Imam Asy-Sya’bi berkata, “Suatu saat Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu (sahabat senior, ulama dan penghafal Al-Quran) melakukan shalat jenazah. Setelah selesai, dibawakan kepadanya keledai untuk dia kendarai. Maka datanglah Ibnu Abas untuk memegang tempat pijakan kakinya.
Zaid berkata, “Biarkanlah wahai anak paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Ibnu Abbas berkata,
هكذا نفعل بالعلماء
“Demikianlah (yang seharusnya) kami lakukan terhadap ulama.”
Maka Zaid bin Tsabit segera mencium tangan Ibnu Abas seraya berkata,
هكذا أمرنا أن نفعل بأهل بيت نبينا
“Demikianlah kami diperintahkan untuk bersikap terhadap ahlul baik (keluarga) nabi kami.”
(Tarikh Dimasyq, Ibnu Asakir, 19/326)
Muhamad bin Abi Bisyr mendatangi Imam Ahmad untuk bertanya suatu masalah. Maka beliau berkata, “Datanglah kepada Abu Ubaid, yaitu Al-Qasim bin Sallam, karena dia memiliki penjelasan yang tidak dapat kamu dengarkan dari selain dia. Maka dia mendatanginya dan ternyata mendapatkan jawaban yang jelas dari beliau. Lalu dia memberitahu bahwa Imam Ahmad yang menyuruhnya bertanya kepadanya seraya memujinya. Maka dia (Abu Ubaid) berkata, “Beliau merupakan pembela Allah. Allah perlihatkan kebaikannya di tengah masyarakat, walapun dia menyembunyikannya, lalu Allah jadikan simpanan untuknya meraih kemuliaan. Tidakkah engkau lihat beliau menjadi orang yang dicintai masyarkat? Kedua mata saya belum pernah melihat seseorang di Irak yang berkumpul sifat-sifat yang ada padanya; Santun, berilmu dan paham.”
(Siyar A’lam Nubala, 11/201)
Saat putera Imam Ahmad wafat, Ibrahim Al-Harbi, seorang ulama besar mendatangi bertakziah dan menemui Abdullah bin Ahmad bin Hambal, putera Imam Ahmad ini juga merupakan ulama besar. Saat melihat kedatangan Ibrahim Al-Harbi, Abdullah bin Ahmad segera berdiri menyambutnya.
Maka berkatalah Ibrahim Al-Harbi, “Kamu berdiri untukku?”
Abdullah bin Ahmad berkata,
والله لو رآك أبي لقام إليك
“Demi Allah, seandainya bapakku melihatmu, diapun akan bediri untuk menyambutmu.”
Lalu Ibrahim Al-Harbi berkata,
والله لو رأى ابن عيينة أباك لقام إليه
“Wallahu, seandainya Ibnu Uyaynah melihat bapakmu, niscaya diapun akan berdiri untuk menyambutnya.”
*Ibnu Uyaynah adalah ulama besar yang hidup sebelum masa Imam Ahmad.
(Manaqib Imam Ahmad, hal. 202)
Imam Bukhari berkisah, saat aku dia ke negeri Bashrah (irak), lalu dia menghadiri majelis seorang ulama di sana yang bernama Bundaar. Saat melihatnya, ulama tersebut bertanya (dia belum mengenali wajah Imam Bukhari), “Saudara dari mana?” Beliau menjawab, “Dari Bukhara.” (Bukhara adalah negeri tempat Imam Bukhari tinggal yang dari situlah namanya lebih dikenal). Maka sang ulama tadi berkata, “Mengapa engkau tidak datangi majelis Abu Abdillah (kunyah Imam Bukhari).” Imam Bukhari diam saja. Lalu orang-orang di situ yang mengenali Imam Bukhari berkata, “Beliaulah Abu Abdillah.” Maka sang ulama tadi berkata, “Selamat datang wahai orang yang selama ini bertahun-tahun aku kagumi.” Sambil beliau mengambil tangannya lalu memeluknya.
(Tarikh Baghdad, 2/17)
(Manhajuna/IAN)