Tidak diragukan lagi, dalam menghadapi pertempuran abadi antara Al-Haqq dan Al-Baathil, selain usaha dan aksi nyata, doa adalah senjata seorang Mukmin yang paling utama. Addu’aa silaahul Mu’min.
Terkait dengan Ahok, sebagian dari Muslimin ada yang “berbaik hati” menyeru untuk mendoakannya agar mendapat hidayah. Mungkin itu karena tafa’ul da’awi (optimisme dakwah) yang tinggi. Mungkin juga karena tertipu dengan citra yang dipropagandakan televisi. Salahkah?
Ibnu Bathal mengatakan, “Rasulullah senang dengan masuknya orang-orang kafir kepada Islam. Beliau tidak terburu-buru untuk mendoakan keburukan, selagi ia berharap keislaman mereka. Bahkan beliau mendoakan hidayah untuk mereka” (Syarh Shohih Al-Bukhori, 5/114).
Sebagaimana Rasulullah pernah mendoakan hidayah bagi ‘Umar, meskipun ia masih dalam keadaan kafir. Atau seperti saat Rasulullah mendoakan anak cucu penduduk Thaif, setelah beliau diusir dan dilempari batu.
Namun, Rasulullah juga pernah mencontohkan doa kebinasaan bagi orang-orang kafir. Ibnu Bathal berkata, “Adapun yang tidak diharapkan keislamannya, dan dikhawatirkan mudhorotnya (bagi Islam), maka Rasulullah mendoakan kehancuran buat mereka” (Syarh Shohih Al-Bukhori, 5/114).
Hal itu sebagaimana doa Rasulullah untuk kebinasaan para dedengkot kafir Quraisy atau pasukan Ahzab yang menampakkan permusuhan kepada umat Islam dan menista agama-Nya.
Lalu, doa apa yang lebih tepat saat ini untuk Ahok? Apakah doa hidayah, atau doa keburukan dan kebinasaan?
Ibnu ‘Ainy menjelaskan, “Sesungguhnya Nabi mendoakan keburukan atau kebinasaan bagi mereka, saat semakin keras permusuhan mereka, banyak menyakiti, dan tidak ada rasa aman dari keburukan mereka atas kaum Muslimin” (‘Umdatul Qaary, 21/443).
Dulu saat ditanya tentang hukum mendoakan Bush, Syaikh Sholih Al-Munajjid menjawab “Setiap kondisi ada penyikapan tersendiri. Jika orang-orang kafir semakin keras memusuhi dan menyakiti kaum Muslimin, maka yang masyru’ (disyariatkan) adalah mendoakan kebinasaan buat mereka”.
Dari Kota Seribu Cahaya, turut mendukung dengan selaksa doa.
(Manhajuna/IAN)