Oleh: Ustadz Satria Hadi Lubis
Manhajuna.com – Begitu mudah sekarang orang menuduh mereka yang membela agamanya dengan tuduhan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
Sebuah tuduhan yang mengalamatkan sikap ekstrem kepada orang yang membela agamanya. Sikap tidak toleran, tidak menghormati heterogenitas bangsa Indonesia.
Sampai-sampai sebagian orang takut membela agamanya dan memilih bersikap netral, acuh ketika jelas-jelas agamanya dihina.
Padahal bagi seorang muslim (dan mungkin juga bagi pemeluk agama lain) sikap tidak membela agamanya berarti bisa dipertanyakan keimanannya dan bisa jatuh dalam kemunafikan. “Siapa yang membantu menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari sebuah kesulitan di antara berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan salah satu kesulitan di antara berbagai kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat ..” (HR. Muslim No. 2699, At Tirmidzi No. 1425, Abu Daud No. 1455, 4946, Ibnu Majah No. 225, Ahmad No. 7427, Al Baihaqi No. 1695, 11250, Ibnu ‘Asakir No. 696, Al Baghawi No. 130, Ibnu Hibban No. 84). Dalam hadits lain, “Barangsiapa yang meninggal dunia dan belum berperang atau belum berniat untuk berperang (dalam membela agamanya), (maka) ia meninggal dalam salah satu cabang kemunafikan” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya no. 2502. Dishahihkn oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6548).
Jika yang dimaksud SARA itu membela agama secara membabi buta sambil menjelekkan agama lain, serta menyebarkan kebencian dengan kata-kata kotor, maka saya setuju jika itu disebut SARA yang membahayakan kerukunan hidup antar agama.
Namun jika pembelaan itu berupa memberikan opini penyeimbang terhadap berita yang tidak adil tentang agamanya, menyatakan keberatan terhadap pembangunan rumah ibadah agama lain yang jelas-jelas timpang dengan rasio penduduk di tempat tersebut, pembelaan terhadap kaumnya yang dibantai, nabinya yang dihina, Tuhannya yang dihujat, kitab sucinya yang diolok-olok, dan semacamnya maka ini bukan SARA, tapi jeritan iman! Siapa pun akan marah jika melihat kezaliman atau mengetahui simbol-simbol suci agamanya diganggu. Justru aneh jika ada orang yang tidak marah jika agamanya dilecehkan.
Jadi jika setiap pembelaan agama dituduh SARA berarti yang menuduhnya telah mengalami SARA Phobia (ketakutan yang berlebihan terhadap SARA). Sikap yang sama ekstremnya dengan para pelaku SARA itu sendiri. Sikap yang sama berbahayanya dengan para pelaku SARA itu sendiri.
Sikap SARA Phobia justru berbahaya bagi jati diri bangsa Indonesia. Menghilangkan karakter religius dalam budaya luhur bangsa Indonesia yang diakui sejak dulu sangat penting bagi ketahanan bangsa.
Sikap SARA Phobia akan menumbuh suburkan sekulerisme, menjauhkan agama dari kehidupan harian anak-anak bangsa, dan akhirnya meruntuhkan eksistensi budaya bangsa Indonesia itu sendiri.
Ini mungkin yang dimaui musuh-musuh bangsa ini yang tidak ingin bangsa Indonesia menjadi kuat dan perkasa dalam percaturan dunia.
Jargon tuduhan pelanggaran HAM dan SARA diangkat tinggi-tinggi agar orang-orang awam makin takut membela agamanya, sehingga mereka otomatis jadi jauh dari agamanya. Makin jauh juga dari kemanusiannya. Dan makin dekat dengan kehancurannya.
Maka berpegang teguhlah kalian kepada Allah dengan firman-Nya : “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (Qs. 47:7).
(Manhajuna/GAA)