Hijri Calendar by Alhabib
Beranda / Search Results for: abdullah haidir (page 13)

Search Results for: abdullah haidir

Menyongsong Masa Depan Da’wah

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Da’wah bagi seorang muslim sejati adalah bagian yang tidak pernah terpisah dari kehidupannya sehari-hari. Bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa kehidupan seorang muslim sejati hendaknya berputar dalam poros da’wah. Nahnu Du’aat Qabla Kulli Syai’, begitu slogan yang sering kita dengar dari masyaikh da’wah dan kita dengungkan kepada khalayak, baik secara verbal maupun praktek.

Sulit bagi kita untuk menghitung, seberapa besar kenikmatan yang kita rasakan dan dapatkan dari da’wah yang terus kita geluti. Untuk menilai nikmatnya pertemuan ini saja, sulit untuk kita ungkapkan dengan rangkain kata-kata. Bahkan, tantangan dan rintangan yang kita hadapi justru semakin membuat kenikmatan tersebut semakin terasa.

Busyroyaat da’wah sudah sering kita dengar, baik nasional (Indonesia), maupun lokal (Saudi Arabia), baik dari terobosan-terobosan da’wah yang semakin besar dan luas hingga respon masyarakat yang kian antusias. Namun rumusan da’wah mengajarkan kepada kita bahwa semakin banyak Busyroyaat da’wah tersebut, semakin besar tantangan yang harus kita hadapi. Itu artinya, busyroyat da’wah yang sering kita sebut, harus berbanding lurus dengan kesiapan kita untuk mengoptimalisasikannya di tengh kehidupan. Apalah arti capaian-capaian tersebut jika akhirnya membuat kita stagnan, pasif, atau bahkan sekedar ‘ujub… na’uzu billah.

Hal pertama yang penting untuk kita miliki adalah tumbuhnya kesadaran akan kekuatan internal dan seberapa besar kekuatannya. Masalah ini seringkal luput dari perhatian, akibatnya, kita justru sering dikejutkan oleh besarnya kekuatan kita yang ternyata selama ini terbengkalai begitu saja.

Jika kita memperhatikan medan da’wah di Saudi Arabia sebagai medan da’wah kita sekarang ini, akan kita dapatkan beberapa keunggulan yang menjadi sumber-sumber kekuatan da’wah yang boleh jadi tidak mudah untuk didapatkan di wilayah lain.

Dari sisi obyek da’wah, secara global kita memiliki dua lapisan masyarakat yang sangat besar peranannya ke depan dalam menentukan arah da’wah ini, baik di sini maupun di tanah air, yaitu masyarakat pelajar (mahasiswa) yang umumnya berkonsentrasi dalam studi Islam, berikutnya adalah masyarakat pekerja (TKI dan TKW). Kedua lapisan masyarakat ini dengan karakteristiknya masing-masing jika mendapatkan penanganan serius, ke depan akan melahirkan kader-kader handal yang selama ini terbukti menjadi variabel penentu dalam terobosan-terobosan da’wah.

Dari sisi infrastruktur da’wah, sebenarnya banyak yang kita miliki. Benar, kita tidak memiliki perkantoran permanen dan sarana pelengkap lainnya. Namun itu bukan berarti tidak ada yang dapat kita manfaatkan, karena sesungguhnya sudah banyak pihak lain yang menyediakannya untuk kita manfaatkan. Maktab-maktab jaliat adalah fenomena yang paling jelas dalam masalah ini, literatur dan referensi kitab-kitab maroji’ dan haroky juga sisi lain yang menjadi penopang. Disamping itu, infrastruktur da’wah yang kita miliki bukan hanya dalam ruang lingkup materi, bahkan kita memiliki infrastruktur da’wah yang tak kalah besar pengaruhnya dalam menjalankan roda da’wah, yaitu suasana yang sangat kondusif bagi kita untuk menawarkan ajaran Islam yang benar bagi masyarakat.

Keunggulan-keunggulan ini harus kita sadari betul nilai strategisnya, agar kita tidak merasa memiliki potensi besar untuk berbuat sesuatu, juga agar kita dapat memetakan da’wah dengan prioritas yang tepat.

Tinggal kemudian permasalahan berikutnya adalah bagaimana mengoptimalkan potensi ini. Jujur saja, pada titik ini, umat Islam -baik dalam skala makro ataupun mikro- sering mengalami kegagalan. Di samping itu, hal ini memang bukan proyek main-main, karena kita bukan hanya melibatkan materi atau bahkan sekedar fisik, tetapi kita juga melibatkan seluruh dimensi kemanusiaan seseorang lengkap dengan tempramen dan karakternya masing-masing.

Karena itu, pertemuan ini hendaknya tidak hanya diartikan sebagai ajang untuk mempertemukan berbagai konsep yang lengkap dengan berbagai argumennya, tapi yang juga tak kalah bernilainya adalah bahwa pertemuan ini menjadi ajang bagi kita untuk mempertemukan hati dan jiwa kita dalam Da’wah di jalan Allah Ta’ala, yang Insya Allah menjadi pembuka lebar-lebar bagi kita jalan untuk menyatukan potensi-potensi tadi dan mengoptimalkannya.

Meskipun singkat, tentu banyak makna yang dapat kita gali dari pertemuan ini. Namun setidaknya, setelah menanamkan keikhlasan kita kepada Allah Ta’ala, hendaknya pertemuan kita kali ini memotivasi kita untuk terus menyegarkan spirit da’wah kita dan ayunan langkah kita agar semakin mantap dan serasi.

Untuk itu paling tidak ada empat hal yang hendaknya selalu kita hidupkan :

  1. Ruh al-Mubadarah, semangat proaktif. Kalau kita sekarang sering mendengungkan prinsip musyarokah ke tengah khalayak umum, maka mestinya kedalam diri kita hal tersebut lebih intensif lagi.
  2. Ruh al-‘Ibda’, spirit berkreasi. Hal ini juga tak kalah pentingnya. Prinsip Da’wah sering diidentikkan dengan prinsip pemasaran. ‘Pasar’ akan merespon positif, jika sesuatu yang ditawarkan bersifat variatif. Betapa banyak da’wah memberikan hasil yang gemilang karena bersumber dari ide-ide cemerlang.
  3. Ruh al-Tadhiyah, spirit berkorban. Sejak awal kita sepakat, bahwa da’wah ini tidak akan mungkin berjalan tanpa adanya tadhiyah dari para pendukungnya, sebagaimana sejarah telah membuktikannya.
  4. Ruh al-‘Amal Jama’i, spirit bekerja sama. Boleh dikata ini adalah spirit yang paling khas yang harus kita miliki dalam hidup berjamaah.

Langkah-langkah awal ini yang sesungguhnya banyak memiliki peran dalam pembentukan masa depan da’wah kita. Karena mesti kita sadari sepenuhnya bahwa masa depan da’wah bukan ditentukan oleh berbagai tawaqqu’aat yang menanti kita di depan, tetapi lebih ditentukan –setelah karunia Allah- oleh langkah yang kita ayunkan di sini, sekarang ini. Cita-cita tentu berbeda dengan khayalan. Pemain berbeda dengan Penonton.

Semoga Allah selalu memberikan kita istiqomah untuk mengemban misi da’wah ini hingga akhir hayat, wallahu waliyyu zalika wal qadiru ‘alaih.

(Manhajuna/AFS)

Geliat Da’wah TKI di Saudi Arabia

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

1009849_358108197653049_1943764234_nManhajuna – Perbincangan tentang da’wah di kalangan TKI di Saudi Arabia relatif tidak banyak mendapat perhatian banyak pihak jika dibandingkan berbagai kasus dan problem yang menimpa mereka. Bisa jadi hal tersebut disebabkan keberadaan Saudi Arabia yang dikenal sebagai negara Islam, sehingga urusan da’wah dianggap perkara biasa dan wajar, sementara yang tidak wajar justru adanya berbagai kisah nestapa oleh perlakuan penduduk setempat. Padahal masalahnya tidak sesederhana itu, justru tantangan da’wah di kalangan TKI di negara ini memiliki kekhasan tersendiri di banding tempat lainnya. Hal itu dapat bersumber dari TKI sendiri, lingkungan pekerjaan, atau kondisi sosial yang ada.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian besar TKI bekerja dalam sektor privat (sopir dan pembantu rumah tangga). Mereka umumnya berasal dari lingkungan yang kehidupan keberagamaannya sangat “cair” plus latar belakang pendidikan standar. Hal tersebut berakibat pada lemahnya motivasi untuk meningkatkan kuwalitas keagamaannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan. Atau kalaupun cukup baik latar belakang agamaannya, sering sudah terbungkus rapat dengan pemahaman tradisional yang sangat sensitif dengan pendapat yang dianggap berbeda, sehingga tidak sedikit di antara mereka (termasuk penulis sendiri) mendapat pesan sebelum berangkat: “Hati-hati, jangan terpengaruh ajaran orang sana, mereka mazhabnya beda”. Hal inipun sering jadi kendala tersendiri.

Kondisi pekerjaan juga banyak berpengaruh, di mana sektor rumah tangga yang umumnya tidak memiliki jam tertentu, membuat TKI kesulitan terlibat dalam kegiatan da’wah secara kontinyu. Kemudian kondisi sosial dalam perspektif da’wah juga relatif berbeda. Tidak seperti di negeri kita, di sini tidak sembarang orang –meskipun punya semangat da’wah dan ilmu agama- dapat berceramah atau memberikan pengajian di mesjid-mesjid atau tempat-tempat formal. Semuanya harus memiliki legalitas dari lembaga resmi yang diakui pemerintah setempat.

Namun demikian, terlepas dari semua tantangan yang ada, agenda da’wah tetap berjalan dan terus bergulir bahkan meningkat dari waktu ke waktu. Keberadaan kantor-kantor da’wah yang salah satu bidangnya mengurus da’wah bagi pendatang sangar besar perannya dalam menghidupkan da’wah dikalangan TKI. Kita biasa menyebutnya dengan istilah Maktab Jaliat (Kantor bagi pendatang) atau Islamic Center. Di Kantor seperti ini biasanya didatangkan da’i dari negara-negara yang banyak mengirim tenaga kerjanya ke Saudi, seperti Indonesia, Philipina, Srilangka, Pakistan dll, tentu saja tujuannya agar dapat menyampaikan da’wah sesuai dengan bahasa kaumnya.

Selain da’i di kantor-kantor da’wah, para mahasiswa yang sedang studi ilmu-ilmu syar’i besar pula peranannya dalam hal ini, bahkan di kota Dammam ada beberapa mahasiswa Indonesia yang studi ilmu-ilmu eksak (rata-rata mengambil program S2), juga aktif menghidupkan kegiatan da’wah di sana.

Kantor Da’wah biasanya memberikan fasilitas yang sangat besar –setidaknya jika dibandingkan di negeri kita- bagi mereka yang mau ngaji; seperti transportasi antar jemput, makanb malam atau siang, sejumlah hadiah, rihlah, umroh serta pembagian buku dan brosur keagamaan. Semuanya serba gratis. Jumlah kantor da’wah di ibu kota Riyadh terbilang paling banyak, ada tujuh belas kantor yang tersebar di berbagai pelosok kota. Hal ini tentu saja berdampak pada tingginya kegiatan da’wah bagi pendatang di kota ini, termasuk di kalangan TKI, meskipun hanya enam kantor da’wah yang ada da’i dari Indonesia. Tidak kurang ada dua puluh sentra pengajian untuk orang Indonesia dengan waktu dan jumlah hadirin yang beragam, baik yang diadakan di kantor da’wah itu sendiri, di mesjid-mesjid atau perusahaan-perusahaan hingga dari rumah ke rumah. Kegiatan pengajianpun sudah semakin beragam, dari mulai seminar, rihlah, penggalangan dana dan hingga olahraga dan bantuan terhadap tenaga kerja. Untuk memudahkan koordinasi di antara pengajian, telah dibentuk Formatra (Forum Majlis Ta’lim Riyadh) yang mengatur dan mengelola jalannya pengajian yang ada di kota Riyadh.

Selain Riyadh, provinsi bagian timur (Damam, Khobar, Ahsa, Jubail dll) adalah wilayah yang cukup marak kegiatan da’wahnya, termasuk dengan adanya sejumlah kantor Da’wah. Berikutnya wilayah Qasim yang juga hidup kegiatan da’wahnya. Di wilayah Hijaz, maka Jeddah merupakan kota yang paling marak kegiatan da’wahnya, di sanapun banyak kantor-kantor da’wah yang besar perannya mengembangkan da’wah di kalangan TKI. Bahkan di sana, komunitas warga Indonesia cukup mapan dan sudah turun temurun. Namun sayang, di kalangan TKI, Jeddah lebih dikenal sebagai kota tempat bersarangnya TKI ilegal, lengkap dengan berbagai problem dan ekses negatifnya.

Yang agak unik barangkali di Mekkah dan Madinah. Di kedua kota yang menjadi titik tolak da’wah dalam sejarah Islam, justru kegiatan da’wah bagi kalangan TKI tidak begitu marak, setidaknya hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya tenaga da’i resmi dari Indonesia di kantor-kantor da’wah di kota tersebut, padahal komunitas TKI sangat banyak. Sehingga hal ini sering memupuskan harapan sebagian TKI yang di antara tujuan kedatangannya ingin memperdalam ilmu agama selain mencari nafkah. Dan karena alasan tersebut, Mekkah atau Madinah menjadi pilihan mereka. Namun demikian pengajian-pengajian terbatas tetap ada di sejumlah tempat dengan bimbingan mahasiswa atau TKI yang sudah memiliki kafa’ah syar’i. Di sisi lain, keberadaan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tentu saja menjadi kelebihan tersendiri bagi TKI yang bekerja di kota tersebut.

Isu teroris yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan di negara ini, al-hamdulillah tidak sampai mengganggu kegiatan da’wah bagi kalangan TKI. Terlebih lagi bangsa Indonesia relatif masih dikenal sebagai bangsa yang santun dan selalu menjaga hubungan baik, plus da’wah yang kita lakukan selalu memegang prinsip wasathiah (pertengahan), tidak melebar kepada hal-hal yang bersifat kontraproduktif dengan aktifitas da’wah itu sendiri.

Pernah terjadi di kota Riyadh, tahun lalu kita mengadakan acara tarhib Ramadhan di Masjid Rajihi (Pusat da’wah di kota ini) dengan mengundang seluruh jamaah majlis ta’lim di kota Riyadh. Acara dilaksanakan pada Jum’at pagi dan biasanya dihadiri sekitar 400 orang. Namun di pagi hari, ketika panitia akan menuju lokasi seminar untuk mempersiapkan acara, di setiap mulut jalan menuju lokasi telah di jaga ketat polisi, kendaraan tidak boleh masuk sama sekali tanpa kecuali. Rupanya ada isu demontrasi di kalangan orang-orang Saudi setelah shalat Jum’at di mesjid tersebut. Setelah berembuk, panitia memutuskan untuk tetap melakukan acara seperti rencana semula, dan menuju ke tempat lokasi berjalan kaki dengan wajar. Sekeliling mesjid yang biasanya ramai oleh mobil parkir dan tukang dagang kini benar-benar lengang. Alhamdulillah acara berjalan lancar dan jamaah tetap berdatangan seperti biasa meskipun pada awalnya banyak yang kebingungan. Pihak keamanan sempat meminta berkas-berkas yang kita bawa, kita berikan apa adannya dan alhamdulillah tidak terjadi apa-apa, karena kegiatan kita semata-mata da’wah karena Allah Ta’ala. Seorang kawan ada yang berseloroh: “Kali ini acara kita benar-benar mendapat pengamanan istimewa”.

Demikianlah sekelumit aktivitas da’wah di Saudi Arabia yang al-Hamdulillah semakin lama kian mendapat sambutan positif di kalangan masyarakat TKI. Namun jangan dikira bahwa semua itu ada hanya semata-mata karena negara ini bernama “Saudi Arabia”. Betul bahwa pemerintah Saudi banyak memberikan fasilitas da’wah yang sangat besar, namun semua itu tanpa kemauan dan kerja keras dari kalangan TKI sendiri, sulit akan tercipta iklim kondusif untuk da’wah. Terbukti tidak sedikit mereka yang tidak tergerak sama sekali menghadiri pengajian atau minimal melakukan perbaikan diri selama bekerja di negara ini, justru lebih dari itu banyak dari saudara-saudara kita yang terjerumus dalam lembah nista yang sulit dipercaya bagi mereka yang berada di tanah air bahwa hal tersebut dapat dilakukan di negeri ini.

Karena itu, kami pesankan kepada calon TKI yang akan datang ke Saudi Arabia, setelah tiba di negeri ini, segera cari informasi tentang kegiatan-kegiatan pengajian di kota tempat kerjanya dan segera aktif di dalamnya, insya Allah hal tersebut akan banyak membawa kebaikan pada dirinya, karena komunitas yang baik akan membantunya melindungi diri dari godaan maksiat. Jika tidak, besar kemungkinan dia akan tertarik oleh komunitas buruk, maka satu demi satu tawaran-tawaran kemaksiatan dalam berbagai bentuknya akan datang menghampirinya dan diapun dengan senang hati akan meladeninya, na’udu billahi min dzalik. Kalau sudah begini, jangankan nasihat seorang ustaz, ancaman hukuman yang keras sekalipun -seperti di negara ini- akan dia anggap khalli walli (masa bodo -Bahasa Arab pasaran).

(Manhajuna/AFS)

Tragedi Mina “By Design”?

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Bismillah… ingin melanjutkan bahas tragedi Mina kemarin. Ada beberapa klarifikasi dan pertanyaan mengusik serta info menarik….

Saya tidak menyangka sama sekali jumlah korban wafat dalam tragedi Mina kemarin begitu besar, mendekati angka seribu, plus yang cidera lebih banyak

Ini angka yang sangt fantastis. Ketika mengetahui angka tersebut, saya pikir ini tidak normal. Ada beberapa hal yang cukup mengusik.

Sebab setahu saya, ketika dahulu jamarat masih sempit, kalaupun terjadi musibah desak-desakan, korban wafat tidak sampai di atas 200 jamaah…

Tentu saja, jumlah segitu sudah sangat besar, tapi kali ini mencapai mendekati atau sudah 800 jamaah, sangat menyedihkan…

Perlu saya tekankan, tanpa bermaksud apologi, petugas yang mengatur arus jamaah sebenarnya sangat banyak. Mereka bukan sekedar relawan biasa.

Kebanyakan adalah anggota militer yang setiap tahun ditugaskan mengurus arus jamaah haji. Bahkan mereka bikin barak-barak agar dapat berjaga bergantian.

Pengelolaan jamaah haji ini setiap tahun selalu dievaluasi, menampung masukan, dan relatif cukup banyak perbaikan signifikan.

Di Saudi untuk urusan haji ini dibuatkan departemen dan menteri khusus untuk haji. Dikenal sebagai wazaratul haj….

Bahkan dijadikan pula sebagai salah satu kajian akademik, juga dibuat lembaga kajian khusus untuk pengelolaan ibadah haji dari berbagai sisi.

Meskipun tentu saja, Saudi yang paling bertanggungjawab dalam masalah ini, namun jangan dipahami bhw tidak ada usaha maksimal mrk dalam hal ini

Nyatanya memang, sejak musibah Mina terakhir thn 2006, nyaris tidak terdengar musibah berarti lagi setelah itu, hingga datang musibah kemarin.

Salah satu bentuk pelayanan petugas keamanan terhadap jamaah haji

tra1

tra2

Sekitar tahun 2008 saya pernah bawa satu bis rombongan saya berjalan kaki dariMuzdalifah ke Mina setlah shubuh, wktunya sama dengan kejadian kemarin

Padahal dalam rombongan ada kedua mertua yang cukup lanjut usia, juga isteri dan ketiga puteri saya yang masih kecil, Alhamdulillah aman..

Memang padat sekali jalannya, kami harus berhenti beberapa kali untuk lihat suasana. Namun akhirnya dapat melontar dengan aman.

Padahal ketika itu, lokasi jamarat sedang dalam proses perluasan dan penambahan tingkatnya, dan jumlah jamaah haji belum dipotong seperti sekarang.

Artinya, setelah tragedi Mina terakhir, tahun 2006, terjadi perombakan besar-besaran, baik dari segi bangunan maupun teknis pegaturannya….

Dan itu cukup berhasil, apalagi setelah 4-5 tahun belakangan, setelah lokasi jamarat yang berlantai 5 selesai dibangung, melontar sangat nyaman

Terkait dengan kejadian kemarin, insiden bukan terjadi di jamarat, tapi cukup jauh dari jamarat, bahkan juga bukan di jalan utama pejalan kaki..

Ada beberapa jalur yang disediakn dari Muzdalifah ke Mina, yang paling tengah dan paling besar, disebut thariq musyat, khusus pejalan kaki….

Tandanya setelah memasuki area Mina, ada jalan yang diberi awning, juga disediakan blower raksasa di kiri kanan jalan untuk pengaturan udara,,

Adapun insiden kemarin terjadi di jalan cabang, bukan dijalan utama pejalan kaki. Di tengah perkemahan resmi jamaah haji.

Jubir resmi Saudi laporkan bhw jalan tersebut jalan cabang, dan penumpukn jamaah dalam jumlah besar di jalan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.

Perhatikan TKP dari lokasi jamarat, masih jauh, +- 2 km, jalur utama pejalan kaki ada di sebelah kirinya….

tra3

Yang saya maksud dengan jalur utama pejalan kaki (thariq musyat) adalh garis yang warna abu2…itu awningnya….

Jadi lokasi kejadiannya adalah di tengah perkemahan resmi, maka korbannya kemungkinan besar adalah jamaah haji resmi yang memiliki tenda resmi

Sekaligus saya klarifikasi dan minta maaf, kemarin saya cenderung salahkan haji koboy dan pejalan kaki serta yang tidak punya tenda resmi di Mina (Baca: manhajuna.com/memahami-latar-belakang-tragedi-mina-2015/)

Ust. @farisjihady yang sedang pergi haji laporkan bhw dia jam 8 pagi melewati thariq musyat, jalur utama pejalan kaki, kondisi padat tp lancar

Jadi sekali lagi, insiden bukan di jamarat, bukan pula di jalur utama pejalan kaki yang menjadi tempat krusial terjadinya musibah….

Lokasi kejadian di jalan dekat perkemahan warga negara-negara Arab dan Asia selatan …

Biasanya di jalan ini, minim kerawanan insiden. Jamah haji umumnya punya tenda, mrk dpt istirahat, dan juga biasanya dijadwal ke jamarat…

Tingkat kepadatannya pun tidak seperti dijalur utama pejalan kaki tadi. Kalau mrk berjalan searah, walaupun dalam jumlah banyak, aman insyaAllah.

Lalu mengapa terjadi musibah yang amat memilukan ini? Ada beberapa benang merah yang coba saya himpun, ini baru analisa pribadi….

Setelah kejadian tersebut yang lantang memojokkan Saudi adalah Iran, resmi dari para pemimpinnya, jangan tanya dengan para pengikutnya, termasuk di Indonesia

(Berita BBC: Pemimpin Iran menyebut pemerintah Arab Saudi mesti bertanggung jawab atas tragedi Mina bbc.in/1Wm0kFu)

(Bahkan ada Media Syiah di Indonesia memanipulasi video tahun 2011 sebagai bahan  untuk menuduh Wakil Putra Mahkota Saudi Sumber Malapetaka Mina)

Isunya insiden karena adanya rombongan Raja Salman atau pangeran, itu mustahil. Kurang kerjaan amat raja Salman blusukan ke sana saat-saat padet

Kalau mereka mau melontar, ada ruangan bawah tanah jamarat, khusus untuk pejabat dan tamu-tamu khusus kerajaan. Beberapa kawan ada yang pernah merasakannya.

Sebenarnya wajar sekali Saudi dikritik, tapi nada mereka sngat terkesan unsur ‘syamatah’…. bahasa kita adalah ‘rasain lu’… ‘makan tuh’..

Yang rame juga kaum liberalis… mereka dapat amunisi besar untuk pojokkan Saudi. Mereka lupa, konser musik yang cuma puluhan ribu sering terjadi insiden.

Sangat besar kemungkinan, insiden ini “by design”, ada yang siap buat masalah, dan sudah disiapkan pula statement politiknya….

Membaca beberapa berita yang masuk dan info dari kawan2, besar kemungkinan, kaum syiah bermain. Santai….. jangan panas….:)

Jamaah haji Iran termasuk jamaah haji terbesar jumlahnya, bahkan mungkin yang pertama atau kedua setelah Indonesia..

Laporan media: Insiden terjadi berbarengan mengalirnya gelombang jamaah haji asal Iran dalam jumlah sangat besar sabq.orang/aWHgde

Ada saksi mata yang laporkan, jamaah haji Iran kembali dari jamarat melalui jalan yang sama, seharusnya melalui jalur lain.

tra4

Tentu saja arus mereka bentrok dengan arus jamaah yang hendak berangkat ke Mina untuk melontar jumrah…. terjadilah insiden tersebut.

Beberapa data menguatkan hal ini, lokasi kemah jamaah Iran berada di belakang TKP…

tra5

Maka praktis TKP menjadi jalur pergi pulang jamaah Iran dan jamaah warga Arab serta warga Asia Selatan…

Kemudian, daridata sementara korban yang saya dapatkan, jamaah haji Iran paling banyak jumlahnya en.m.wikipedia.org/wiki/2015_Hajj

tra6

Kita tahu, kondisi politik Iran dan Saudi sedang panas2nya. Pasukan koalisi sedang bergerak rebut ibu kota Yaman yang dikuasai houthi dukungan Iran.

Jelas ada kepentingan besar untuk jatuhkan Saudi di mata internasional. Merekayasa insiden haji adalah hal yang cukup efektif.

Secara idiologis, hari kesepuluh Zulhijjah memiliki arti tersendiri bagi kaum Syiah . Apa itu? Sebentar……

Kita tentu tahu catatan dalam sirah, tahun 8 H turun perintah haji, lalu tahun 9 H Rasulullah SAW utus Abu Bakar dan para sahabatnya pergi haji..

Rasulullah SAW sendiri blum pergi haji pada tahun tersebut, beliau baru pergi haji thn ke 10nya. Thn 9 beliau sibuk terima delegsi dariberbagai suku

Makanya tahun itu disebut Aamul wufuud, tahun datangnya berbagai delegasi dri berbagai suku Arab untuk bertanya tentang Islam…..

Selain itu, Rasulullah SAW tidak pergi haji pada tahun itu, karena masih ada orang musyrik yang pergi haji dan masih ada yang thawaf telanjang…

Jangan heran, dalam masyarakat Arab Jahiliah, juga dikenal ibadah haji sisa-sisa peninggalan ajaran Nabi Ibrahim, tetapi dengan sejumlah penyimpangan

Di antaranya adalah kalau tawaf, mereka telanjang, katanya biar total ibadahnya….. 🙂 mirip-mirip dengan si anu kalau cari dalih… 🙂

Nah, Abu Bakar Rasulullah SAW perintahkan bersama sejumlah sahabat, untuk umumkan dua perkara penting; Pertama, setelah tahun ini..

Setelah tahun ini, tidak boleh ada lagi orang musyrik yang pergi haji. Kedua; Tidak boleh lagi ada yang tawaf dalam keadaan telanjang.

Pada saat itu turunlah surat Al-Baroah, nama lain surat Attaubah, yang isinya membatalkan semua perjanjian dengan kaum musyrikin Arab ketika itu.

Kesimpulannya, pada hari kesepuluh Zulhijjah, pada hari Nahr atau Idul Adha, Abu Bakar Asshidiq umumkan di Mina keputusan Nabi tersebut.

Dengan demikian, sejak saat itu, riwayat kemusyrikan dan prakteknya tamat dari tanah suci Mekah. Lalu tahun depannya Nabi pergi haji…

Apa kaitannya pengumuman yang disampaikan Abu Bakar tadi dengan orang-orang Syiah? Mrk yang berpendapat yang berhak mengumumkan itu seharusnya Ali…

Sebab ini, versi mereka, sudah menyangkut masalh kenegaraan, dan Ali ra bagi syiah adalah pemilik sah kekhalifahan stelah Rasulullah SAW.

Panjang dah alasan mrk soal ini, silakan dicari referensinya. Nah, kejadian ini bagi mrk memperpanjang bukti, Abu Bakar ‘rampas’ wewenng Ali

Maka permusuhan mrk terhadap Abu Bakar menjadi2, lalu moment 10 zulhijjah bgi jamaah haji syiah sering digunakan kesempatn muzoharoh, demonstrasi

Mereka menyebutnya sebagai muzoharoh baro’ah, demontrasi untuk berlepas diri dari kemusyrikan. Kerenkan… tapi itu covernya, isinya?

Tapi hakekatnya adalah pengagungan terhadap Ali dan Husain. Sedangkan baro’ahnya adalh kepada Abu Bakar, Umar dan kaum suni yang mrk sebut nawasib

Talbiahnya pun bukan Labbaika Allahumma labbaik, tp labbaika yaa Husein youtu.be/sEMClVk6_bs

Saya sendiri pernah lihat langsung bbrapa tahun lalu, rombongan mrk dalam jumlah besar di Mina, mengangkat panji2 besar, persis demonstrasi

Yel2nya ketika itu adalah ‘Al-Maut Li Amrika’ Mampuslah amerika. Saat itu Amerika masih jd setan besar bg Syiah. Sekarang kan dah temenan.:)

Nah, beberapa benang merah inilah yang membuat saya berkesimpulan, bhw sedkit atau banyak, ada faktor kesengajaan kaum syiah dalam insiden ini

Hal ini tidak menutup mata kemungkinan adanya kelalaian daripihak penyelenggara haji, Saudi. Tpi juga jangan menutup mata atas usaha keras mrk.

Masukan harus disampaikan secara utuh dan terpadu, bagus juga jika dibuatkan tim pencari faktanya di antara negara Islam. Jangan ajak AS!

Isunya insiden karena adanya rombongan Raja Salman atau pangeran, itu mustahil. Kurang kerjaan amat raja Salman blusukan ke sana saat2 padet

Kalau mrk mau melontar, ada ruangan bawah tanah jamarat, khusus untuk pejjabat dan tamu2 khusus. Beberapa kawan ada yang pernah merasakannya.

Sampai di sini dulu tweep, ini bukan tweet kebencian, atau mencari2 alasan. Jujur saja, insiden ini sangat tidak normal. Wallahu a’lam.

Sampai di sini dulu tweep, ini bukan tweet kebencian, atau mencari2 alasan. Jujur saja, insiden ini sangat tidak normal. Wallahu a’lam.

Memahami Latar Belakang Tragedi Mina (2015)

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Tampaknya pelaksanaan haji tahun sangat menyedihkan, musibah besar terjadi berulang kali, sangat layak di evaluasi.

Setelah jatuhnya crane raksasa di masjidilharam, terbakarnya hotel jamaah haji Indonesia, hari ini terjadi musibah Mina, 150 wafat…

Belum ada info detail tragedi Mina kali ini, tapi tanggl 10 dan 12 Zulhijjah memang saat yang krusial bagi jamaah haji…Sering terjadi musibah…

Mengapa tanggal 10 dan 12 sangat krusial bagi jamaah haji? Ini terkait dengan pengaturan, mentalitas serta pemahaman jamaah haji itu sendiri…

Pada hari ke 10 Zulhijjah , ada 4 manasik penting dalam haji, melontar jumrah aqabah, menyembelih dam, menggundul dan tawaf sai…

Nah yang krusial adalah masalah melontar. Ketentuannya dilakukan setelah shubuh, sunah pd waktu Dhuha… tapi bisa dilakukan sore atau malam.

Masalahnya, saat itu kondisi fisik jamaah sudah melemah setelah perjalanan melelahkan sejak tgl 8 dari Mina ke Arafah, lalu dari Arafah ke Muzdalifah

Semua dilakukan di tengah lautan manusia, lebih dari 2 juta, udara sangat panas dan dalam titik tertentu, sangat padat dan berdesak-desakan…

Yang sering terjadi, sebagian dari jamaah haji, dan itu jumlahnya bisa ratusan ribu, bahkan lebih dari 1 jt, memaksakan jalan dr Muzdalifah ke Mina

Biasaanya yang seperti ini dari bangsa Afrika dan dataran India, serta mereka yang tidak memiliki tenda resmi. Perkiraan saya, korban dari jamaah RI sedikit

Meskipun tidak tertutup kemungkinan ada juga jamaah RI yang jadi korban, tapi sekali lagi insya Allah sedikit dibanding jamaah dari negara lain.

Ada 2 type jamaah haji yang pagi-pagi berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina. Pertama mereka yang ingin laksanakan sunah haji secara strik, kurnag fleksibel

Sunahnya memang melontar pd hari ke 10 ini pada waktu Dhuha. Nah, banyak yang kejar sunah ini. Biasanya mrk dari daratan Afrika dan India…

Type ke 2 mereka yang tidak punya tenda resmi di Mina, biasa disebut haji koboy. Tidak ada pilihan, mereka jalan langsung ke Mina, kadang bawa tas besar

Adapun yg punya tenda, biasanya dari Muzdalifah, dapat singgah dulu sambil lihat-lihat suasana, setidaknya mereka bisa istirahat dan kumpulkan stamina.

Nah, kedua type ini yang cukup dominan adalah orang-orang dari dataran Afrika dan India; Pakistan, India dan Bangladesh, afwan bukan rasial.

Ada juga sih dari negara-negara lain, termasuk dari Indonesia. Saya juga pernah sekali haji ngoboy… ga punya tenda… 🙂

Adapun jamaah haji yang resmi, umumnya mereka akan diangkut oleh bis khusus atau kereta ke tenda2 mereka terlebih dahulu…

Kembali ke pejalan kaki ini, yang khas juga dari sebagian mereka, adalah fisiknya tinggi besar, cenderung tempramental dan egonya lumayan..

Masalahnya lagi, jalan dari Muzalifah yang asalnya lebar dan banyak, mendekati Mina menjadi menyempit, semacam bottle neck gitu lah…

Menyempit disini bukan berarti sempit banget kaya jalan2 di kita, jalannya sudah lebar, tapi utk menampung jumlah besar, jadi terasa sempit..

Nah, disinilah yang sangat krusial. Jumlah ratusan ribu2 tiba2 datang seperti air bah, jalan menyempit, lalu terjadilah desak-desakan, ada yg panik, dll

Tempramen keras dan tidak mau mengalah memperparah keadaan, ada kondisi fisik melemah, haus… akhirnya terjadi kepanikan, korban pun jatuh

Kadang kejadiannya sulit diperkirakan… jamaah bisa begitu saja datang dalam jumlah besar, sedangkan di waktu lain, normal2 saja.

Jadi, musibah kali ini bukan di jamarat, tapi di jalan menuju jamarat. Ini yg mungkin kurang di antisipasi dg maksimal…

Sebab yang fokus diperhatikan selama ini adalah jamarat. Karena sekian tahun yg sering terjadi musibah adalah di jamarat….

Saat itu jamarat masih dua lantai…. tdk cukup menampung beban jamaah yg sangat besar.. mudah terjadi desak2an, khususnya tgl 10 dan 12 tsb

Namun sejak beberapa thn lalu, masalah jamarat relatif teratasi dg sangat baik setelah diperluas dn dibangun menjadi 5 lantai…

Sehingga beberapa tahun terakhir ini, tdk kita dengar berita musibah dari jamarat. Info dr beberapa teman, tadipun jamarat normal.

Nah rupanya jalan menuju jamarat yg kini menjadi titik krusial. Sebenarnya banyak petugas yg mngarahkan atau mengatur.

Cuma itulah, kadang ada sebagian jamaah haji yg sulit diatur. Beberapa tahun lalu, beberapa petugas meninggal  krn membendung arus jamaah..

Maksudnya untuk mengurangi kepadatan di jamarat… Namun apa daya, bendungannya tak kuat menahan arus jamaah yg menjebolnya. Tumbanglah mrk.

Memang berat, kalau sudah berada di pusaran kepadatan, kita tidak dapat berbuat apa2… minimal kita bertahan agar jangan jatuh. Kalau jatuh bahaya

Jadi kesimpulannya, musibah ini terjadi di jalan menuju jamarat, karena desak2an dg kondisi spt yg saya sebutkan tadi.

Jadi akumulasi kepadatang luar biasa, keletihan, suhu sangat panas, penyempitan jalan,dan  sebagian krn memaksakan dn tdk taat aturan…

Betapapun ini adalah musibah, kita terima dgn ridha, tapi masalah evaluasi harus dilakukan, jk terbukt ada kelalaian harus dijathi hukuman.

(Manhajuna/AFS)

Refleksi Kemerdekaan

Oleh Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

abdullah-haidir
Kira-kira…saat dahulu mujahidin Indonesia berjuang mengusir penjajah, apakah teriakan takbir yg kerap mereka lantangkan ataukah teriakan merdeka..?

Kira-kira…nilai-nilai apakah yang paling ampuh menggelorakan semangat juang para mujahid saat mengusir pemjajah? nilai agama atau nasionalisme..?

Kira-kira tokoh-tokoh inspirator perjuangan mengusir penjajah di berbagai pelosok tanah air, ulama atau artis..?

Kira-kira…negara-negara mana yang sangat tulus menginginkan kemerdekaan bangsa kita saat itu…negeri-negeri Islam atau negeri-negeri imperialis salibis?

Kira-kira…jargon para mujahid kita saat mengusir penjajah dahulu… “merdeka ataoe mati” atau “hidup mulia atau mati syahid”…?

Kira-kira…inspirasi perjuangan para mujahid kita mengusir penjajah didapat sepulang mereka dari Mekah atau dari Washington dan London?

Kira-kira..basis-basis perjuangan para mujahid kita saat mengusir penjajah, masjid atau night club? pesantren atau bioskop? surau atau discotik?

Kira-kira… yang paling cepat merespon seruan jihad mengusir penjajah saat itu santri apa anak band?

Kira-kira… yang kini paling diharapkan arwah para mujahid pengusir penjajah, lantunan doa tulus atau nyanyian di panggung dangdut…?

Status ini bkn utk mengungkit masalah SARA… hanya agar diketahui bahwa tanpa Islam dan kaum muslimin…negeri ini bukan apa-apa

Maka.. menjadi ironis dan ahistoris, jika setelah merdeka, teriakan takbir menjadi asing dan nilai-nilai agama justru dicurigai..

Maka, menjadi ironis dn ahistoris, jika setelah merdeka bukannya membesarkan Allah, tapi justru menghamba dan jadi kacung imperialis…

Maka, adalah ironis & ahistoris jika setelah merdeka para ulama yang menjadi inspirator jihad melawan penjajah diabaikan bahkan dilecehkan…

Catatan kelam Bani Israel, ingin merdeka dari Fir’aun, minta pertolongan Allah dan taat terhadap Nabi Musa, namun setelah merdeka, Allah diingkari Nabinya dimusuhi…

Selamat merdeka negeriku, moga kau makin sadar, darimana, apa, bagaimana dan untuk apa kemerdekaan itu….!!

(Manhjuna/AFS)

Mengenal Tanah Haram Dan Sekitarnya (Bagian 4/Habis)

Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Multazam

Multazam adalah bagian Ka’bah yang terletak antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Ini pendapat yang paling masyhur dan paling kuat. Pendapat yang lain ada yang mengatakan bahwa Multazam adalah dinding Ka’bah di bawa Mizab (pancuran air yang terletak di sisi Al-Hijr/Hijir Ismail), bahkan ada pula yang mengatakan bahwa Multazam adalah seluruh dinding Ka’bah.
Nama multazam sendiri diambil dari perbuatan yang dilakukan. Dia berasal dari kata (لزم) artinya tetap dan terus menerus. Jika seseorang tetap pada sebuah tempat secara terus menerus, maka dikatakan kepadanya (التزم) sedangkan tempatnya disebut (ملتزم).
Maka, Multazam yang dikaitkan dengan Ka’bah adalah tempat dimana seseorang menempelkan dadanya, tangannya dan kedua lengan hingga kedua telapak tangannya di dinding Ka’bah sebagai bentuk kepasrahan, ketundukan dan penyandaran kepada Allah Ta’ala.

Beberapa riwayat menunjukkan bahwa para shahabat melakukan hal tersebut pada masa Rasulullah saw dan berdoa di sana. Sehingga para ulama menyimpulkan bahwa Multazam adalah salah satu tempat yang mustajabah untuk berdoa. Abu Daud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr bin Ash menempelkan dada dan wajahnya, di antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah, serta membentangkan lebar-lebar kedua lengan dan telapak tangannya, lalu dia berkata, “Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukannya”. Riwayat ini memang dinilai dhaif (lemah) oleh para ulama hadits, namun sejumlah riwayat yang sama dianggap menguatkan satu sama lain. Setidaknya yang dishahihkan adalah bahwa para shahabat radhiallahu anhum biasa melakukannya.

Tidak ada doa atau bacaan khusus yang sunah dibaca di Multazam. Seseorang dapat berdoa apa saja berupa keinginan yang dia inginkan. Begitupula waktunya, sebagian ulama mengatakan dilakukan saat pertama kali datang, sebagian lagi mengatakan dilakukan saat hendak meninggalkan Ka’bah. Atau waktu kapan saja. Wallahua’lam.

Rukun Yamani

Rukun Yaamani adalah salah satu sudut Ka’bah yang terletak sebelum sudut Hajar Aswad dari arah putaran Thawaf. Dikatakan rukun Yamani, karena sudut ini mengarah ke arah negeri Yaman, sebagaimana sudut lainnya disebut sebagai rukun Syami karena mengarah ke negeri Syam dan Rukun Iraki karena mengarah ke negeri Irak.

Asalnya tidak ada batu khusus pada Rukun Yamani, sebagaimana Hajar Aswad. Hanya saja, ketika Abdullah bin Zubair memerintah dan melakukan pemugaran Ka’bah, beliau meletakkan sebuah batu khusus di Rukun Yamani sebagai tanda saja dan seterusnya, hingga kini batu tersebut dipelihara dan tidak dirubah. Sempat terjadi kerusakan pada masa Sultan Murad 4, lalu kerusakan tersebut ditambal dengan perak cair. Pada zaman Fatimiyah, juga sempat dipaku untuk mengokohkannya, karenanya tampak ada retak-retak dan bekas paku di sana.

Yang disyariatkan pada Rukun Yamani adalah mengusapnya dalam setiap putaran thawaf. Namun tidak menciumnya, atau melambaikan tangan dari kejauhan. Begitulah Rasulullah shallallahu alahi wa sallam memperlakukannya. Kemudian di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad, seorang yang thawaf disunahkan membaca Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa azaabannaar…

Terkait dengan keutamaan mengusapnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مَسْحَهُمَا يَحُطَّانِ الْخَطَايَاِِِِ

“Sesungguhnya, mengusap keduanya (Hajar Aswad dan Rukun Yamani) menggugurkan dosa-dosa.” (HR. Ahmad)

Riyadh, Dzulqaidah 1433

http://umrohmalang.com/wp-content/uploads/2014/09/doa-di-multazam1.jpg 

Gambar 1. Multazam

http://2.bp.blogspot.com/-tzMtKR4WFtk/ToA70aimJvI/AAAAAAAAAJE/NT7IKg5XbCs/s1600/RUKUN+YAMANI-2.JPG

Gambar 2. Rukun Yamani Dari Dekat

https://sausanatika.files.wordpress.com/2012/07/rukun-yamani.jpg

Gambar 3. Rukun Yamani

Selangkah Lagi, Yaman Selatan Berhasil Dibebaskan Dari Houthi, Bagaimana Dengan Yaman Utara?

Oleh Ust. Abdullah Haidir


Manhajuna-
Jubir peyaman utara selatn1juang Yaman tergabung dalam Lajnah Muqawamah Sya’biyah Yamaniah,  Hari Rabu kemarin, sebagaimana dilansir oleh situs Aljazeera.net, mengumumkan bahwa mereka selangkah lagi akan berhasil menguasai kota Abiyan, Yaman Selatan. Hasil ini semakin melengkapi kemenangan signifikan yang telah diraih oleh para pejuang Yaman di wilayah selatan dalam pertempuran mengusir pemberontak houtsi yang bersekutu dengan pasukan presiden terguling, Ali Abdullah Saleh.

Sebelumnya para pejuang Yaman yang mengakui presiden terpilih secara konstitusional, Abdu Rabih Manshur Hadi dan dibantu oleh pasukan koalisi negara-negara Islam yang dipimpin Arab Saudi, telah berhasil merebut kota-kota penting di Yaman Selatan dari tangan pemberontak houtsi, seperti Aden, Dali dan Lahj. Bahkan pesawat-pesawat bantuan kemanusiaan serta militer sudah mulai berdatangan di Airport Aden, disusul kemudian dengan datangnya beberapa pejabat teras dalam pemerintahan Manshur Hadi ke kota Aden. Berita terakhir, pesawat sipil sudah berdatangan dan penduduk yang mengungsi sudah mulai berdatangan. Semua itu mengindikasikan dengan jelas bahwa kota yang sangat strategis di Yaman Selatan itu sudah dibersihkan dari kekuatan pasukan houtsi.

Laporan dari beberapa medan pertempuran di wilayah Yaman selatan, Pasukan pejuang mengalami kemajuan signifikan, sementara posisi pasukan houtshi dan Ali Abdullah Saleh kian terjepit.  Bahkan diberitakan bahwa sejumlah pasukan pro Abdullah saleh membelot dan bergabung dengan pasukan Pejuang Yaman.  Karena itu, banyak pengamat memperkirakan, tidak lama lagi Yaman Selatan akan berhasil ditundukkan oleh pasukan rakyat Yaman dari cengkeraman pemberontak Houthi.

Perlu diketahui sebelumnya, secara geopolotik, Yaman umumnya dibagi menjadi dua wilayah utama; Yaman Selatan dan Yaman Utara. Hubungan kedua wilayah ini dalam sejarah Yaman mengalami pasang surut dan sempat berpisah satu sama lain dengan pemerintahannya masing-masing. Namun pada tahun 1990 secara resmi diumumkan penyatuan Yaman. Ali Adullah Saleh ketika itu ditunjuk sebagai presidennya sebagai representasi Yaman Utara, sedangkan representasi Yaman Selatan diangkat Ali Salim Baidh sebagai perdana menteri. Abdu Rabih Manshur Hadi sendiri, presiden terpilih pasca revolusi Arab beberapa tahun lalu, berasal dari Aden, Yaman Selatan.

Tampaknya siasat militer pasukan koalisi pimpinan Saudi ingin menyelesaikannya secara bertahap. Sebab mengatasi Yaman langsung secara menyeluruh, bukan hal yang mudah mengingat kuatnya koalisi pasukan houtsi yang didukung total oleh Iran dengan agenda politik dan idiologi Syiahnya dan pasukan Ali Abdullah Saleh yang sebelumnya menguasai struktur militer Yaman.

Mengapa dimulai dari selatan? Karena di Yaman Selatan inilah perlawanan paling kuat menentang pemberontak houtsi sejak awal dan relatif jauh dari pusat kekuatan houtsi yang terpusat di Shana’a di Yaman Utara.

Dengan kemenangan di wilayah Yaman Selatan, perlawanan melawan pemberontak houtsi memiliki pijakan lebih kuat di lapangan. Legalitas pemerintahan Hadi pun semakin kokoh secara de fakto. Pasukan koalisi pun semakin mudah mengirimkan suply persenjataan dan berbagai bantuan yang dibutuhkan rakyat Yaman, baik logistik maupun persenjataan perang.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah setelah berhasil menguasai selatan Yaman, para pejuang Yaman dan pasukan koalisi akan bergerak ke Utara, khususnya Shana’a, melalui darat untuk membebaskan Yaman seluruhnya dari gerombongan houtsi? Sebelumnya, pesawat-pesawat tempur pasukan koalisi sudah memborbardir gudang-gudang persenjataan dan markas-markas militer pemberontak Houthi di Yaman Utama, namun yang menentukan kemenangan militer sesungguhnya adalah serangan darat.

Para pengamat mengatakan bahwa bahwa Yaman Utara harus segera ditundukkan. Sebab, hanya menundukkan Yaman Selatan saja sementara membiarkan Yaman Utara dalam genggaman Houthi, beresiko berat. Pertama Yaman akan kembali terpecah menjadi dua bagian, Selatan dan Utara, ini berarti mundur ke belakang dan pada saat yang bersamaan, akan memberi cita rasa kemenangan bagi pasukan Houthi, walaupun di selatan mereka telah ditundukkan, namun setidaknya mereka masih berhasil menguasai Utara. Pada gilirannya hal ini sangat membahayakan Saudi, karena Yaman Utaralah yang berbatasan langsung dengan Saudi dengan garis perbatasan mencapai ratusan kilometer.

Mengapa harus segera? Karena semakin berlarut-larut krisis Yaman, akan semakin berat ditanggung oleh rakyat Yaman akibat perang. Di sisi lain, moril pasukan rakyat Yaman sedang tinggi untuk mengusir pasukan pemberontak Houthi, sebaliknya moril pasukan Houthi cenderung melemah, bahkan tersiar berita bahwa mereka mulai berselisih dengan sekutu mereka, pasukan Ali Abdullah Saleh. Di pihak lain, Iran sebagai penyokong utama Houthi dari luar, juga sedang kewalahan dengan kasus Irak dan Suriah. Khusus di Suriah, para pejuang Suriah pun sedang mengalami kemajuan signifikan. Beberapa kota berhasil mereka rebut dari tangan tentara rezim Suriah Basyar Asad. Hanya sadisnya, rezim Asad yang masih menguasai udara Suriah, melalu jet-jet tempurnya melakukan politik bumi hangus terhadap kota-kota yang akan dikuasai oleh para pejuang tersebut, tak peduli dengan terbunuhnya kaum sipil dan hancurnya fasilitas-fasiltas umum. Dukungan total Iran terhadap rezim Basyar Asad, baik secara finansial maupun peralatan dan personel militer, ternyata tidak mampu membuat Asad dapat memberangus para pejuang Suriah, justeru sebaliknya, para pejuang Suriah makin kuat dan semangat. Sementara di sisi lain, negara-negara barat, bahkan termasuk Rusia yang menjadi salah satu penyokong Asad selain Iran, sudah mulai memberikan sinyal bahwa Asad sudah tidak dapat diharapkan lagi.

Dengan beberapa latar belakang di atas, maka menyusun kekuatan untuk merebut Yaman Utara, khususnya ibu kota Shana’a menjadi amat mendesak untuk segera dilaksanakan pasukan rakyat Yaman dan pasukan koalisi. Ini memang berat, karena pusat kekuatan Houthi ada di Yaman Utara. Namun, sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz Ath-Thuraify, sepanjang sejarahnya, Syiah tidak akan menang menghadapi Ahlussunah jika harus berhadapan secara militer. Semoga Allah bebaskan negeri Yaman dari pemberontak syiah Houthi dan para pengkhianat negara Yaman. Aamiin.

 

(Mhj/AA)

 

Mengenal Tanah Haram Dan Sekitarnya (Bagian 3)

Oleh Ust.Abdullah Haidir, Lc.
Mengenal Ka’bah dan Sekitarnya
Al-Hijr (Hijir Ismail)
Dia adalah bangunan terbuka di sisi utara Ka’bah yang tampak sebagai dinding setinggi kurang lebih semeter setengah berbentuk setengah lingkaran.  Terletak setelah Maqam Ibrahim dalam putaran thawaf. Sebenarnya, istilah yang benar untuk bangunan tersebut adalah ‘Al-Hijr’ (الحجر) atau ‘Al-Hathim’ (الحطيم). Namun kini kini kaum muslimin lebih mengenalnya sebagai Hijr Ismail. Padahal berdasarkan sejarah, tidak seperti Maqam Ibrahim, bangunan ini belum ada pada masa Nabi Ismail alaihissalam.Bangunan Ka’bah berdasarkan pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihissalam pada asalnya memanjang hingga yang sekarang dikenal sebagai Hijir Ismail. Salah satu sisinya tidak lurus, akan tetapi sedikit melengkung (lihat gambar 1). Ketika masyarakat Arab Jahiliah melakukan pemugaran kembali terhadap Ka’bah yang mengalami kerusakan di sana sini akibat kebakaran, banjir dan sebab lainnya, mereka kekurangan biaya untuk menyelesaikannya berdasarkan pondasi yang dibuat oleh Nabi Ibrahim alaihissalam tersebut.  Sebabnya, mereka mensyaratkan bahwa biaya pembangunan Ka’bah harus berasal dari harta yang baik, tidak boleh berasal dari harta haram, seperti uang hasil, riba, zina, kezaliman, dll. Otomatis biaya menjadi terbatas. Ketika biaya yang mereka miliki kurang untuk membangun bangunan Ka’bah secara utuh, maka mereka sepakat membangun Ka’bah seperti bentuknya sekarang. Sedangkan sisanya yang tidak sempat dibangun, mereka buat semacam pagar pembatas sebagai tanda bahwa daerah itu juga sebenarnya bagian dari Ka’bah. Karenanya kemudian dia disebut Al-Hijr, yang artinya ruang yang dibatasi dinding, atau juga disebut Al-Hathim (الحطيم) yang salah satu artinya adalah pecahan (bagian) dari bangunan Ka’bah.

Inilah yang kemudian disampaikan Rasulullah saw kepada Aisyah radhiallahu anha,

إِنَّ قَوْمَكِ اسْتَقْصَرُوا مِنْ بُنْيَانِ الْبَيْتِ وَلَوْلاَ حَدَاثَةُ عَهْدِهِمْ بِالشِّرْكِ أَعَدْتُ مَا تَرَكُوا مِنْهُ…”

“Sesungguhnya kaummu mengurangi bangunan Baitullah. Seandainya mereka bukan orang-orang yang baru meninggalkan kesyirikannya, akan aku bangun apa yang mereka tinggalkan (sesuai pondai Nabi Ibrahim alaihissalam)…” (HR. Muslim)Imam Nawawi dalam Syarah Muslim berkomentar tentang sikap Rasulullah saw tersebut, “Di sini Rasulullah saw memandang bahwa membangun Ka’bah berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim alaihissalam adalah maslahat. Akan tetapi, karena dikhawatirkan dampak buruknya lebih besar, karena bangsa Arab baru saja meninggalkan kesyirikan untuk masuk Islam, sedangkan Ka’bah begitu mereka muliakan untuk diusik-usik bangunannya, maka Rasulullah saw memilih meninggalkan maslahat untuk menghindari mafsadat (dampak buruk) yang lebih besar dengan membiarkan bangunan Ka’bah sebagaimana adanya ketika itu.”Pada masa Abdullah bin Zubair menjadi Khalifah, beliau sempat memugar Ka’bah dan membangunnya berdasarkan pondasi Nabi Ibrahim alaihissalam. Namun olehpenguasa berikutnya, dibongkar lagi dan dibangun seperti sebelumnya. Kemudian datang lagi penguasa berikutnya pada masa Imam Malik rahimahullah, lalu dia meminta izin untuk membangun kembali Ka’bah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Zubair. Hanya saja Imam Malik melarangnya, khawatir nantinya Ka’bah akan menjadi permainan para penguasan dengan silih berganti melakukan bongkar  pasang terhadap Ka’bah sehinggai menjadikannya hilang kewibawaan di tengah kaum muslimin. Berikutnya, bangunan seperti itulah yang berlanjut hingga kini dan akrab dikenal oleh kaum muslimin. Adapun penamaannya sebagai Hijr Ismail tidak memiliki latar belakang sejarah yang kuat. Ada yang mengatakan bahwa Hajar menjadikan tempat tersebut sebagai tempat merawat Ismail sewaktu kecil. Ada juga riwayat yang sangat lemah bahwa Nabi Ismail dikuburkan disana. Dan itu sangat jauh dari kebenaran.Kesimpulannya adalah bahwa Al-Hijr (Hijir Islam) adalah bagian dari Ka’bah. Hal ini memberikan konsekwensi hukum. Di antaranya,  sebagaimana disunahkan melakukan shalat di dalam Ka’bah, maka shalat di Hijir Ismail juga disunahkan. Bahkan hal ini dikuatkan oleh Rasulullah saw, tatkala Aisyah radhiallahu anha menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah saw untuk memasuki Ka’bah dan shalat di dalamnya. Maka Rasulullah saw mengambil tangannya dan membawanya ke Al-Hijr (Hijir Ismail) lalu berkata, “Shalatlah di Al-Hijr jika engkau ingin memasuki Baitullah, sebab dia sesungguhnya adalah bagian dari Baitullah, hanya saja dahulu kaum kamu tidak membangunnya dan mengeluarkannya dari bangunan Ka’bah.” (HR. Abu Daud, Tirmizi dan Nasai).Yang ditegaskan kesunahannya adalah shalat sunah. Adapun shalat Fardhu di Hijir Ismail, sebagian ulama menyatakan tidak sah shalat fardhu di dalam Ka’bah.  Konsekwensi berikutnya adalah bahwa karena Al-Hijr ini termasuk bagian dari Ka’bah, maka tidak diboleh thawaf dengan melewatinya. Karena thawaf harus diluar Ka’bah, sedangkan jika seseorang thawaf melewatinya berarti dia thawaf di luar Ka’bah.  Wallahua’lam.
(Bersambung)

https://hasansagaf.files.wordpress.com/2010/06/0331.jpg

Gambar 1. Bangunan Ka’bah bedasarkan pondasi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam

http://www.courtesanculture.com/courtesans/hagar-pics/hijrishmil.JPG

Gambar 2. Al-Hijr (Hijir Ismail)

Mengenal Tanah Haram Dan Sekitarnya (Bagian 2)

Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.
Bangunan Ka’bah dan Sekitarnya

– Bagian dalam Ka’bah.
Bagian dalam Ka’bah hanyalah ruang kosong dengan beberapa tiang penyangga. Tidak ada ornamen-ornamen khusus di dalamnya. Silakan lihat link berikut:

Disunahkan shalat sunah dua rakaat jika dapat masuk ke dalam Ka’bah, berdasarkan perbuatan Rasulullah saw yang melakukan shalat sunah di dalamnya (HR. Bukhari).

– Hajar Aswad.
Dia merupakan batu yang paling mulia di muka bumi. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Hajar Aswad merupakan bebatuan surga. Asalnya lebih putih dari susu, namun menjadi hitam karena dosa-dosa manusia. Karenanya dia dinamakan Hajar Aswad (Batu Hitam).
Perlu diketahui bahwa Hajar Aswad bukan bagian putih yang sekarang ini tampak dari kejauhan. Itu adalah lapisan perak yang menjadi wadahnya. Hajar Aswad terdapat di bagian dalamnya berbentuk 8 serpihan kecil batu berwarna hitam. Maka ketika hendaknya menciumnya, kepala hendaknya dimasukkan ke dalam wadah perak tersebut hingga batu tersebut tercium.

Disyariatkan terhadap Hajar Aswad untuk menciumnya, atau mengusapnya lalu mencium tangannya yang digunakan untuk mengusap atau melambaikan tangan kepadanya. Semuanya bersumber dari pebuatan Rasulullah saw yang disebutkan dalam beberapa riwayat, disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan syariat ini hendaknya dipahami sebagai bentuk ittiba'(mengikuti) sunah Rasulullah saw. Dia bukan bentuk penghambaan dan pemujaan terhadapnya, juga bukan keyakinan bahwa batu tersebut dapat mendatangkan manfaat atau mudharat. Sebagaiman perkataan Umar bin Khattab yang masyhur dalam riwayat muttafaq alaih, “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan manfaat atau menimbulkan bahaya. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu, niscaya aku tidak menciummu.”

Selain itu, perlakuan terhadap Hajar Aswad berdasarkan ketentuan syariat tersebut diniatkan untuk mendapatkan fadhilah atau keutamannya, di antaranya adalah terhapusnya dosa (HR. Ahmad). Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Hajar Aswad di hari kiamat akan mengenali orang-orang yang menciumnya.

Hanya saja semua dianjurkan dengan tidak menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun ucapan. Kejadian ini sering terjadi saat kondisi sangat sesak dan setiap orang berebut ingin menciumnya, sehingga tak jarang sering terjadi caci maki dan tindakan menyakiti saudaranya. Bayangkan, jika hal tersebut terjadi di pasar, maka dia merupakan perbuatan tercela, apalagi jika terjadi di depan Ka’bah yang mulia.

Rasulullah saw pernah mengingatkan Umar bin Khattab, bahwa karena dia orang yang kuat secara fisik, agar jangan menyakiti orang lemah. Maka hendaknya dia mengusapnya ketika sepi. Adapun ketika penuh sesak, maka cukup menghadapnya dan bertakbir.

Disyariatkan pula terkait dengan Hajar Aswad, menjadikannya sebagai tempat awal dan akhir bagi orang yang melakukan Thawaf. Para ulama umumnya berpendapat, bahwa thawaf yang tidak dimulai dari Hajar Aswad, tidak dianggap sebagai satu putaran. Caranya, ketika hendak memulai thawaf, hadapkan tubuh ke arah Ka’bah sejajar dengan Hajar Aswad, lalu lambaikan tangan (jika sulit mencium atau mengusapnya) sambil berucap, ‘Bismillahi Allahu Akbar’ setelah itu berjalan dengan menjadikan Ka’bar di sebelah kirinya. Begitu seterusnya hingga tujuh putaran. Lalu diakhiri di Hajar Aswad. Kemudian shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, atau jika tidak memungkinkan dimana saja di Masjidil Haram.

–  Maqam Ibrahim
Yang dimaksud ‘Maqam’ di sini adalah batu tempat pijakan kaki. Dikatakan Maqam Ibrahim, karena tempat ini dijadikan tempat berpijak Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah. Ketika dinding Ka’bah sudah semakin tinggi, melebihi postur Nabi Ibrahim alaihissalam, maka Nabi Ismail membawakannya sebuah batu tempat dia berpijak, lalu dia mengambilkan batu untuk sang ayah sedangkan sang ayah berpijak pada batu tersebut.

Kini bangunan tersebut terletak beberapa meter setelah Hajar Aswad sebelum Hijir Ismail, ditutupi oleh kubah emas dan berkaca sehingga orang yang mendekat dapat melihatnya dengan jelas.
Bersama Hajar Aswad, Maqam Ibrahim disebutkan dalam riwayat Tirmizi dan lainnya serta dinyatakan shahih lighairi oleh Al-Albany, sebagai yaqut (batu mulia) surga yang cahayanya telah Allah hapus. Seandainya cahayanya masih ada, maka dia dapat menerangi antara timur dan barat.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa asalnya batu tersebut menempel dengan Ka’bah. Lalu pada zaman Umar bin Khattab, setelah terjadinya banjir besar yang turut menghanyutkannya, Umar bin Khattab mengembalikannya sedikit berjarak dari Ka’bah, untuk memudahkan lalu lalang orang-orang yang melakukan thawaf.
Ada sebagian pandangan keliru yang mengatakan bahwa Maqam Ibrahim maksudnya adalah kuburan Nabi Ibrahim alaihissalam. Pandangan ini tidak memiliki dasar sama sekali. Karena pendapat yang kuat menyatakan bahwa kuburan Nabi Ibrahim alaihissalam terdapat di negeri Palestina.  Mungkin kesimpulan tersebut berangkat dari pemahaman tentang istialah ‘makam’ di tengah masyarakat kita yang biasa diartikan sebagai kuburan. Padahal istilah makam sebagai kuburan tidak dikenal di tengah masyarakat Arab.

Maqam Ibrahim diabadikan dalam Al-Quran pada surat Al-Baqarah: 125. Yaitu Allah memerintahkan agar menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Maka amalan yang berlaku dan disyariatkan terhadap Maqam Ibrahim adalah shalat sunah dua rakaat di belakangnya ketika seseorang selesai melaksanakan thawaf. Itupun jika memungkinkan. Jika tidak, maka dia dapat shalat di mana saja di bagian Masjidil Haram. Adalah tidak bijak memaksakan shalat di belakang Maqam Ibrahim, sementara orang-orang yang thawaf sangat penuh sesak.

Tidak ada dalil atau petunjuk yang memerintahkan untuk mengusap-usapnya sebagaimana dilakukan sebagian orang  Disamping kalaupun seseorang memaksakan mengusapnya sekarang ini, sesungguhnya yang diusap bukanlah Maqam Ibrahim, tapi sekedar kubah atau kaca pelindungnya saja. Jika mendekat dan ingin melihat bagian dalamnya untuk sekedar mengetahui, tidak mengapa.

Perlu diketahui juga bahwa cekungan yang tampak dari Maqam Ibrahim sekarang ini, bukan menunjukkan bekas tapak kaki Nabi Ibrahim alaihissalam. Dalam beberapa riwayat, seperti disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya,  atau dalam kitab Bidayah wan Nihayah, disebutkan bahwa bekas tapak kaki Nabi Ibrahim alaihissalam, pada awalnya masih ada. Hanya saja, karena sering diusap, bekas tersebut telah hilang, tinggal batunya saja. Yang tampak cekung sekarang adalah pelapis yang terbuat dari emas dan dibentuk seperti tapak kaki. Wallahua’lam.

(Bersambung)

http://static.republika.co.id/uploads/images/headline_slide/hajar-aswad-_141014104859-972.jpg

Gambar 1. Hajar Aswad dari dekat.

http://www.yudhe.com/wp-content/uploads/2013/02/hajaraswad2.jpg

Gambar 2. Serpihan Hajar Aswad yang tampak.

http://alfouqarah.free.fr/files/maqam_ibrahim2.jpg

Gambar 3.  Maqam Ibrahim

 

Mengenal Tanah Haram Dan Sekitarnya (Bagian 1)

Oleh Ust. Abdullah Haidir, Lc.

kabahdulu
Apa Yang Dimaksud Dengan Tanah Haram

Yang saya maksud dengan tulisan ini adalah bahwa di Tanah Haram dan sekitarnya terdapat lapisan-lapisan wilayah yang memiliki kekhususan dan ketentuan syari.
Sebelumnya kita pahami dahulu, bahwa yang dimaksud tanah haram adalah tanah yang dihormati dan kemuliaannya tidak boleh dilanggar. Haram secara bahasa adalah sesuatu yang dihormati dan tidak boleh dilanggar. Ada istilah bulan haram, yaitu empat bulan hijriyah yang dihormati dan kehormatannya tidak boleh dilanggar dengan berperang di dalamnya, yaitu; Rajab, DzulQaidah, Dzulhijjah dan Muharram. Haram (حرم) atau harim (حريم) dalam bahasa Arab juga diartikan  isteri. Karena dia adalah wanita yang dihormati, kehormatannya tidak boleh dilanggar oleh orang yang bukan suaminya.

Lapisan Pertama: Ka’bah

Lapisan pertama dari lingkaran tanah haram adalah Ka’bah Al-Musyarrafah.
Ka’bah menurut bahasa berasal dari kata (كعب) artinya sesuatu yang menonjol ke permukaan. Di antara makna ka’ab yang cukup dikenal adalah ‘mata kaki’ (perhatikan surat Al-Maidah ayat 6, tentang membasuh kaki hingga mata kaki saat berwudhu) yang terletak pada persendian antara betis dan telapak kaki dan bentuknya menonjol. Ka’bah dikatakan demikian, karena dia menonjol di atas permukaan bumi. Namun karena bentuk Ka’bah seperti kubus, maka berikutnya, bentuk kubus dalam bahasa Arab disebut dengan istilah muka’ab (مُكعب).

Inilah bangunan yang dalam Al-Quran disebut sebagai bangunan pertama bagi umat manusia (QS. Ali Imran: 96). Ada yang mengatakan telah dibangun sejak zaman Nabi Adam alaihissalam. Bahkan ada riwayat yang mengatakan bahwa Ka’bah telah dibangun oleh para malaikat sebelum diturunkannya Nabi Adam alaihissalam ke muka bumi. Karena itu, Mekah juga disebut sebagau Ummu Qura (induk negeri) yang dapat dipahami sebagai cikal bakal negeri-negeri yang ada di muka bumi. Tapi yang masyhur dan dikisahkan dalam Al-Quran, bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimasalam yang membangunnya sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Baqarah: 127.

Ka’bah ditetapkan sebagai kiblat kaum muslimin (QS. Al-Baqarah: 149). Artinya dia adalah pusat ibadah kaum muslimin, sebagaimana di langit terdapat Baitul Makmur yang menjadi pusat ibadah para malaikat yang dalam riwayat muttafaq alaih setiap hari dimasuki oleh 70 ribu malaikat untuk beribadah. Diriwayatkan pula bahwa yang telah masuk ke dalamnya tidak keluar lagi. Bahkan dalam riwayat Thabrani dan Abu Syaibah disebutkan bahwa posisi Baitul Makmur persis berada di atas Ka’bah, yang jika dia jatuh, akan persis jatuh di atasnya.

(Bersambung…)