عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْحَسَنِ بْنِ عَلِي بْنِ أبِي طَالِبٍ؛ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ الله عَنْهُمَا، قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ: « دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ »
[رواه الترمذي والنسائي، وقال الترمذي: حديث حسن صحيح]
Kosa kata
حفظ(ت) | : (saya) Menghafal/mengetahui | دَعْ | : Tinggalkanlah |
يريبـ(ك) | : Meragukan (mu) |
Terjemah hadits
Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu dan kesayangan Rasulullah ﷺ, dia berkata, “Saya menghafal dari Rasulullah ﷺ (sabdanya),
“Tinggalkanlah apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.”
(HR Tirmizi dan Nasa’i, dia berkata, “Haditsnya hasan shahih.”)
Kedudukan Hadits
Ibnu Hajar Al-Haitsami berkata, “Hadits ini merupakan kaidah agama yang sangat agung dan merupakan landasan dalam sikap wara’ yang merupakan ciri orang bertakwa serta penyelamat dari sikap keragu-raguan yang dapat menghalangi cahaya keyakinan.“ [1]
Pemahaman Hadits
Dalam hadits riwayat Tirmizi, setelah redaksi di atas terdapat tambahan;
فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبُ رِيْبَةٌ
“Sesungguhnya kejujuran menyebabkan ketenangan sedangkan dusta menyebabkan keragu-raguan.”
Makna hadits ini adalah: Tinggalkan ucapan dan perbuatan yang kamu ragukan bahwa dia dilarang, atau disunnahkan atau bid’ah. Beralihlah kepada apa yang tidak meragukan. Maksudnya adalah bahwa hendaknya setiap mukallaf (orang yang telah terkena beban kewajiban) melandasi perbuatannya dengan keyakinan dan pemahaman terhadap agamanya. [2]
Pelajaran yang terdapat dalam hadits
- Hadits ini merupakan landasan sikap wara’ yang layak dimiliki oleh seorang muslim, yaitu sikap menghindari syubhat (samar) dalam berbagai perkara kehidupan.
- Hadits ini termasuk dalil bagi sebuah Kaidah Fiqh yang cukup dikenal, yaitu,
الْيَقِيْنُ لاَ يَزُوْلُ بِالشَّكِّ
“Yang telah diyakini tidak dapat dihilangkan dengan keraguan.” [3]
- Keluar dari ikhtilaf ulama lebih utama karena hal tersebut lebih terhindar dari perbuatan syubhat, [4] khususnya jika di antara pendapat mereka tidak ada yang dapat dikuatkan. [5]
- Sebuah perkara harus jelas berdasarkan keyakinan dan ketenangan.
- Jangan meremehkan urusan agama.
Tema hadits dan Ayat Al-Quran yang Terkait
Meninggalkan keragu-raguan | : | Al-Baqarah (2): 2, Ibrahim (14): 10, Al-Hujurat (49): 15 |
Catatan Kaki:
- Syarh Arbain An-Nawawiyah: Ibnu Hajar Al-Haitsami, sebagaimana dikutip dalam kitab Al-Wafie fi Syarhi Al-Arbain An-Nawawiyah, hal. 85.
- Tuhfatul Ahwazie, 7/187
- Contoh kasus dalam masalah ini adalah, apabila seseorang yakin bahwa dia telah berwudhu, kemudian dia ragu, apakah wudhunya batal atau tidak, maka yang dia pilih adalah apa yang masih diyakini, yaitu bahwa dirinya telah berwudhu, atau ketika shalat, dia ragu apakah dua rakaat atau tiga rakaat, maka yang yakin adalah yang paling sedikit, yaitu dua rakaat, maka dia simpulkan bahwa shalatnya baru dua rakaat.
- Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al-Hambali, hal. 196.
- Misalnya pendapat pertama mengatakan bahwa suatu perbuatan makruh, sedangkan pendapat kedua mengatakannya haram, maka perbuatan tersebut dia tinggalkan terlepas apakah dia memilih pendapat pertama atau kedua. Atau pendapat pertama menyatakan sebuah perbuatan hukumnya sunnah sedangkan pendapat kedua menyatakan wajib, maka hal itu dia lakukan, terlepas apakah dia mengatakan wajib atau sunnah. Kedua sikap tersebut sebagai langkah khurujan minal khilaf.
Sumber: Kajian Hadits Arba’in Nawawiyah, Imam An-Nawawi, Penyusun Abdullah Haidir, di Muraja’ah DR. Muinudinillah Basri, MA Fir’adi Nashruddin, Lc. Penerbit Kantor Dakwah Sulay Riyadh
(Manhajuna/IAN)