Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kolom / Tentang Pemimpin Kafir Yang Adil (Penutup)
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Tentang Pemimpin Kafir Yang Adil (Penutup)

Kultwit oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

1. Bismillah… Saya akan tanggapi lagi twit sahal.. ini adalah tanggapan saya yang terakhir untuk tema ini….
2. Sudah saya jelaskan awal mula diskusi ini, @Sahal_AS
3. “Pemimpin kafir yang adil lebih utama dari pemimpin muslim yang zalim” kata @Sahal_AS ucapan ini  juga dikutip oleh Al-Ghazali.
4. Bahkan kemudian dia bilang itu sebenarnya hadits, bukan perkataan Ali.
5. Ternyata yang dia hadirkan adalah ungkapan yang dia interpretasikan sama maknanya dengan ungkapn Ali Athusi di atas. Bukan kutipan yang sama.
6. Saya sudah nyatakan fatwa Ath-Thusi dengan apa yang dikutip Al-Ghazali berbeda. Bahkan dari latar belakang sejarahnya juga berbeda.
7. Al-Ghazali ingin menasehati penguasa muslim, Ath-Thusi yang syiah ini ingin beri legitimasi kepada penguasa kafir di tengah masyarkat muslim.
8. Saya sudah jelaskan makna dari ucapan Al-Ghazali pada twit sebelumnya, saya kira sangat jelas.
9. Bahwa dalam perkara-perkara kauni, yang jelas sebab akibatnya secara alamiah dan ilmiah, Allah akan berlakukan sesuai sebabnya….
10. Saya kasih contoh lagi, orang sakit, kalau ingin sembuh ya berobat. Yang berobat, secara sebab akibat, akan sembuh apapun agamanya.
11. Yang beriman, tidak dapat mengandalkan kesembuhan semata dengan keimanannya tanpa mencari sebab, lalu Allah sembuhkan. Dia harus lakukan sebabnya
12. Begitu pula kekuasaan, sebab kelanggengannya adalah adil. Walupun penguasanya muslim, kalau zalim, maka kekuasaannya akan jatuh.
13. Walapun penguasanya kafir, kalau adil, maka kekuasannya akan dapat bertahan dan langgeng…
14. Lalu dimana problem ucapan @sahal_AS? dia menggiring opini bahwa dalam masalah kepemimpinan, iman tidak prinsip, yang prinsip adalah keadilan.
15. Padahal para ulama nyatakan, bahwa keimanan adalah syarat utama bagi seorang pemimpin. Termasuk fatwa PBNU yang banyak di share itu..
16. Masalah keadilan pemimpin bagaimana? ya harus juga. Jangan dibilang kalau kita utamakan iman pada pemimpin, lalu kita tidak peduli keadilan
17. Justru pada tataran inilah Al-Ghazali banyak menguraikan masalah keadilan dalam kitab tersebut yang sebelumnya dibahas masalah-masalah keimanan…
18. Sebenarnya wajar saja kalau @sahal_AS  menjelaskan masalah urgensi sifat adil bagi seorang pemimpin, lalu mengutip pendapat Al-Ghazali.
19. Jangankan dari Al-Ghazali, dari orang kafir pun tidak dilarang mengutip ucapannya, jika mendukung makna yang benar.
19. Kalau @sahal_AS boleh anti wahabi, mengapa saya tidak boleh anti syiah?
20. Jadi, masalahnya, @sahal mengutip ucapan Al-Ghazali dengan membelokkan maknanya bahwa iman itu bukan prinsip bagi pemimpin, yang prinsip itu adil
21. Begitu juga dengan kutipan dia terhadap Ibnu Taimiah, benar itu ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. cuma @Sahal_AS ngaco dalam menarik kesimpulan
22. Ucapan ibnu Taimiah mengutip riwayat, “Allah menolong negri yang adil walaupun kafir, dan tidak menolong negri yang zalim walaupun beriman”
23. Perkataan Ibnu Taimiah ini substansinya sama dengan riwayat yang dikutip oleh Al-Ghazali, yaitu masalah sebab akibat secara kauni.


24. Tapi oleh @sahaL_AS ucapan Ibnu Taimiah lanhsung di closing “Tolak ukur kepemimpinan itu keadilan, bukan iman!
25. Tampak sekali, bukan? bagaimana dia penuh semangat ingin menafikan iman sebagai syarat utama kepemimpinan.
26. Hebohnya, status itu dia buat ketika isu pilkada DKI mulai rame, khususnya tentang kepemimpinan non-muslim di tengah masyarakat muslim.
27. Jadi sangat ketebak kemana arahnya. Dan tampak sekali bahwa beliau memang pendukung Ahok yang kafir itu.
28. Mengapa selalu ungkapan itu saja yang diangkat, seakan tidak ada alternatif lain.
29. Kenapa misalnya tidak dinyatakan, kalau ada calon pemimpin muslim yang kredibel, mengapa pilih pemimpin kafir?
30. Atau yang netral… jika ada calon pemimpin sama-sama kredibel, adil. Yang satu muslim, yang satu kafir, mana yang lebih baik dan mana yang anda pilih?
31. Ini tidak, kaum muslimin digiring pada satu kesimpulan, kalau pemimpin muslim itu korup, jika kafir itu adil. Bah, macam mana pula kau!
32. Mengapa saya katakan @sahal diskriminatif terhadap pandangan-pandangan para ulama, karena dia selalu comot-comot hanya yang sesuai dengan seleranya. Tidak utuh!
32. Terhadap Ibnu Taimiah saja, kalau dia ambil utuh pemikiran beliau , tidak mungkin @SahaL_AS berkesimpulan itu.
33. Ibnu Taimiah dikenal sangat keras, mengucapkan selamat natal saja, beliau berfatwa haram. Yang oleh Sahal sering diojok-ojok sebagai intoleran..
34. Kalau mau tahu konsep kepemimpinan menurut Ibnu Taimiah, lihat kitabnya As-Siyasah Asy-Syar’iah fi Ishlahi ar-ra’i wa ar-ra’iyyah.
35. Di dalamnya dijelaskan bahwa tujuan kekuasaan yang wajib adalah memperbaiki agama masyarakat,
36. Yang apabila perkara agama ini hilang, mereka nyata-nyata merugi, tak berguna bagi mereka berbagai kenikmatan di dunia…
37. Jika demikian pandangan singkat beliau tentang kepemimpinan, mungkinkah beliau menyimpulkan seperti yang disimpulkan sahal terhadap kata-katanya? mustahil!
38. Begitupun dalam diskusi tentang “fastabiqul khairat” Bukan masalah dia mengutip pendapat Rasyid Ridha.
39. Yang masalah kutipannya terhadap pendapat Rasyid Ridha digiring kepada makna yang menyimpang? Belum lagi pemaknaan-pemaknaan yang tidak tepat..
40. Lebih jelasnya lihat tanggapan saya di link ini.. yang membenahi cara pandangnya…  Tanggapan Ustad Abdullah haidir terhadap Ahmad sahal
41. Bahkan terhadap kitab Al-Ghazali tersebut, kutipan-kutipan sahal tentang keadilan juga masih pilih-pilih… yang mengandung nilai keimanan tidak disebut.
42. Dalam kitab tersebut, Al-Ghazali menyebutkan 10  prinsip keadilan. Yang menarik, ada pada prinsip kedua, kesembilan dan kesepuluh.
43. Saya tantang Sahal untuk menjelaskannya kalau dia benar-benar setuju dengan prinsip-prinsip keadilan yang disebutkan Al-Ghazali tersebut.
44. Prinsip kedua menyatakan, bahwa pemimpin yang adil adalah pemimpin yang selalu rindu berjumpa dengan para ulama,
45. Maksudnya suka mendengar nasehat-nasehatnya. Sembari Al-Ghaazali peringatkan, agar penguasa berhati-hati dari ulama suu’ (ulama bobrok).
46. Prinsip ini kalau bukan karena melihat masalah keimanan sangat mendasar bagi keadilan, tidak akan dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam prinsip keadilan
47. Prinsip kesembilan; pemimpin yang adil adalah pemimpin yang berusaha meraih ridha rakyatnya dengan bertugas sesuai ketentuan syariat.
48. Prinsip kesepuluh, pemimpin yang adil adalah pemimpin yang tidak mencari ridha/simpati rakyatnya dengan menentang atau menyelisihi syariat
49. Itu semua disebutkan Al-Ghazali ketika jelaskan prinsip-prinsip keadilan tersebut. Tampak sekali nilai-nilai keimanan. Mengapa sahal tidak sebutkan?
50. Poin-poin ini tidak akan dia kutip, tidak sesuai selera. Kata pak Tif, kalau kopiah tidak cocok dengan kepala, diganti kopiahnya, jangan kepalnya.
51. Sekali lagi, ini bukan berarti kita abai masalah keadilan, itu masalah prinsip. Tapi masalahnya ada orang yang ingin menjadikan tema ini sebagai
52. sebagai batu loncatan menyampaikan pemikrannya yang menyimpang, yaitu menafikan faktor keimanan sebagai syarat  kepemimpinan
53. Pemahaman sesat, disampaikan dengan cover nilai-nilai kebaikan. Racun dikemas dengan gambar madu. Inilah yang dikatakan Ali bin Abi Thalib; ….
54. “Kalimatu haqqin uriidabihil baathil.” Kalimat yang haq tapi digunakan untuk kepentingan kebatilan.
55. Seperti jargonnya Syiah, cinta Ahlulbait, sangat bagus. Tapi dengan jargon itu mrk ingin tebar racun kebencian terhadap sahabat serta kesesatan lainnya
56. Kasus seperti ini banyak pada zaman sekarang, tawarkan kerusakan tapi tampil seakan-akan membawa perbaikan.
57. Ini dikatakan oleh dalam surat Al-Baqarah: 11. “Jika dikatan kepada mereka jangan berbuat kerusakan, mereka katakana, kami ingin lakukan perbaikan”
58. Sahal juga mengatakan saya mempertanyakan kredibilitas Al-Ghazali. Tampaknya beliau ingin memanfaatkan sentimen masyarkat
59. Masyarakat sangat menghormati Al-Ghazali lalu saya dikesankan seolah-olah mengecilkan Al-Ghazali.
60. Saya hanya katakan, Al-Ghazali dikritik ulama karena sering tidak selektif dalam menyampaikan hadits, sering menyampaikan hadits yang tidak shahih
61. Soal ini terdapat dalam kitab Siyar A’lam Nubala, Az-Zahabi. Namun beliau katakan, Al-Ghazali banyak keutamaannya, namun dia tidak maksum.
62. Jadi pernyataan saya tersebut bukan mempertanyakan kredibilitas Al-Ghazali. Karena nyatanya hadits-hadist tersebut tidak didapatkan dalam kitab-kitab hadits mu’tabar
63. Kalau sahal ingin membela Al-Ghazali dalam masalah ini, semestinya dia buktikan bahwa hadits yang dikutip Al-Ghazali itu shahih… secara ilmiah
64. @sahaL_AS kan tahu ilmu hadits, kemarin dia fasih sekali jelaskan bagaimana hadits itu dianggap shahih. Sekarang praktekkanlah ilmu itu.
65. Dalam kajian Islam, biasa saja ulama dikritik asal ada argumennya, yang penting tidak menghina.
66. Kok @sahaL_AS jadi mellow begitu ketika saya  bilang Al-Ghazali banyak dikritik soal periwayatan hadits? bukan karena pengaruh LGBT kan? 🙂
67. Sahal juga memancing sentimen masyarakat dengan mengatakan pemikiran saya seperti wahabi yang mau menang sendiri dan mudah menuduh orang…
68. Kok bawa-bawa wahabi sih? Jadi inget, dulu sahal pernah bilang wahabi lah yang mengharamkan patung.
69. Lalu saya balas, Ibnu Hajar yang sangat dihormati NU juga mengharamkan patung, bahkan dia bilang ijmak. Apakah dia wahabi?
70. Lalu dia cari alasan ini itu untuk mencari pembenaran atas kata-katanya itu. Modus. Awam lebih mudah dipantik sentimennya kalau bawa-bawa wahabi;)
71. Toleransi dalam berpendapat itu bagus, saya setuju. Tapi kalau sudah menyimpang  dalam masalah prinsip, harus ditolak. Jangan iya iya saja..
72. Islam memang ajarkan begitu, ada yang diimani ada yang diingkari, ada yang dicintai, ada yang dibenci, ada yang diikuti, ada yang ditolak.
72. Kalau itu disebut intoleran, sebutlah begitu, tidak apa-apa.
73. Ketimbang orang yang sok-sok-an toleran dan bebas, dll., tapi masih pake ‘anti’ juga… anti wahabi.
74. Sok ramah, damai, tapi kok gampang keluar kata2 ‘Pekok’, ‘goblok’, ‘katrok’, dll.
75. Persis kaya si anu, bilangnya tidak mau ngutang, eh ngutang mlulu, tidak mau maju, eh dia maju. Demi pencitraan, ucapan tak sesuai tindakan
76. Masalah syiah membenci sahabat, itu idiolgi mereka, justru dari sanalah idiologi mereka bermula.
77. Itu bukan soal ekstrim atau tidak ekstrim. Masalah ada yang terang-terangan atau diam-diam, itu hanya masalah situasi kondisi
78. Maksud saya, soal membenci sahabat nabi (selain yang mereka kecualikan), itu pemahaman merata di kalangan syiah.
79. Entah apakah sahal pura-pura tidak tahu dalam hal ini atau memang dia mudah dikelabui.
80. Khomaini yang sangat diagung-agungkan syiah, termasuk di Indonesia, misalnya menyatakan Aisyah dan beberapa sahabat lain lebih najis dari anjing
81. Itu saja twips… Sudah Ashar… Moga Allah selamatkan kita dari fitnah, yang tampak dan yang tersembunyi….

(Manhajuna/AFS)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.
(Visited 1.894 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *