Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Hikmah / Malunya Aku
>> Sponsorship/Donasi Website Manhajuna <<

Malunya Aku

Pagi musim dingin menjelang, angin dengan membawa bulir-bulir halus air berhembus, sesekali kabut mengiringi hembusannya yang tenang dan berlahan namun pasti. Dingin mulai menusuk seiring datangnya angin, terkadang nafas yang berhembus dari mulut tak lagi jernih, namun putih bertanda uap air, ciri khas helaan nafas di musim dingin. Pagi itu, suasana masih sepi, kebanyakan orang masih terlelap dengan impianya masing-masing, ketika adzan shubuh berkumandang.

Di sela dingin yang menyelimuti pagi itu, ku coba menguatkan diri untuk membasuh muka dan berwudhu, memenuhi seruan adzan. Meski selang agak lama, dari adzan rasanya bahagia bisa bangun pagi. Dalam hitungang menit, selesai juga persiapan dan bersiap menuju masjid di sebelah gedung. Dalam langkah yang pasti, langkah demi langkah akhirnya bisa membuka pintu masjid, di tengah dingin yang menyeruak dengan hembusan angin yang sedikit kencang. Tiba dalam masjid, tak banyak orang dalam masjid itu, deretan utama masih banyak yang kosong, bahkan jikalau mau selonjoran kaki pun masih cukup leluasa. Di tengah- tengah orang yang tidak banyak itu, ku melihat sesosok orang, orang yang sudah sering dan akrab di mataku, bukan karena lantaran sering berbincang dengannya, tapi karena sering nya aku melihat dia di pagi dan sore hari. Orang yang tinggal di lantai bawah tempat aku tinggal, di deretan lantai pertama bangunan gedung tempat tinggal ku. Dia lah sosok itu. Orang itu, mohon maaf, Allah memberi karunia dia dengan kekurangan dalam penglihatan. Sedikit menoleh ke orang itu, nampaknya dia datang terlebih dahulu dari yang lain. Subhanallah…dengan kekuranganya ternyata orang tetap bisa menjalani hari-harinya sebagaimana orang biasa, orang yang di karunia organ tubuh yang lengkap dan tak kurang. Orang itu bahkan lebih dari orang biasa, sepagi itu telah datang ke masjid.

Malu rasanya diri ini membandingkan dengan semangat dan kemauanya yang kuat untuk ke masjid.

Malu rasanya diri ini membandingkan dengan semangat dan kemauanya yang kuat untuk ke masjid. Bisa di bayangkan dengan kondisi sepagi itu, dengan dingin yang mengikat tubuh dan tentunya tidak banyak orang yang sedang terjaga dan beraktifitas di jam-jam tersebut, orang itu bisa ke masjid. Mari di bayangkan bagaimana dia menemukan jalan ke masjid dari tempat dia tinggal, dengan kondisi mata yang tidak bisa melihat. Bagaimanakan dia melangkah? Bagaimanakah dia bisa menemukan pintu keluar? Bagaimanakah dia bisa menemukan jalan yang benar dari tempat nya ke masjid? Dan segenap pertanyaan lain bisa kita bayangkan, dengan tanpa bantuan seorang pun dia melangkahkan kaki ke masjid. Sebagai orang yang di karunia anggota yang lengkap dan sempurna, rasanya bisa membayangkan bagaimana sulitnya jalan di waktu sepagi itu tanpa bantuan seorangpun. Tapi, orang itu…sekali lagi hanya bisa berucap Subhanallah. Kekuatan dan kemaunnya telah mengalahkan kekurangan tubuhnya untuk bisa mendekatkan diri pada Rabb, dengan kemaunnya juga orang itu telah menunjukkan kepada saya dan anda bahwa ia bisa seperti kita. Malunya saya melihat diri ini, yang terkadang masih malas dengan selimut seribu alasan, hingga bangun pagi dan bersegera ke masjid saja serasa susah. Sungguh orang itu telah membuat saya malu. Saya dan mungkin anda yang di karunia anggota lengkap dan kemampuan melihat dan membaca, masih kadang malas untuk bersegera ke masjid. Sedangkan dia, orang itu dengan dengan segala kekurangannya masih bisa bersegera ke masjid melebihi saya. Yaa Rabb….Jauhkanlah kami dari rasa malas dan jadikanlah kami orang-orang yang pandai bersyukut.

Wahai kawan, ingatlah berapa banyak Allah telah karuniakan nikmat untuk kita, organ tubuh yang lengkap. Sudahkah kita mensyukurinya? Renungkanlah kembali, sudahkah kita mensyukurinya? Kaki yang sempurna, tangan yang lengkap dan mata yang bisa melihat semua yang ada di sekitar kita, sudahkah kita mensyukurinya?

*Catatan awal kedatangan di Riyadh

(HRZ)

 

 

(Visited 547 times, 1 visits today)

Beri Komentar (via FB)

http://bursanurulfikri.com/

Lihat Juga:

ETIKA MENDENGAR, KAEDAH ‘8-M’ (Tafsir Qurtubi 11/176)

Bersama Buya (Dr.) Ahmad Asri Lubis (غفر الله له ولوالديه وللمؤنين). Menurut Imam Qurtubi, Ibnu …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *