Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Kolom / Ada Yang Lebih Dahsyat Dari Sekedar Terbelahnya Lautan
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Ada Yang Lebih Dahsyat Dari Sekedar Terbelahnya Lautan

Oleh: Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

jejak_pasir

Tahukah anda peristiwa besar yang terekam di hari Asyuro?

Ya, dialah peristiwa fantastis yang menjadi mukjizat Nabi Musa as, saat beliau dan kaumnya ingin kabur dari kezaliman Fir’aun, namun akhirnya terhadang laut Merah sementara Fir’aun dan bala tentaranya kian mendekat di belakang siap melumatkan mereka. Di saat genting tersebut, Allah perintahkan Nabi Musa as memukulkan tongkatnya di laut Merah. Lalu lautan terbelah dua, maka Nabi Musa dan pengikutnya menyusuri dasar lautan hingga akhirnya mereka selamat hingga ke seberang. Sementara Fir’aun dan balatentaranya, saat mereka menempuh jalan yang sama, Allah satukan kembali lautan tersebut dan binasalah mereka. Peristiwa itu terjadi pada tanggal sepuluh Muharram yang kemudian dikenal dengan istilah hari Asyura. Nabi Musa as sebagai berpuasa di hari itu sebagai rasa syukurnya dan kemudian diabadikan dalam syariat Islam sebagai puasa Asyura.

Kita yang membaca kisah ini tentu akan takjub dan membayangkan betapa dahsyatnya pemandangan terbelahnya lautan sehingga dasarnya dapat dilalui.

Tapi tahukah anda yang lebih menakjubkan dari hal itu?

Dia adalah istiqamah; Keteguhan berada di jalan Allah serta keteguhan memperjuangkannya. Maka, sebesar ketakjuban kita dengan sebuah mukjizat, sebesar itu pula atau bahkan lebih besar lagi, ketakjuban kita terhadap istiqamah. Mengapa demikian? Karena mukjizat tidak akan lahir kecuali dari istiqamahnya seorang Nabi Allah Taala dalam menjalanka dan memperjuangkan syariatNya. Sementara, tidak semua Nabi dan tidak semua orang saleh mengalami kejadian luar biasa sehingga menyelamatkan dirinya. Nabi Zakaria as dibunuh di tengah dakwahnya, Ashhabul Ukhdud dibakar hidup bersama keimanannya, Hamzah bin AbdulMuthalib dibunuh dan dicabik-cabik di tubuhnya dalam jihadnya. Akan tetapi satu perkara yang menyatukan mereka sekaligus menjadi sebab kemuliaannya, yaitu istiqamah di jalan Allah Taala. Mukjizat mungkin ada mungkin tidak, karomah mungkin ada mungkin tidak, kejadian luar biasa mungkin ada mungkin tidak, tapi istiqamah, harus ada dan tidak boleh tidak!

Beginilah seharusnya kita memandang dan menilai, apalagi di tengah berbagai ragam tingkah polah manusia kini dan berbagai trik penipuan dan pengelabuan masa sekarang. Betapapun sepintas tampak hebat, luar biasa atau istimewa, tetap saja penilaian standar kita adalah apakah semua itu dibangun di atas landasan istiqmah di atas syariat Allah taala atau tidak.

Bahkan, Ibnu Katsir dalam tafsirnya saat menafsirkan surat Al-Baqarah: 34, mengutip ucapan Laits bin Saad dan Imam Syafii rahimahullah;

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَمْشِي عَلَى الْمَاءِ وَيَطِيرُ فِي الْهَوَاءِ فَلَا تَغْتَرُّوا بِهِ حَتَّى تَعْرِضُوا أَمْرَهُ عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ

“Jika kalian melihat seseorang dapat berjalan di atas air dan terbang di udara, janganlah kalian terpesona sebelum menilai perkaranya dengan Al-Quran dan Sunah.”

Dengan cara pandang seperti ini, maka tidak akan kita temukan seorang muslim yang terpedaya hanya karena sesuatu yang sepintas menggambarkan kehebatan, luar biasa atau mampu menampilkan sesuatu yang lain dari biasanya, jika tidak ada indikasi atau bukti bahwa semua itu paralel dengan istiqamahnya di jalan Allah Taala. Maka, jika demikian, apa yang dianggap luar biasa, bukanlah kebaikan, bukan pula karomah, apalagi mukjizat dari Allah Taala.

Sebaliknya, seorang muslim hendaknya menjunjung tinggi keistiqamahan di jalan Allah, walau sepintas tidak hebat, tidak luar biasa dan tidak ada yang fantastis. Cukuplah istiqamah itu sendiri menjadi sesuatu yang luar biasa baginya dan dia berusaha untuk mewujudkannya.

Dahulu para ulama mengatakan,

الاِسْتِقَامَةُ خَيرٌ مِنْ أَلْفِ كَرَامَةٍ

“Istiqamah lebih baik dari seribu karomah….” 

Maka, sembari kita hidupkan puasa Asyuro, hendaklah kita ambil ibrah (pelajaran) tentang benang merah sumber kemuliaan dari Allah Taala,  yaitu; Istiqamah atau keteguhan dalam menjalankan syariat Allah dan memperjuangkannya.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ (سورة فصلت:
30)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan gembirakanlah mereka dengan surge yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30)

Wallahu A’lam

(Manhajuna/AFS)

Ust. Abdullah Haidir, Lc.

Pembina at Manhajuna.com
Alumni Syariah LIPIA ini adalah pengasuh utama manhajuna.com. Setelah 15 tahun menjadi Penerjemah dan Penyuluh Agama (Da'i) di Kantor Jaliyat Sulay, Riyadh, beliau memutuskan pulang mengabdikan diri di tanah air. Kini selain tetap aktif menulis dan ceramah di berbagai kesempatan, ustadz humoris asal Depok ini juga tergabung dalam mengelola Sharia Cunsulting Center.
(Visited 2.003 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

Tentang Qadha, Fidyah dan Kafarat Dalam Puasa

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc. Dalam masalah puasa, ada masalah qadha, fidyah dan kafarat. Bagaimana …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *