Oleh: Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
Manhajuna – Kebenaran dan kebaikan itu dari dan milik Allah. Maka setiap pembela kebenaran dan pegiat kebaikan berarti bekerja untuk Allah. Dan, yakinlah seyakin-yakinnya bahwa, Dia tidak akan mengabaikan siapapun yang bekerja untuk dan di jalan-Nya.
Sebagaimana Allah telah menyediakan semua sarana hidup bagi setiap makhluk ciptaan-Nya, pastilah Dia juga telah mencukupkan seluruh sarana eksis dan survive bagi kebenaran dan kebaikan yang diturunkan-Nya.
Sehingga dalam kaedah kebenaran dan kebaikan, jika kejujuran niat dan tekad plus kesungguhan ikhtiar dan usaha, apapun bentuknya dan seberapapun kadarnya, telah tersedia, berarti peluang dan pendukungpun telah hadir bersamanya.
Namun dalam kaedah sunnatullah, disamping peluang dan pendukung, bagi kebenaran dan kebaikan juga pasti ada penghalang dan perintang, yang harus dikenali dan dilampaui.
Pada hakekatnya, kebenaran dan kebaikan itu memiliki inner power (kekuatan internal yang ada di dalamnya dan bersamanya), yang dengannya siap menembus relung hati siapapun dan juga menerobos komunitas apapun. Sehingga ketika hal itu tidak terjadi, biasanya karena faktor-faktor penghalang dan perintang yang menghadang sampai berlapis-lapis.
Maka dalam kaedah fiqih perubahan diri, masyarakat dan kehidupan, menuju kebenaran dan kebaikan, salah satu prioritas utama itu adalah mengenali dengan baik faktor-faktor penghalang/perintang, lalu berupaya keras untuk menghilangkannya.
Namun perlu diingat dan disadari benar bahwa, faktor-faktor penghalang atau perintang kebenaran dan kebaikan itu terdiri dari dua kategori: internal, yang berasal dan bersumber dari dalam, dan eksternal, yang bersumber dan berasal dari pihak luar. Dan penghalang atau perintang kategori pertama jauh lebih berat dan lebih prioritas, daripada kategori kedua.
Oleh karenanya, pejuang dan pahlawan sejati itu lebih diukur oleh apa dan berapa rintangan hidup yang telah dilampauinya, bukan oleh apa dan berapa kebaikan yang telah dibuatnya.
(Manhajuna/GAA)