Assalamu’alaikum
Bagaimana hukumnya uang yang didapat dari hasil undian berhadiah
jawaban
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Mengundi atau dalam bahasa arab disebut Qur‘ah sering dilakukan oleh Rasulullah SAW. Biasanya dilakukan bila harus memutuskan siapa yang berhak atas suatu hal namun tidak dasar yang mengharuskan nabi memilih salah satu di antara mereka.
Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah dan para Anshar berebutan agar beliau tinggal di rumah masing-masing, maka dilakukan undian dengan melepas unta beliau dan dibiarkan berjalan sendiri di lorong-lorong kota Madinah. Ketentuannya, dimana nanti unta itu duduk, maka disitulah Nabi akan singgah dan tinggal. Praktek seperti ini dianggap yang paling adil.
Begitu juga bla beliau akan berangkat perang, sering dilakukan undian diantara para istri beliau. Yang namanya keluar, dia berhak mendampingi beliau dalam perjalanan itu. Ini pun dianggap adil.
Lain halnya undian yang dimanfaatkan untuk judi, dimana tiap peserta judi itu datang membawa modal uang dan dikumpulkan jadi satu. Kemudian mereka membuat undian dan siapa yang memenangkan undian itu berhak atas uang yang terkumpul tadi.
Paling tidak yang membedakannya adalah darimana asal uang/hadiah yang diperebutkan. Bila dari para peserta semata, maka jelas unsur judinya. Namun bila dari pihak penyelenggara atau dari pihak lain seperti sponsor, maka tidak termasuk judi.
Karena itu hukumnya harus dikembalikan pada sistem undiannya, apakah mengandung hal-hal yang bertentangan dengan praktek yang Islami atau tidak. Dalam praktek sehari-hari, ada bentuk undian yang tidak bertentangan dengan syariah dan ada pula yang bertentangan.
Bila prinsipnya undian itu adalah hadiah yang diberikan pihak penyelenggara undian yang dananya bersumber dari perusahaan tersebut, bukan dari iuran atau urunan para peserta undian, maka bukan termasuk judi.
Contoh: Sebuah perusahaan retail memberi kesempatan kepada para pembeli yang berbelanja dengan harga di atas Rp. 50.000 sekali belanja untuk bisa mengikuti undian dengan hadiah mobil, motor dan lainnya. Dana untuk hadiah diambilkan dari anggaran bidang promosi perusahaan itu, bukan dari setoran para peserta undian, maka ini bukanlah perjudian. Tetapi merupakan taktik dagang untuk menggenjot angka penjualan. Meski sumber awal dana itu dari para pembeli, namun tidak secara langsung untuk dijadikan hadiah. Tetapi sudah menjadu hak milik perusahaan sebagai bentuk keuntungan dan dijadikan biaya promosi.
Sebaliknya, bila pihak penyelenggara undian mengambil dana iuran atau biaya yang dikenakan dari peserta undian sebagai sumber hadiah, maka jelas mengandung unsur judi.
Contoh: Sebuah program TV menyelenggarakan telekuis dengan hadiah mobil seharga 200 juta. Untuk bisa mengikutinya, para peserta diharuskan menelepon dengan biaya premium call (mahal) dengan harga tiap menit Rp. 5.000. Sehingga dari uang hasil pemasukan premium call itu terkumpul dana 250 juta bersih. Dari uang itu, 200 juta untuk membeli hadiah mobil dan 100 juta adalah keuntungan pihak penyelenggara.
Praktik ini merupakan bentuk perjudian karena hadiah itu semata-mata diambilkan dari iuran peserta lomba yang diambil melalui biaya telepon premium. Ini tidak beda dengan para penjudi yang duduk melingkari sebuah meja dan memainkan alat perjudian. Hanya saja bentuknya bervariasi.
Wallahu a‘lam bis-shawab. Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
referensi : kumpulan fatwa pusat konsultasi syariah