Serial Inspirasi Qur’ani
Oleh: Faris Jihady, Lc
Manhajuna – Al-Fatihah adalah surat pembuka yang terletak di awal mushaf, tergolong Makkiyah, dan berjumlah 7 ayat. Namun demikian, letaknya di awal mushaf tak berarti turunnya di awal, karena susunan mushaf bersifat tauqifiy (sesuai kehendak Allah) yang mengandung rahasia dan hikmah tersendiri.
Al-Fatihah disebut juga Ummul Qur’an. Para cendekiawan berpendapat; ada beberapa hikmah kenapa ia digelari Ummul Qur’an [1];
1. Sebagai pembuka yang mengawali Al-Qur’an, laksana induk (Umm)
2. Mencakup maqashid (tujuan-tujuan utama) dari diturunkannya AlQur’an, maqashid tersebut antara lain;
– Ma’rifatullah (mengenal Allah) dengan segala kesempurnaan sifatNya yang diungkap dengan pujian
– Perintah dan Larangan, yang terangkum dalam ungkapan “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in)
– Janji Pahala dan Ancaman yang ter-ekpresikan dalam “shiratalladzina an’amta ‘alaihim…”
3. Mencakup ringksan makna dari AlQur’an secara keseluruhan, karena makna AlQur’an secara umum berporos pada dua hal;
– Hukum-hukum teoritis (aqidah) yang wajib diketahui dan diimani. Dimana dalam surat ini, diisyaratkan dengan pemberitahuan akan Dzat Allah Ta’ala dengan segala kesempurnaan nama dan sifat-sifatNya
– Hukum-hukum aplikatif (halal-haram) yang wajib diamalkan atau dihindari. Hukum-hukum aplikatif dalam surat ini terklasifikasi menjadi dua; amalan hati dan amal fisik. Amalan fisik diisyaratkan dengan “iyyakana’budu” yang bermakna keharusan benarnya tatacara kita beribadah dan bersyariah. Sedang amalan hati diisyaratkan dengan “iyyaka nasta’in”, yang bermakna totalitas keikhlasan hati dalam mengesakanNya dalam setiap aktivitas.
Syaikh Sa’id Hawwa secara khusus memaknai dua ayat terakhir (6-7) sebagai panduan manhaj hayah (pedoman hidup), yang bermakna tuntunan tentang bagaimana kita menjadikan acuan dan siapa yang dijadikan acuan dalam menjalani kehidupan [2].
Ma’rifatullah dalam Surat Al-Fatihah
Al-Quran memiliki cara yg khas dlm mengenalkan Dzat dan Sifat Allah (Ma’rifatullah) secara umum ada 2 cara;
1. Allah menyebutkan Asma ul Husna (nama dan sifat yg luhur & sempurna) yg melekat pada Dzat-Nya.
2. Meminta kita untuk merenungkan tanda-tandaNya (ayat2Nya) yg bersifat kauni.
Penggunaan Asmaul Husna memiliki dua fungsi [3];
1. Fungsi Retoris,yg brtujuan menciptakan nuansa harmoni dan keindahan,baik pada aspek bunyi & tema, dalam berbagai ayat AlQur’an, inilah mengapa ayat2 bgtu mudah & indah utk dihafal & dicerna.
2. Fungsi Teologis (pengokohan aqidah), ttg hakikat Dzat Allah Ta’ala, bahwa DzatNya pemilik segala kesempurnaan tanpa ada kekurangan & aib sdikitpun. ini menyiratkan bahwa DzatNya melampaui semua dugaan kita; bahwa perspektif apapun tentangNya sedikitpun tidak mendekati hakikat yang sesungguhNya.
Al-Fatihah-scara indah & khusus- mengantar para pembacanya utk mengenal Allah melalui Asmaul Husna-Nya, yg dibuka dg ungkapan pujian (Al-Hamd) yg lbh luas drpada sekedar terimakasih (AsSyukr).
Ada beberapa nama & sifat yg diungkapkan dlm rangkaian Al-Fatihah ini [4];
1. Allah -Azza wa Jalla- ; nama khusus yg mewakili Dzat-Nya, ini adalah namaNya yg paling agung, karena pada nama inilah melekat semua sifat-sifat “Maha Sempuna” yg lain.
2. Rabb; nama yg bermakna kekuasaan & kepemilikan mutlak atas segala sesuatu, menciptakan semua & mengatur rizkinya. karenanya lafaz ini tak boleh dinisbatkan kepada selain Allah.
3. Ar-Rahman Ar-Rahim; dua nama yg bergandengan sekaligus, keduanya berakar dr kata Ar-Rahmah (kasih sayang). sebagian cendekiawan/ulama berpendapat; Ar-Rahman lbh luas & istimewa dr ArRahim, karena ArRahman mencakup kasih sayang kpada semua makhluk mukmin ataupun kafir,sdangkan ArRahim khusus pada mukmin saja. Nama ArRahman -lafaz ini- tak boleh menjadi nama makhlukNya,namun ArRahim boleh saja dinamai dengannya makhlukNya.
4. Maaliki yaumiddin; Penguasa hari Ad-Diin (pembalasan), menyiratkan bahwa pada hari itu,dimana tiap makhluk mempertanggungjawabkan, DIA-lah pemilik & penguasa hari itu,tak ada yg lain, disaat para peng-klaim pemilik kuasa di dunia tak lagi bisa berkuasa.
Terkumpulnya nama dan sifat dalam satu rangkaian yang sekilas berbeda kesan (kasih sayang sekaligus pembalasan) menyiratkan pada pembaca bahwa rasa takut (khauf) & harap (raja’) kita pada saat yg sama semata menuju kepadaNya,satu-satuNya.
AlQuran –secara unik- mengenalkan hakikat DzatNya menggunakan perangkat retoris yg disebut Al-Iltifat yg brmakna peralihan perspektif gramatikal.
Pada empat ayat pertama, Allah Ta’ala dinyatakan dalam bentuk ketiga tunggal, yang menyiratkan pesan keagungan & kekuasaanNya atas seluruh makhluk, lalu tiba2 kita dikejutkan pada ayat kelima karena Allah dinyatakan dalam bentuk orang kedua tunggal.
Perubahan ini mengesankan hubungan yg lebih akrab antara Khaliq dg makhluk-Nya..atau dengan kata lain; Sang Khaliq berkuasa penuh atas seluruh makhlukNya,meski demikian,keagunganNya dapat didekati oleh siapapun yang beribadah & berserah diri kepadaNya.
Wallahu A’lam
Riyadh,200513
_______________________________________________________________
[1] Ibn Asyur, AtTahrir wa Tanwir
[2] Sa’id Hawwa, Al-Asas fi Tafsir
[3] Ingrid Mattson, PhD, The Story of The Quran
[4] Ibn Katsir, Tafsir AlQuranil ‘Azhim