak meng-hisab diri sendiri terhadap segala sesuatu?
Sebuah kalimat Al-Hasan Al-Bashri perlu kita renungkan: “Wahai Ibnu Adam… Setiap pagi atau sore engkau mencari keuntungan, maka, hendaklah concern-mu tertuju kepada dirimu sendiri, sebab, engkau tidak akan mendapatkan keuntungan yang seperti dirimu sendiri itu selamanya”.
Karena inilah, bersama akhir tahun yang lalu dan awal tahun ini, kita memerlukan satu perenungan muhasabah. Ibnul Qayyim – rahimahullah- berkata: “Muhasabah adalah seorang hamba membedakan mana perkara-perkara yang menguntungkannya dan mana pula perkara-perkara yang merugikannya, lalu ia mempertahankan perkara-perkara yang menguntungkan dan menutup perkara-perkara yang merugikan, sebab ia akan melakukan perjalan yang tidak akan kembali lagi”.
Ini adalah perenungan di mana kita menjawab banyak pertanyaan: Bagaimana kita menghabiskan tahun lalu kita? Dalam hal apa saja kita pergunakan waktu-waktu kita? Bagaimana hubungan antara kita dengan Tuhan kita?
Adakah kita melaksanakan kewajiban-kewajiban-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya?
Adakah kita telah bertaqwa kepada Allah SWT dalam urusan rumah dan masyarakat kita? Adakah telah telah muraqabatullah (merasa diawasi Allah SWT) dalam setiap amal dan urusan kita? Adakah kita telah ikhlas dalam seluruh amal kita?
Adakah kita telah berfikir untuk bersungguh-sungguh dalam seluruh gerak kita?
Adakah kita telah meninggikan panji umat kita?
Apa yang telah kita berikan untuk agama ini? Berapa banyak kita telah berikan waktu kita untuknya?
Berapa banyak orang yang kita cintai karena Allah dan karena dakwah-Nya?
Adakah kita telah membela dakwah dan qiyadah kita? Ataukah kita malah menjadi penolong media dan orang lain mengesampingkan dakwah dan qiyadah kita? Adakah harakah (gerakan), amal, ucapan dan tulisan kita telah indhibath dengan dhawabith da’wah?
Berapa kali kita menolong saudara-saudara kita yang yang diperlemah di muka bumi dan juga kerepa mereka yang dipenjara secara zhalim dan berdasar kepalsuan?
Berapa banyak kita komitmen menjalankan shalat secara berjamaah di masjid?
Berapa jatah kitabullah dari bacaan dan tadabbur kita? … berapa kali kita mengkhatamkan Al-Qur’an pada setiap bulannya? .. ataukah kita tidak membacanya kecuali pada bulan Ramadhan?! .. adakah sepanjang tahun lalu ada bagian dari Al-Qur’an yang kita hafal?
Ataukah concern ita di dunia ini hanya sebatas sesuap nasi yang kita makan? Atau seteguk air yang kita minum? Atau pakaian yang kita sandang, atau kedudukan yang kita cari, atau jabatan yang kita banggakan?
Adakah concern kita hanyalah menghabiskan waktu dalam lahw, baik diperbolehkan ataupun yang tidak diperbolehkan? Ataukah concern kita adalah urusan-urusan tinggi dan derajat mulia?
Adakah kita termasuk yang mengatakan sesuatu yang tidak kita lakukan?
Ataukah kita termasuk orang yang menjadikan dirinya sebagai teladan? Apakah … apakah … ?
Apa keinginan kita dengan semua itu? Apakah semua yang kita lakukan kita maksudkan untuk Allah SWT dan hari akhirat? Ataukah kita maksudkan untuk citra, image dan mengejar pujian manusia?
Ini adalah perenungan dalam rangka melakukan koreksi terhadap berbagai hisab, melakukan perubahan terhadap al-masar (jalan yang ditempuh), memperbaiki niat, memperbaharui janji dan mengasah cita-cita
Kepada-Nya Semuanya Kembali
Saudaraku tercinta.., umur seseorang memiliki dua ujung: ujung hari kelahirannya dan ujung hari meninggalnya; setiap kali satu tahun berlalu, seseorang itu semakin menjauh dari hari kelahirannya serta semakin mendekat kepada hari kembalinya dia kepada Tuhannya. Semenjak seseorang terlahir ke dunia, semenjak itu pula ia mulai menghancurkan umurnya dan mengurangi ajalnya. Demikianlah umurku dan umurmu wahai saudaraku.
Inilah kalimat yang diucapkan Al-Hasan Al-Bashri: “Wahai Ibnu Adam.., engkau tidak lain adalah kumpulan hari-hari, setiap kali ada satu hari berllau, berarti sebagian dari dirimu berlalu pula”. Hari-hari itu pasti akan kembali kepada Allah SWT, berdiri di hadapan-Nya, menghadapi hisan dan pertanyaan, lalu, apa dayamu pada hari itu?!
Karena inilah Ibnu Umar RA menasihati kita dan berkata: “Jika engkau berada di waktu sore, janganlah menunggu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu sore, dan optimalkan masa sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu”.
Saudaraku tercinta… Jika engkau terkena futur dan kelemahan, serta jiwamu merasa berat untuk taat kepada Allah SWT, maka ingatlah suatu hari di mana engkau berdiri di hadapan Allah SWT, di hari itu, tidak ada sesuatu yang bermanfaat bagimu selain amal shalih, dan ingatlah wasiat Al-Fudhail –rahimahullah- : “Berbuat baiklah pada sisa umurmu, niscaya yang telah lalu darimu akan diampuni, sebab, jika engkau berbuat buruk pada sisa umurmu, niscaya yang telah lalu darimu dan yang tersisa akan dicatat sebagai dosa, padahal, amal itu bergantung kepada akhirnya”.
Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata: “Wahai orang yang bergembira atas seringnya tahun demi tahun berlalu padanya, padahal, ia sedang bergembira atas berkurangnya umurnya”.
Seorang salaf berkata: Bagaimana seseorang bergembira di dunia ini terhadap hari-harinya yang menghancurkan bulannya, dan bulannya menghancurkan tahunnya dan tahunnya menghancurkan umurnya? Bagaimana mungkin seseorang bergembira sementara umurnya menuntunnya kepada ajalnya, dan hidupnya menuntunnya kepada kematiannya?!”.
Hasil Panen
Saudaraku tercinta… Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata: “Tahun itu ibarat pohon, bulan sebagai dahannya, hari sebagai rantingnya, jam sebagai daunnya dan nafas sebagai buahnya, maka, siapa saja yang nafasnya dipergunakan dalam taat kepada Allah, maka buah dari pohon itu akan menjadi baik, dan siapa saja yang nafasnya dipergunakan dalam maksiat, maka buahnya akan menjadi buruk. Panen dari buah itu akan dipetik pada hari kiamat, dan saat panen terjadi, buah yang manis atau pahit akan menjadi jelas”.
Telah Berlalu dari Tahunmu
- Ada 1700 peluang kewajiban shalat berjamaah. Ia sama dengan 6018 rakaat. Ada peluang 5300 rakaat sunnat rawatib dan witir, ada peluang 420 rakaat qiyamullail, tarawih dan tahajud.
Berapa banyak peluang di atas yang kamu lakukan secara berjamaah? Berapa kali anda shalat berada di barisan bertama? Seberapa besar tingkat kekhusyuanmu dalam shalat-shalat itu? Adakah semua peluang di atas mendekatkanmu kepada Allah SWT?
- Ada peluang 92 hari untuk berpuasa Senin dan Kamis, 30 hari peluang berpuasa ayyamul bidh, 9 hari peluang berpuasa Dzil Hijjah, 1 hari puasa Tasu’a dan 1 hari Asyura.
Berapa hari anda telah isi peluang-peluang itu dengan berpuasa? Berapa banyak anda telah memanfaatkan fadhilah-NYA?
Ingatlah bahwa kekasih kita, yaitu Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada satu hari di mana seseorang mengisinya dengan berpuasa fi sabilillah kecuali dengan satu hari itu Allah SWT akan menjauhkan wajahnya dari neraka sebanyak 70 tahun”. (HR. Bukhari [2840] dan Muslim [1153]).
- Ada peluang 12 kali khatam Al-Qur’an, adakah engkau telah menyempurnakannya? Dan melakukan tadabbur terhadapnya? Sedangkan satu kali khatam sama dengan 305 juta kebaikan!
- Ada peluang 130.000 sedekah wajib yang dapat engkau pergunakan, sebab Rasulullah SAW bersabda: “Setiap ruas manusia ada peluang sedekah, setiap hari di mana matahari terbit ..” (HR Bukhari [2707, 2891, 2989], Muslim [720, 1009]).
Adakah engkau telah menunaikan dan memenuhinya? Atau mengupayakannya semaksimal mungkin atau mendekati maksimal? Atau adakah engkau telah bertekad dan berniat?
- Dzikrullah, “Beruntung sekali bagi seseorang yang menemukan banyak istighfar dalam lembaran amalnya”.
- Ada 350 hari di mana engkau dapat melakukan da’wah ilallah, melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, sementara kekasihmu, yaitu Rasulullah SAW menjelaskan keutamaannya kepadamu: “Siapa yang menyeru kepada hidayah, maka untuknya pahala hidayah itu dan pahala orang-orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat”. (HR Muslim [2674]). Beliau SAW juga bersabda: “Sungguh, jika Allah SWT memberi hidayah kepada satu orang laki-laki karena kamu, maka itu lebih baik bagimu daripada dunia dengan segala isinya.” (HR Ibnu Mubarak dalam kitab Az-Zuhd wa ar-Raqaiq [1354])([2]).
- Ada peluang 50 pekan di mana engkau dapat merealisasikan shiaturrahim dan mengunjungi kerabat, birrul walidain, mengunjungi orang sakit dan memenuhi berbagai hajat kaum muslimin.
Berapa banyak engkau dapat menemukan amal-amal ini? Berapa banyak amal-amal ini yang engkau lakukan secara ikhlas karena Allah dan tidak tercampur oleh syahwat nafsu atau kompetisi dengan orang lain, atau mengejar popularitas atau gegap gempitanya media, atau ikut-ikutan kepada sufaha (orang-orang yang bodoh dan tidak memperhitungkan akhirat)?
Kemudian, coba kamu lihat amal yang sudah kamu lakukan, berapa besar size (ukuran)-nya? Berapa berat timbangannya, berapa banyak pengaruhnya?
Bandingkan antara kebaikan dan keburukanmu? Lalu lihat, berapa banyak kebaikan yang kamu tinggalkan dan berapa pula yang kamu dapatkan?
Ingatlah kepada ucapan Ibnu Mas’ud RA: “Saya tidak pernah menyesalai sesuatu yang seperti penyesalanku kepada suatu hari di mana matahari terbenam yang menjadi pertanda ajalku berkurang sementara amalku tidak bertambah”?!
Sebuah hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim: “Maka demi Allah, sungguh, Allah SWT memberi hidayah kepada satu orang laki-laki karena kamu, itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki banyak unta merah, yaitu kekayaan orang Arab yang paling mahal.” (HR Bukhari [2942, 3009, 3701, 4210] dan Muslim [2406]).
Sumber: Ikhwanmedia, Vol VI Muharram 1430 H – Desember 2008 M
Diterjemahkan oleh: Ustadz Musyaffa Ahmad Rahim, MA.
(Manhajuna/GAA)