عَنْ أَبِي ذَرّ؛ جُنْدُبِ بْنِ جُنَادَةَ، وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ؛ مُعَاذِ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ قَالَ
« اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
[رواه الترمذي وقال: حديث حسن، وفي بعض النسخ: حسن صحيح]
Kosa Kata
اتَّقِ (الله) | : Bertakwalah (kepada Allah) | حَيْثُمَا | : Di mana saja |
الحَسَنَة | : Kebaikan | السَّيِّئَة | : keburukan |
أَتْبِع | : Iringilah | خَالِقْ | : pergaulilah |
تَمْحُـ(هَا) | : menghapus-(nya) | (بـ)خُلُق | : (dengan) akhlak |
Terjemah Hadits
Dari Abu Zar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, Mu’az bin Jabal radhiallahuanhuma dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda,
“Bertakwalah engkau kepada Allah kapan dan di mana saja engkau berada, iringilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. Tirmizi, dia berkata haditsnya hasan, pada sebagian cetakan dikatakan hasan shahih) [1]
Kedudukan Hadits
Nilai hadits ini terdapat dalam dua seruan yang ada di dalamnya, yaitu,
- Seruan untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala, dan hal tersebut merupakan tujuan agama dan sumber segala kebaikan dan keutamaan, sebagaimana dia juga merupakan wasiat Allah sejak dahulu hingga sekarang.
- Seruan untuk berakhlak mulia, inipun merupakan salah satu tujuan agama. Akhlak mulia dapat merekatkan ikatan di antara umat, tersemainya rasa cinta serta mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi sebab terangkatnya derajat seorang hamba. [2]
Pemahaman Hadits
Taqwa menurut bahasa artinya: menggunakan pelindung dan penghalang yang dapat menghalangi dan melindungi seseorang dari apa yang dia takuti dan hindari.
Sedang menurut istilah taqwa adalah: “Upaya seorang hamba yang mencari pelindung antara dirinya dari apa yang ditakutkan dari Rabbnya berupa kemurkaan, kemarahan, dan balasan-Nya, yaitu dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.” [3]
Makna Haitsuma kunta adalah: Di setiap waktu dan tempat engkau berada, sendiri atau dalam keramaian, dilihat orang atau tidak dilihat.
Ada dua versi makna al-Hasanah yang dikemukakan para ulama dalam ungkapan wa atbi’issayyi’atal hasanata tamhuha (ikutilah keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapusnya);
- Maksudnya adalah taubat, jadi maknanya adalah jika kamu berbuat salah (dosa) hendaklah kamu bertaubat yang akan dapat menghapus dosa-dosamu.
- Maksudnya semua bentuk amal saleh. Karena di antara fungsi amal saleh adalah menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan seorang hamba, sebagaimana banyak disebutkan dalam beberapa nash. Namun, dosa yang dimaksud adalah dosa kecil yang berkaitan dengan hak Allah. Adapun dosa besar membutuhkan taubat nasuha untuk menghapusnya. Atau jika dosa terkait dengan hak manusia dituntut meminta dihalalkan perbuatannya. [4]
Pelajaran yang Terdapat Dalam Hadits
- Takwa merupakan bekal kehidupan seorang muslim di mana saja dia berada dan dalam kondisi apapun yang dihadapinya. Tidak hanya dibutuhkan pada waktu dan momen-momen tertentu.
- Bersegera melakukan ketaatan setelah melakukan keburukan, karena kebaikan akan menghapus keburukan.
- Bersungguh-sungguh menghias diri dengan akhlak mulia.
- Seorang muslim hendaknya menjaga keseimbangan hubungan yang baik secara vertikal maupun horizontal, antaranya dirinya dengan Allah Ta’ala, dan dengan sesama manusia.
- Menjaga pergaulan yang baik merupakan kunci kesuksesan, kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat. Hal tersebut dapat menghilangkan dampak negatif pergaulan.
Tema Hadits dan Ayat Al-Quran Terkait
Menjaga hubungan baik kepada Allah dan kepada sesama manusia. | : | Ali Imran (2): 112 |
Takwa; bekal kehidupan | : | Al-Baqarah (2): 197, Ath-Thalaq (65): 2,4-5 |
Taubat, Amal shaleh dapat menghapus dosa | : | An-Nisa (4): 17, Al-Furqan (25): 69,
Hud (11): 114 |
Akhlak mulia
|
: | Al-Qalam (68): 4 |
Catatan Kaki
-
Jami’ At-Tirmizi, Abwab al-Birri wash-Shilah, no. 1987. Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami’, no. 97, Misykatul Mashabih, no. 5083
-
Qawa’id wa Fawa’id minal Arba’in An-Nawawiyah, hal. 158
-
Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 285
-
Qawa’id wa Fawa’id min Al-Arba’in An-Nawawiyah, hal. 163. Syarah Al-Arba’in An-Nawawiyah: Ibnu Daqiq Al-Ied, hal. 141
Sumber: Kajian Hadits Arba’in Nawawiyah, Imam An-Nawawi, Penyusun Abdullah Haidir, di Muraja’ah DR. Muinudinillah Basri, MA Fir’adi Nashruddin, Lc. Penerbit Kantor Dakwah Sulay Riyadh
(Manhajuna/IAN)