Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.
Manhajuna.com – Sifat atau penyakit inferior (minder) pada seseorang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tidak mampunya dia mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya. Bukan hanya itu, pada waktunya dia akan mencampakkan semua potensi itu karena ingin meraih apa yang terdapat pada orang lain yang dia pandang berkilauan. Kondisi inilah yang sesungguhnya banyak menimpa kaum muslimin. Islam dengan segala ajaran dan keunggulannya yang telah Allah berikan kepadanya, seakan tak bernilai apa-apa baginya. Jangankan untuk mengusungnya tinggi-tinggi, sekedar menyandangnya saja, sangat berat terasa. Baginya Islam hanya sekedar identitas diri yang “asal jangan lepas”.
Selebihnya, gaya hidupnya, cara bergaul, berpakaian, tindak tanduknya sampai kepada hobi dan idolanya sangat tergantung pada mana yang paling dapat memenuhi prestisenya, gengsi dan wibawa duniawinya, walaupun bertabrakan dengan prinsip-prinsip Islam, bahkan walaupun berlawanan dengan norma kehidupan yang umum berlaku. Padahal para ulama telah sejak lama mengurai satu persatu keunggulan ajaran Islam dalam berbagai aspeknya dengan segala dampak positifyang dihasilkan. Dari mulai masalah aqidah, ibadah, ekonomi, politik, pergaulan, rumah tangga hingga tata cara kehidupan sehari-hari. Namun semua itu tidak banyak gunanya, ketika sifat minder terhadap ajaran Islam masih menghinggapi diri kaum muslimin.
Fenomena Valentine Day, misalnya, yang juga marak dirayakan oleh anak-anak muda muslim, hanyalah salah satu contoh dari sifat minder yang menjangkiti seorang muslim terhadap ajarannya. Bahwa acara tersebut sangat kosong maknanya, lebih mewakili keyakinan agama lain dan besarpotensinya menimbulkan kerusakan moral, dan bahwa Islam memiliki ajaran yang jauh lebih unggul dalam masalah ‘cinta’ dan bagaimana mengekspresikannya dengan halal dan nyaman, itu tidak penting baginya. Yang penting adalah bagaimana dirinya dikatakan tidak ketinggalan zaman, gaul, modern dan sederet status semulainnya. Ironisnya, orang-orang barat sendiri sedikit demi sedikitsudah mulai banyak meninggalkan budaya mereka yang cenderung tidak memilikibatasan sehingga melunturkan nilai-nilai kemanusian seseorang. Lalu mereka mulai beralih mencari ajaran-ajaran yang diyakini dapat membawa ketenangan.
Diantara ajaran tersebut adalah agama lslam yang kini berdasarkan pengamatan berbagai pihak merupakan agama yang paling cepat pertumbuhannya di Eropa danAmerika. Ini artinya, kemuliaan Islam benar-benar teruji. Sebabmereka tertarik dengan Islam, bukan karena Islam menawarkan pelampiasan syahwat, hura-hura dan hidup tanpa batas. Tapi karena ajaran Islam istimewa dengan kekokohan landasan dan kesempurnaan nilainya serta sesuai dengan kebutuhan fitrah manusia, kapan saja dan dimana saja. Kalau mereka yang lahir dalam keadaan non muslim, lalu tumbuh berkembang di tengah ajaran dan budaya non Islam, kemudian beralih kepada Islam dan bangga dengannya walau berbagai ujian dan cobaan yang mereka hadapi. Semestinya seorang muslim yang lahir di tengah keluarga muslim dantumbuh di tengah masyarakat muslim lebih bangga lagi dengan keislamannya.
Terkenal ucapan Umar bin Khattab radhiallahu anhu,
نَحْنُ قَوْمٌ أَعَزَّنَا اللهُ بِالإِسْلاَمِ فَمَهْمَا ابْتَغَيْنَابِغَيْرِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
“Kita adalah kaum yang dimuliakandengan Islam, jika kita cari cara selain itu, niscaya Allah akan menghinakan kita.”
(Manhajuna/AFS)